Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perkusi Hati Dendang Jiwa

11 November 2020   08:12 Diperbarui: 11 November 2020   09:16 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kompas.com

Mata tak berkedip

Lamunan terus melayang

Berulang di kala senja menutup

Gaduh terasa terdengar

Jiwa tergelitik namun tak bergeming

Bagaimana bisa itu terjadi

Sekalipun hangat kopi jamah otak

Ruang kecil di hati tetaplah gaduh

Terngiang riuh tawa, tangis sedih 

Ruang hati jadi seakan tak berbatas

Ada tawa yang menari

Tangis menggelincir ditepian lantai hati

Lucunya.. Tawa dan tangis kadang berpelukan

Pelukan dua rasa yang getarkan langit hati

Mata hanya diam dengan sayu

Jiwa terus berkelana ke relung hati

Jiwa berjuang satukan semua rasa

Lenturkan hati dengan usapkan telapaknya

Lonceng waktu berayun 

Walau sering tak terdengar bunyinya

Bunyi lonceng ingatkan di mana kita berada

Hati dan ruangnya selalu menoleh

Tersentak dan bahkan tersedak

Kala tahu betapa retaknya kaca ruang hati

Retak yang tak terobati 

Bahkan retakan terus menjalar

Jiwa terus merenung khusyuk

Berkhalwat dengan hati 

Ada kabar yang dinanti

Tentang hati dan jiwa yang gamang

Tak ada yang bisa pergi

Rasa itu akan terus ada

Kegelisahan hanya kesemuanya

Jalan itu sudah ada

Tak perlu melayang

Berjalanlah dengan suluh

Merunduk dengan mata tak binar

Sesekali ada air mata 

Air mata kesal dan sesal masa lalu 

Masih ada asa tersisa

Ketenangan mesti disulam menjadi baju

Baju yang dikenakan menuju peraduan 

Peraduan yang dikurung kelambu wangi jiwa

(Isk) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun