kompas.com
Mata tak berkedip
Lamunan terus melayang
Berulang di kala senja menutup
Gaduh terasa terdengar
Jiwa tergelitik namun tak bergeming
Bagaimana bisa itu terjadi
Sekalipun hangat kopi jamah otak
Ruang kecil di hati tetaplah gaduh
Terngiang riuh tawa, tangis sedihÂ
Ruang hati jadi seakan tak berbatas
Ada tawa yang menari
Tangis menggelincir ditepian lantai hati
Lucunya.. Tawa dan tangis kadang berpelukan
Pelukan dua rasa yang getarkan langit hati
Mata hanya diam dengan sayu
Jiwa terus berkelana ke relung hati
Jiwa berjuang satukan semua rasa
Lenturkan hati dengan usapkan telapaknya
Lonceng waktu berayunÂ
Walau sering tak terdengar bunyinya
Bunyi lonceng ingatkan di mana kita berada
Hati dan ruangnya selalu menoleh
Tersentak dan bahkan tersedak
Kala tahu betapa retaknya kaca ruang hati
Retak yang tak terobatiÂ
Bahkan retakan terus menjalar
Jiwa terus merenung khusyuk
Berkhalwat dengan hatiÂ
Ada kabar yang dinanti
Tentang hati dan jiwa yang gamang
Tak ada yang bisa pergi
Rasa itu akan terus ada
Kegelisahan hanya kesemuanya
Jalan itu sudah ada
Tak perlu melayang
Berjalanlah dengan suluh
Merunduk dengan mata tak binar
Sesekali ada air mataÂ
Air mata kesal dan sesal masa laluÂ
Masih ada asa tersisa
Ketenangan mesti disulam menjadi baju
Baju yang dikenakan menuju peraduanÂ
Peraduan yang dikurung kelambu wangi jiwa
(Isk)Â