Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Sang Naga Pengawal Armada Majapahit

7 Desember 2022   09:39 Diperbarui: 7 Desember 2022   09:50 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari siswapelajar.com

Aku adalah naga air, lebih tepatnya naga samudera yang mendiami lautan di selatan pulau Jawa. Aku tinggal di sana sudah ratusan atau bahkan ribuan tahun, semenjak penduduk pulau Jawa belum beragama Hindu dan Budha.  

Wujudku berbeda dibandingkan naga-naga lain, termasuk kerabatku naga air yang lain, aku tidak panjang seperti ular dan wajahku tidak bermoncong seperti buaya. Sebaliknya aku gemuk dan kepalaku bulat, mirip kura-kura, jadinya rupaku cenderung tidak menyeramkan.

Oya aku bukanlah naga yang sering jadi cerita rakyat selatan Jawa, tentang naga tunggangan seorang dewi laut, itu adalah naga lain. Aku juga bukan naga bernama Jaka Linglung, yang pernah berkelahi dengan buaya putih, itu adalah naga yang lain.

Aku tidak tahu apakah aku punya nama, tapi yang pasti aku sempat diajak bekerja sama dengan para manusia dari beberapa kerajaan Jawa. Mereka mengajakku untuk membantu mengalahkan musuh-musuhnya, tapi lebih tepatnya sih menaklukan kerajaan lain.

Itulah yang pernah terjadi pada ekspedisi Pamalayu dan Pabali, iya itu adalah ekspedisi kerajaan Singosari untuk mendominasi tanah Melayu dan Bali. Diriku diajak para punggawa kerajaan mereka.

Lalu mengapa aku mau saja diajak? Mereka telah menawarkan kesepakatan sejumlah makanan gratis kepadaku selama beberapa tahun.

Sayangnya raja mereka terbunuh dalam sebuah prahara, di saat aku lagi jauh dari tempat mereka. Terbunuhnya raja mereka berarti berakhirnya kesepakatan itu.

Namun tidak lama kemudian, aku kembali bekerja sama dengan keturunan mereka, bahkan lebih lama. Saat itu seorang raja muda, bernama Raden Wijaya pernah menemuiku tentang kesepakatan baru, melihat peluang itu, aku tidak keberatan.

Mulailah petualangku kembali, petualangan bersama armada laut kerajaan baru, bernama Majapahit.

Petualangan yang seru bagiku, karena yang dilawan bukanlah prajurit manusia yang terlalu mudah kukalahkan, melainkan naga-naga lain yang ikut dalam pasukan musuh.

Mayoritas mereka seperti naga-naga lain, panjang dan kadang dapat menyemburkan api. Diriku tidak bisa menyemburkan api, tapi tubuhku tahan terhadap panasnya api, sehingga setiap perkelahian, aku biasanya menyerang naga-naga itu dari dekat.

Sekali lagi, aku memang bukan naga penyembur api, tapi aku kuat dan jauh lebih kuat daripada kebanyakan naga. Kulitku dari ujung ekor hingga kepala, dan dari punggung sampai perut itu tertutupi lempengan tulang yang sangat keras, lebih keras dari baja.

Kalau teman-teman pernah dengar Dunkleosteus, ikan purba berlapis tempurung, seperti itulah rupa lempengan kulitku. Tidak hanya itu, dibalik lempenganku, ada kulit tebal dan sulit dirobek, meskipun digigit naga lain atau ditembak meriamnya manusia.

Ibaratnya, aku layaknya sebuah tank atau panzer laut berukuran massif, namun masih dapat bergerak sangat cepat.

Cara berkelahiku juga tidak jauh beda dengan badak atau triceratops yang lebih suka menabrak musuhnya. Selain itu aku juga punya senjata lain, yaitu buntut berujung gada berat seperti buntutnya ankylosaurus.

Ukuran tubuhku begitu besar untuk ukuran tubuh rata-rata naga, saking besarnya kelihatan mirip pulau jika dilihat dari jauh. Paus biru saja sebagai hewan terbesar di dunia menurut manusia, tapi kecil sekali bagi aku.

Makananku ikan kecil dan tumbuhan laut, aku tidak tertarik memangsa paus atau manusia. Mengenai apakah aku banyak makan, tenang saja, aku biasanya hanya membutuhkan makanan sedikit, sehingga tidak terlalu mengganggu keseimbangan ekosistem di dalam laut.

Eksepedisi Penaklukan Tanah Malaka

Kembali kepada pertempuran-pertempuranku bersama armada Majapahit.

Dimulai dengan ekspedisi mereka ke semenanjung Malaka, aku dan armada Majapahit ini berhasil memporak-porandakan pasukan musuh di sana.

Hanya saja kami agak kesulitan saat datang bala bantuan dari majikan mereka, armada dinasti Ming, yang baru saja menggulingkan dinasti sebelumnya, Yuan, yang dianggap penjajah Mongol di tanah Tiongkok.

Armada Ming ini selayaknya armada kekaisaran besar lainnya, tentu saja diperlengkapi persenjataan yang paling muktahir pada masanya, ditambah lagi mereka dikawal naga-naganya yang dikenal termasuk paling kuat di dunia.

Maka meletuslah pertempuran besar kami dengan mereka.

Untuk jumlah saja, kami kalah, mereka hampir dua kali lipat armada kami. Persenjataan mereka pun lebih canggih, terlihat dari meriam kapalnya yang lebih jauh jangkauannya dan lebih cepat pengisian kembalinya.

Tapi armada kami memiliki Cetbang, atau meriam khas Nusantara, yang diisi pelurunya bukan dari moncong laras meriamnya, melainkan dari pantatnya, sehingga tidak perlu ditarik kembali meriamnya setiap kali mau ditembakkan.

Yang perlu menjadi perhatian juga adalah naga mereka, naga Tiongkok itu sangat tersohor, sampai ada mitos bahwa sebagian besar naga itu asal muasalnya berasal dari negeri tersebut.

Untungnya mungkin karena meremehkan, naga yang dikirimkan untuk melawan kami, bukanlah tipe naga mereka yang paling kuat, bahkan levelnya menengah. Tapi itupun aku tetap kesulitan menghadapinya.

Jadi di sini, armada Majapahit membawa satu naga, yaitu aku, melawan armada Ming yang juga membawa satu naga.

Walaupun naga mereka bukan yang terkuat, aku tetap kewalahan, bahkan sempat terdesak karena begitu lincahnya naga itu meliuk-liuk menghindari dan menyerangku. Tapi setiap kali itu berusaha membakar diriku dengan semburan apinya, naga itu selalu terperangah karena merasa serangannya tiding berdampak apa-apa terhadap aku sebagai musuhnya.

Di saat, naga Tiongkok itu agak lengah, aku langsung menerjang dan berhasil menghempaskan tubuhnya terpental agak jauh ke daratan dan menabrak benteng Malaka di belakangnya. Dari situ, aku tidak mau memberikan kesempatannya memulihkan diri, akupun menubruk kembali dirinya yang baru saja mau bangun.

Benteng yang tertimpa naga itu langsung hancur berantakan, dan naga itu nampaknya sudah mulai terluka cukup parah, kelihatan dari gerak bangkitnya yang mulai melambat.

Namun naga itu sepertinya beruntung, karena tidak lama kemudian terdengarlah terompet dari kapal armada Ming, sebagai tanda peringatan untuk mundur. Begitu mendengar itu, naga lawanku ini dengan tertatih-tatih berusaha bangkit dan menceburkan dirinya ke laut kembali.

Aku sebenarnya dapat saja tidak membiarkan naga itu kembali ke armada Ming, mudah untuk langsung menghantamnya kembali. Tapi karena dirinya sudah jauh melemah, aku membiarkan saja dirinya untuk berlalu begitu saja, mungkin suatu saat kami akan bersua kembali.

Dari kejauhan, aku menatap armada Ming beserta naganya itu kembali ke negeri mereka. Hasil pertempuran ini sudah jelas, kami berhasil menang dan Majapahit menjadi penguasa di tanah Malaka.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun