Mohon tunggu...
Dimas almasih
Dimas almasih Mohon Tunggu... Bankir - Dulunya vocalist

B aja

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Sylvia Plath yang Tersiksa dalam Puisi Ariel dan The Bell jar

16 Mei 2020   00:27 Diperbarui: 16 Mei 2020   04:17 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi dari zenpencils by Gavin Aung Than 2013

Tidak lama sesudah novel "The bell Jar" terbit, Plath ditemukan bunuh diri di usianya yang baru 30 tahun.

dua tahun berselang, koleksi puisi milik plath yang dia tulis dengan penuh semangat dan kreatif selama satu bulan sebelum kematiannya di terbitkan dengan diberi judul "Ariel".

Dengan penuh pertimbngan yang dilakukan kepada mahakaryanya, "Ariel" memberi contoh tentang kejujuran dan imajinasi yang telah Plath teguhkan dalam menggambarkan berbagai penderitaannya.

Dalam salah satu puisi "Ariel", yaitu "Lady Lazarus", dia seakan sedang mengekplorasikan ushanya untuk merebut hidupnya melalui Lazarus, yang merupakan seorang tokoh didalam alkitab yang pernah bangkit dari kematian.

Plath menuliskan,"dan aku wanita yang tersenyum/aku tidak lebih dari 30/dan ibarat kucing, aku memiliki sembilan kesempatan untuk mati." tetapi, puisi itu juga merupakan sebuah keinginan untuk tetap bertahan: "aku bangkit dengan rambut merahku yang berkibar/dan aku makan setiap orang seperti udara."

Bahasanya yang tegas membuat Plath sebagai acuan yang penting untuk para pembacanya serta penulis lainnya yang ingin mencoba menghentikan suyinya rasa trauma, frustasi, dan seksualitas.

"Ariel" juga di penuhi dengan meditasi yang berkelanjutan tentang rasa patah hati dan kreativitas. di judul puisi yang bermula dengan kalimat "Aliran tubuh yang terhenti dalam kegelapan/kemudian biru semu/dihujani bukit dan jarak."

Rangkaian tersebut menggambarkan seseorang yang sedang telanjang mengendarai kudanya di pagi buta-yang merupakan sebuah ekspresi paling terkenal dari Plath tentang rasa kegembiraan bebasnya untuk bisa berkreasi. tetapi juga dipenuhi dengan gambaran akan firasat, seperti 'tangisan seorang bayi" yang "leleh di dinding tembok" dan "mata merah, di pemandangan pagi hari."

Kegelapan terasa bergema di sepanjang tulisan-tulisan tersebut, termasuk didalamnya terdapat kontroversial yang merujuk pada tragedi Holocaus dan kamikaze.

Bahkan gambaran dari masa-masa bahagianya dijelaskan sebagai sebuah penghancuran si penulis "suami beserta anakku tersenyum dalam foto keluarga, senyuman mereka begitu menancap di kulitku, ibarat kail kecil yang tersenyum."

Ketidakpuasan akan rumah tangganya dan penganiyaan yang pernah dilakukan suaminya menjadi dua tema yang konstan pada tulisan-tulisan puisi selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun