Mohon tunggu...
Dimas almasih
Dimas almasih Mohon Tunggu... Bankir - Dulunya vocalist

B aja

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

On This Day: Lahirnya Si Jenius yang Rupawan nan Langka, Ricardo Kaka

22 April 2020   00:00 Diperbarui: 22 April 2020   03:41 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ricardo Kaka, berjaya bersama AC Milan (OLIVIER MORIN / AFP via KOMPAS.com)

Pada tahun 1966 saat industri musik, terkhusus rock 'n roll masih di masa jayanya, seorang penyanyi yang akrab disapa "Little Richard" berhasil mengguncang panggung dunia dengan tembang hitsnya, A whole lotta shakin' goin on!.

Musik rock 'n roll yang terus berevolusi benar-benar mengubah cara pandang anak muda akan sesuatu yang menarik untuk diikuti.

Hingga tepat pada 16 tahun kemudian di belahan bumi yang lain, seorang bocah bernama "Richard" lainnya lahir ke muka bumi ini. Bocah yang terlahir di negara Brasil tersebut nantinya juga mengubah pandangan orang-orang bagaimana sepak bola menawan sangat layak untuk diikuti.

Jika Little Rrichard begitu menguasai tiap tangga nada di dalam lagunya, maka Ricard yang satu ini begitu menguasai setiap teknik olah bola menggunakan kakinya.

Ricardo Izecson dos Santos Leite "Kaka", lahir di Gama, Brasil dari pasangan Bosco Izecson Pereira Leite dan Simona Christina dos Santos Leite.

Sebagai seorang bocah yang sudah terlahir dari keluarga kaya, Ricky Kaka tergolong mempunyai sifat pemalu. Dia memang gemar bermain bola, tapisedikit menutup diri untuk bergabung dengan teman-temannya dan memilih mempelajari skill di tempat yang jauh dari keramaian.

Namun begitu, memiliki dua orangtua dengan background terpandang membuat Kaka memiliki karakter sebagai seorang pemenang.

Pada tahun 1994, Kaka mulai menyalurkan bakat sepak bolanya ke sebuah klub profesional. Ia ingin menguatkan karakter, dan setidaknya kegemarannya dalam sepak bola bisa dinikmati oleh banyak orang.

Sama seperti Little Richard yang memiliki karakter kuat sebagai seorang penyanyi, begitu pun dengan Kaka. Kaki yang dia gunakan untuk memainkan "melodi indah" dalam warna sepak bola lebih dulu disusunnya dalam tangga permainan mengolah bola.

Nada yang akan dia pilih pun tidak sembarangan. Nada mayor yang biasanya menggambarkan sebuah kebagiaan tertentu dipilihnya untuk mengolah bola dengan cara yang agung, menyenangkan, serta dapat memuaskan banyak penikmat sepak bola.

Sementara nada minor akan dia pilih saat situasi yang dihadapi cenderung dramatis. Kaka akan segera bergegas berlari dalam gawang jika situasi genting sedang dihadapi klub yang dibelanya. Dia akan memutar tempo yang sedikit cepat, supaya irama yang dimainkan rekan setimnya juga ikut bertenaga.

Hingga pada saatnya, akhir dari nada yang telah dia mainkan berujung pada tepuk tangan penonton yang menyaksikan.

Kaka, setelah 6 tahun dilatih untuk menjadi seorang "penyanyi" lapangan, akhirnya sampai pada pentas yang sesungguhnya. Tepat pada tahun 2001 dia dimainkan di tim utama Sao Paolo sebagai remaja penuh talenta.

Hasilnya jelas tidak sia-sia. Selama kurang lebih 3 tahun bermain untuk Sao Paolo, dia memainkan sebanyak 125 laga dengan 47 gol di semua ajang. Bukan hal buruk untuk remaja yang digadang-gadang akan menjadi pesohor di lapangan hijau.

Namun tahukah kalian, sebelum menjadi tenar bersama Sao Paolo, Kaka nyaris saja mengakhiri karier sepak bolanya? Insiden tersebut terjadi saat dirinya berusia 15 tahun.

Meski bermain apik, tubuh Kaka sangat kecil dan mudah terkena cedera, terlalu lemah untuk bermain di liga profesional. Dokter bahkan sudah menyarankan supaya kaka mengikuti program nutrisi.

Melanjutkan karier gemilangnya, Kaka juga termasuk di dalam tim nasional Brasil yang merebut gelar juara Piala Dunia 2002.

Kilau bakat mudanya terlihat sampai ke bagian negara di Eropa, tepatnya di Italia. Kaka yang terus menunjukan kualitas sebagai pemain jempolan sukses membuat AC Milan jatuh hati.

Klub yang saat itu sedang dalam masa jayanya sampai rela merogoh kocek sebesar 8,5 juta euro untuk mendaratkannya ke Milanello. Dana yang tergolong fantastis untuk pemuda yang baru berusia 22 tahun kala itu. Namun terlepas dari itu semua, yang dilakukan Milan pada akhirnya berbuah berlian.


Dijuluki sebagai adik para skuat Rossoneri (julukan Milan), Kaka yang bermain dengan penuh irama perlahan mampu mengikuti bait-bait sempurna yang dilantangkan para punggawa klub Kota Mode tersebut.

Dirinya yang memang terbiasa memainkan nada-nada yang tak terduga berhasil masuk ke dalam mahakarya asli Italia.Di sana, dia menjadi seorang yang dicintai, baik para tifosi atau rakyat Italia. Kaka disebut sebagai salah satu pencipta seni sepak bola yang kehadirannya akan selalu membuat siapapun terpana.

Di musim perdana untuk Rossoneri dia tampil sebanyak 45 pertandingan dan mencetak 14 gol. Di musim berikutnya dia sudah mematenkan posisi utama di skuat Milan menggeser gelandang elegan asal Portugal, Rui Costa.

Dia biasa mengambil peran di belakang Andriy Shevchenko, didukung nama besar lainnya seperti Pirlo, Gattuso, juga Seedorf. Kaka berhasil menciptakan skuat impian yang akan segera menjuarai kompetisi paling bergengsi di Benua Biru tersebut.

Pada musim 2004/2005, Kaka mendapatkan pembelajaran yang begitu besar, dia gagal mempersembahkan gelar juara yang sudah di depan mata. AC Milan yang mengalami kekalahan cukup memalukan dalam sejarah sepak bola.

Hari itu di final Liga Champions Eropa melawan Liverpool, wajahnya yang tampan harus ternoda dengan derai air mata. Sebenarnya Kaka tampil sangat baik. Ia menciptakan dua assist yang membawa Milan unggul 3-0 di babak pertama. Sayang, Liverpool bisa menyamakan skor dan bahkan memenangkan laga melalui adu penalti.

Seluruh skuat AC Milan, termasuk dirinya harus menahan amarah dan malu ketika dikalahkan secara "tidak wajar" oleh tim yang berasal dari tanah Britania.

Skuat AC Milan harus tertunduk setelah kalah dalam laga dramatis melawan Liverpool di Final Liga Champions 2005. (Sumber foto: Sportbible)
Skuat AC Milan harus tertunduk setelah kalah dalam laga dramatis melawan Liverpool di Final Liga Champions 2005. (Sumber foto: Sportbible)
Namun begitu, Kaka adalah seorang seniman yang menggambar sebuah karya di atas imajinasinya, permainan briliannya tampak semakin jelas di depan mata.

Dengan tekad dan semangat untuk bisa bangkit, Kaka bergegas menyiapkan sebuah pena, dan siap mengukir kenyataan yang diinginkan hati. Konsep kebahagiaan yang sudah tertanam di hatinya sukses membentuk sebuah karya yang akhirnya membuat para penikmat sepak bola mengakui kehebatannya.

Tahun 2007 Kaka mencapai puncak karier dan benar-benar menjadi idola. Barangkali itu akan selalu menjadi musim terbaiknya apabila dikenang.

Meski tidak mampu membawa Milan menjuarai Serie A, Kaka sukses mengantar tim berjuluk il Diavolo Roso menuju tangga juara Eropa yang ke-7 kalinya, di mana hingga hari ini belum mampu diraih lagi oleh klub (bahkan sekedar masuk zona Champions di peringkat akhir liga pun sulit).

Trofi Liga Champions Eropa menjadi panggung yang sempurna bagi Kaka. Berkat turnamen terbaik seantero Eropa itu, dia berhasil memperoleh gelar Ballon D'or, serta mengantar Milan meraih gelar Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antarklub.

Berkat kecerdasannya dalam menciptakan karya, dia begitu dicintai seorang pria di daratan Spanyol, Florentino Perez. Pemilik Real Madrid yang sedang gencar membangun Los Galacticos Jilid II, tidak lupa membawa Kaka sebagai pemain istimewa yang diharapkan menjadi idola di tanah ibu kota.

Ambisi Florentino Perez (belakang) membawa Kaka tertarik bergabung dengan Real Madrid pada 2009 (Denis Doyle/Getty Images via detik.com)
Ambisi Florentino Perez (belakang) membawa Kaka tertarik bergabung dengan Real Madrid pada 2009 (Denis Doyle/Getty Images via detik.com)
Pada tanggal 3 Juni 2009, Perez resmi menebus Kaka senilai 68 juta euro, atau setara 1,1 triliun rupiah kepada Milan. Kaka diresmikan kepada publik Bernabeu pada 30 Juni 2009, dan melakukan debut tidak resminya pada tanggal 7 Agustus 2009 dalam kemenangan 5-1 melawan Toronto FC di laga persahabatan.

Nahas, kariernya tak berjalan mulus di Spanyol. Dia banyak mengalami cidera dan terpinggirkan, terutama semenjak kedatangan pelatih Jose Mourinho dari Inter Milan. Kaka merasa dihancurkan dan dianggap sebagai pemain yang tidak berguna.

Meski gelar La Liga dan Copa del Rey berhasil dia dapatkan, tapi Kaka tidak benar-benar menjadi legenda di wilayah Andalusia.

Kaka sempat menghabiskan 4 musim di Real Madrid, tapi cedera lutut yang menghalanginya untuk bisa tampil 100%. Meski sudah menjalani operasi, cedera ini menjadi awal banyak masalah yang di alami Kaka. Salah satunya adalah masalah pada pinggang yang diakibatkan cedera lututnya.

Dokter yang menangani kaka pernah mengatakan, jika Kaka tidak mengalami masalah ini, maka dia akan sangat mungkin mendominasi selama 3-4 tahun setelah dia memperoleh penghargaan Ballon D'or.

Sebagai pelarian, Kaka kembali berseragam AC Milan. Namun seperti kisah yang biasa didengar, rumahnya dulu tidak seindah apa yang dia lihat sekarang. Masa-masa kejayaan Milan mulai runtuh, rekan-rekan seperjuangan sudah tidak ada lagi.

Pada 2014 kaka memutuskan pindah menuju Orlando City, meski masih tersisa 1 tahun kontrak di AC Milan.

Pada Desember 2017, setelah sempat menjadi bintang di Amerika, dia resmi melepas kariernya sebagai pemain sepak bola, dengan mewarisi sejumlah mahakarya yang tak terhingga. Kaka akan selalu dikenang sebagai pesepak bola paling sopan dan menawan, Happy Birthday Ricky!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun