Mohon tunggu...
Awang Setiawan
Awang Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Prof. Dr. Apollo Daito, SE., M.Si., Ak Nama : Awang Setiawan NIM : 46119010169

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2, Diskursus Gaya Kepemimpinan Catur Murti RMP Sastrokartono pada Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

12 November 2023   10:44 Diperbarui: 12 November 2023   10:44 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Awang Setiawan

NIM : 46119010169

Mata Kuliah Pendidikan Anti Kourpsi dan Etik UMB

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak. 

Riwayat Hidup

 R. M. P. Sosrokartono merupakan nama Raden Mas Panji Sosrokartono hanya sedikit individu yang mengetahui dalam diskursus kebangsaan, ke-Indonesian, ke-Islaman, maupun dalam pemikiran falsafah. Publik lebih banyak mengenal nama Raden Ajeng Kartini dibanding dengan mengenl R. M. P. Sosrokartono. Nama lengkapnya merupakan Raden Mas Panji Sosrokartono.   Dilahirkan di Mayong, Kabupaten Jepara pada hari Rabu Pahing tanggalan 10 April 1877 M, dan bertepatan pada tanggal 17 Rabi'ul Awwal 1297 H. Beliau merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara dari yaitu Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat dengan pasangannya Ngasirah, yang merupakan putri kyai Mudirono yang berasal dari Teluk Awur. R. M. Adipati Ario Samingoen merupakan putra ketiga dari P. A. Tjondronegoro IV yang pernah memimpin Kabupaten Kudus selama 21 tahun (1835-1856 M) dan juga memimpin Kabupaten Demak berlangsung selama 10 tahun (1856-1866). Jika ditarik pada masa lampau, maka Sosrokartono masih memiliki silsilah Dyah Kertawijaya, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Brawijaya (Raja Majapahit 1447- 1451).

Di dalam lingkungan, Sosrokartono memilik nama  panggilan dengan sebutan Kartono. Sosrokartono sendiri ialah kakak kandung dari sosok inisiasi pada emansipasi wanita Indonesia yang terkenal melalui karyanya "Habis Gelap Terbitlah Terang" ia merupakan Raden Ajeng Kartini. Mereka berdua sama-sama terlahir di Mayong, Jepara. Tiga adik perempuan Sosrokartono adalah Kartini, Kardinah, dan Roekmini. Di tahun 1988, saat Sosrokoartono memiliki usia 7 tahun, beliau menempuh pendidikan ke sekolah Europeesche Lagere School (E.L.S) merupakan sekolah yang dimiliki Belanda berada di Kabupaten Jepara. Adapun awalnya, sekolah E.L.S ini merupakan peruntukkan untuk anak-anak keturunan Belanda. Anak-anak bumi pertiwi bisa masuk ke sekolah tersebut jika terdapat bangku kosong. Yang bisa masuk hanya anak-anak bangsawandari bumi pertiwi yang dapat menempuh pendidikan di E.L.S. Sosrokartono terlahir dari keturunan bangsawan, memungkinkan beliau untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang hanya berisi oleh keturunan Belanda dan anak-anak keturunan bangsawan bumi pertiwi. Semangat dalam pencarian terhadap ilmu pengetahuan itu didasari pada pesan ayahandanya yang mengatakan: "Tanpa pengetahuan, kalian kelak tidak akan merasakan kebahagiaan dan dinasti kita akan makin mundur". Adapun tahun 1892, Sosrokartono dapat menyelesaikan pendidikan di E.L.S dengan nilai Bahasa Belanda yang tinggi. Hal itulah merupakan suatu hal yang melatarbelakangi Sosrokartono diterima dan dapat melanjutkan studinya ke Hogere Burger School (H.B.S) terlekat Semarang. H.B.S sendiri, hanya terdapat 3 dikota di seluruh Indonesia. Yaitu, Batavia (Jakarta), Surabaya, terdapat juga di Semarang. Adapun tahun 1897, Sosrokartono dapat menyelesaikan pendidikannya dari H.B.S dengan predikat nilai yang tinggi.

Pada tahun ke-1898, beliau melanjutkan pendidikannya ke Belanda. Dia masuk pada sekolah Teknik Sipil yang memiliki nama Polytechnische School, di Kota Delft, Belanda. Dengan harapan, kelak jika dia lulus, dia bisa membantu upaya dalam peningkatan penggunaan air untuk meningkatkan pertanian di Kabupaten Demak. Pada saat itu Kota Demak merupakan salah satu penghasil beras terbesar di Pulau Jawa. Selama dua tahun menjadi mahasiswa Teknik Sipil di Delft, Sosrokartono mengambil keuputusan untuk keluar dari jurusan tersebut karena merasa tidak  ada kecocokan dengan jurusan tersebut. Dia merasa bakatnya bukan di bidang Teknik pengairan, melainkan ada pada Bahasa dan Sastra sehingga dia memutuskan untuk pindah ke Faculteit Letteren en Wijsbegeerte (Fakultas Bahasa-Bahasa Ketimuran) di Universitas Leiden, Belanda. Agar menjadi mahasiswa pada Universitas Leiden Belanda, Sosrokartono harus terlebih dahulu dapat melalui ujian yang diadakan oleh negara. Bahasa yang digunakan dalam ujian tersebut merupakan bahasa Latin, dan Yunani. Dalam jangka waktu belajar di HBS, Sosrokartono tidak pernah mempelajari mata pelajaran tersebut. Dengan tekad dan kemampuan Sosrokartono, dalam waktu yang tidak lebih 6 bulan, Sosrokartono dapat menguasai kedua bahasa klasik tersebut. Sosrokartono adalah mahasiswa Indonesia pertama yang bisa melanjutkan pendidkan ke negeri Belanda. Dia lulus pada tahun 1901 dengan mendapat gelar Doctorandus in de Oosterche Talen (Doktor dalam bidang Bahasa). Dia dapat menguasai 44 bahasa, adapun rinciannya 9 bahasa Asing Timur, 17 bahasa Asing Barat, dan 18 bahasa Daerah. Setelah selesai masa pendidikan dari Universitas Leiden, Sosrokartono memilih lanjutkan karir di Eropa dengan menjadi koresponden The New York Herald. Langkah awal inilah yang menajdikan Sosrokartono menjadi diketahui di tataran dunia Internasional dengan menjadi wartawan perang dunia ke-I, ahli bahasa, dan menjadi penerjemah di Persekutuan Bangsa Bangsa (PBB).

Pada tahun 1925, dia memutuskan untuk balik ke Indonesia. Tetapi, kehidupan seorang Sosrokartono di negerinya sendiri mengalami keterbalikan dengan saat pada hidup di Eropa. Banyak petinggi pemerintah kolonial Hindia Belanda yang tidak menyukainya bahkan sampai membenci dan mewaspadainya, karena pihak Belanda dapat mengenali bahwa Sosrokartono bukanlah orang sembarangan. Beberapa kali Sosrokartono mendapat tawaran pekerjaan di pemerintahan, namun dia selalu menolak tawaran tersebut. Karena Sosrokartono ingin bekerja untuk memajukan rakyat tidak harus meminta belas kasihan pada pemerintah kolonial Belanda.

Di Bandung, dia mendirikan Yayasan bernama Dar-Oes-Salam merupakan tempat pengobatan untuk membantu rakyat kecil. Di sini juga dia menyebut dirinya sebagai Mandhor Klungsu (Biji Asam), dan Joko Pring (Perjaka Bambu).

Mandhor Klungsu yang berarti, mandor merupakan kepala regu atau pengawas, dan mandor bukanlah pemilik tetapi loyalitas kepada yang memiliki kehidupan (Tuhan atau Tuan) yang bertugas mengawasi atas perintah dari atasan, dan memiliki tanggung jawab kepada atasan, contohnya jika atasan memerintahkan untuk  korupsi menggunakan uang masyarakat atau berbohong ketika pemilihan ketua desa, itu merupakan tindakan yang tidak benar bukan ? maka hal yang harus dilakukan adalah mengikuti kata Tuhan kita, walaupun harus mengikuti perintah atasan tetapi mandor yang seharusnya individu takuti merupakan Tuhan, karena Tuhan merupakan mandor tertinggi, namun jika individu tidak beragama tidak apa - apa cukup ikuti kata hati kamu saja, karena bawahan tidak pernah salah. Sedangkan klungsu merupakan biji asam, Sosrokartono memiliki keinginan menjadi seperti biji buah asam, yang semua bagiannya bermanfaat, kokoh, rindang dapat meneduhkan. Tugas sebagai mandor merupakan "Namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggakan dhateng gusti" yang memiliki arti "Hanya mencari segala hal yang baik, lalu semuanya kupersembahkan kepada Tuhan". Dia juga memiliki konsep yang disebut Ilmu Catur Murti, sebuah falsafah hidup yang digunakan sebagai pegangan untuk menjalankan tujuan hidupnya sebagai seorang hamba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun