Mohon tunggu...
Awang Azhari
Awang Azhari Mohon Tunggu... Jurnalis -

menggugat diri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Janji Jokowi dan Kejayaan Nusantara

15 April 2016   22:22 Diperbarui: 15 April 2016   23:34 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*Terjajah Oleh Kolonialisme Budaya

Kita sering bertanya-tanya mengapa negara sebesar dan sekaya ini begitu lambat maju, bahkan sebagian berfikir beberapa tingkat kita tertinggal dari negara serumpun dan satu ras, Malaysia, Brunai terlebih Singapura.

Jawabannya, karena kita cukup lama di bawah hegemoni kolonialisme. Setelah 300 tahun lebih kemudian merdeka di 17 Agustus 1945, tak serta merta kita merdeka baik dari segi ekonomi maupun budaya.

Bahkan semakin ke sini, kita semakin terjajah oleh kolonialisme budaya. Sebagai orang Indonesia yang punya tata budayanya sendiri justru masyarakatnya ada yang arabisme.

Catatan untuk kita, bahwa arabisme bukanlah Islamisme karena banyak non muslim yang juga berbudaya arab. Arabisme tanpa ragu menggerus budaya nusantara.

Bukan hanya arabisme, kita juga diserang oleh budaya barat yang semakin tak karuan, dampak dari budaya barat ini menciptakan karakter konsumtif dan hedonis. Ini tak juga lepas dari kepentingan kapitalis sebagai produsen.

Sejalan dengan itu, secara ekonomi kita juga belum merdeka dengan penuh. Faktanya kita masih bergantung dengan ekonomi global. Di saat banyak negara menyetop pembelian bahan baku karet, kita gelabakan hingga harga karet di tingkat petani berada pada titik nadir.

Kita dengan segala potensi yang ada belum mampu menciptakan pasar untuk produknya sendiri. 

Tak sampai di sana, kondisi ini membuat ekonomi kita semakin terjajah karena banyak potensi sumber daya alam dikuasai oleh asing. (*)

*Belajar Dari Kerajaan Sriwijaya

Menilik dari keterpurukan yang terjadi, sepertinya selama ini kita salah dalam menjalankan konsep sebuah negara kepulauan.

Kita sebagai negara dengan luas laut lebih besar dibanding darat justru memaksakan diri untuk hanya menjadi negara agraris. Indonesia dicabut dari jati dirinya sebagai negara kepulauan.

Perlu diingat, bahwa panjang pantai kita 99. 000 kilo meter dengan jumlah pulau mencapai 13.466 (nasionalgeografic.com).

Indonesia merupakan negara terluas ke empat di dunia dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut mencapai 5,8 juta kilo meter.

Tapi selama ini kita seolah tidak sadar dengan potensi itu. 

Digiring jauh melampaui sejarah beberapa abad silam, tanah Indonesia diduduki oleh peradaban yang sangat maju.

Ada kerajaan Sriwijaya yang mengedepankan trading atau perdagangan. Sriwijaya dengan memanfaatkan laut sebagai akses perdagangan menjadikan kerajaan ini sangat maju di zamannya.

Dengan laut bahkan Sriwijaya bisa menciptakan kekuatan yang sangat luas, dikutip dari Wikipedia, peta Sriwijaya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.

Kemudian Majapahit, siapa yang tidak tahu dengan kerajaan besar bahkan menguasai sebagian Nusantara ini.

Mereka menjadi sangat besar saat memiliki angkatan laut yang kuat, sehingga mampu memperluas wilayah kekuasaan.

Menurut Negarakertagama, kekuasaan terbentang di Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan hingga Indonesia Timur.

Selain kerajaan, kita kita memiliki suku-suku yang menyatu dengan laut, ada bugis yang sudah sejak lama dikenal sebagai pelaut karena mereka memiliki sistem navigasi yang sangat baik.

Selanjutnya ada Mandar yang sudah sejak lama memiliki hukum laut, hal yang tak dimiliki bangsa lain.

Indonesia juga memiliki suku Bajau, di mana masyarakat Bajau tidak bisa berpisah dengan laut atau telah 'kawin' dengan laut. (*)

*Membelakangi Laut Hingga Tanam Paksa

Kekuatan maritim berbagai kerajaan Nusantara kemudian secara perlahan mengendor, kita mulai membelakangi laut di zaman kerajaan Mataram kuno. Kerajaan ini memiliki orientasi ke daratan dengan membangun basis pertanian.

Namun demikian kerajaan ini lambat laun menjadi sangat tertutup, kemudian mulai tercipta feodalisme dan terkesan statis.

Kondisi ini semakin buruk setelah Belanda menginjakkan kaki di bumi pertiwi. Mereka mulai melakukan penghancuran terhadap kerajaan-kerajaan pesisir yang memiliki basis maritim.

Kemudian secara bertahap menciptakan kultur stelsel atau tanam paksa terhadap masyarakat pribumi. Belanda juga melakukan pelarangan perdagangan laut terhadap masyarakat lokal.

Ini berjalan hingga kemerdekaan, namun yang tercipta pasca kemerdekaan kita ternyata masih membelakangi laut.

Terlebih orde baru sebagai penguasa cukup lama memiliki utopis dari kerajaan Mataram kuno, padahal mereka sadar bahwa Indonesia ini 70 persen laut dan hanya 30 persen darat atau 2/3. Selama itu nelayan menjadi mangsa dari aparat bangsanya sendiri.

Karena kita tidak berorientasi ke laut, akhirnya terjadi eksploitasi besar-besaran tanpa kontrol terhadap kekayaan laut kita oleh swasta dan asing.

Tindakan ilegal atau tanpa mengikuti aturan menjadi praktik kasat mata di lautan, ada yang legal namun tindakan mereka melebihi dari yang diatur.

Unregulated fishing juga menjadi praktik hari-hari, pencurian kekayaan laut Indonesia dilakukan pihak luar dengan cara menggunakan kapal berbendera Indonesia.

Bahkan pernah terdata dari 7000 kapal penangkap ikan di laut Indonesia, 70 persen milik asing. Terakhir di 2015 Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti mengungkap kerugian negara akibat ilegal fishing mencapai Rp 3000 triliun atau satu kali APBN (Kompas.com). Angka yang tak jauh berbeda diungkap Sri Mulyani di mana kerugian negara akibat ilegal fishing mencapai USD 20 miliar.

Praktik eksploitasi juga dilakukan secara serampangan, seperti dengan cara blase fishing atau mengebom sampai menggunakan trawl.

Kita benar-benar lupa bahwa kekayaan Indonesia sebenarnya adalah laut.

Potensi perikanan Indonesia 65 juta ton per tahun atau terbesar di dunia (bibitikan.com), selain itu kualitas ikan kita sangat tinggi dengan protein paling aman, memiliki omega 3 dan tidak ada kolesterol. Tapi dikutip dari academia.edu faktanya ternyata masyarakat Indonesia kurang mengkonsumsi ikan.

Kemudian terumbu karang, di laut Indonesia terdapat 450 jenis terumbu karang. Sebagian besar tak mendapat perawatan secara penuh karena selama ini fokus kita bukan laut, padahal memiliki potensi besar menanggulangi global warming.

Potensi rumput laut tak kalah besar, jika dikelola dengan baik maka Indonesia bisa menjadi pemasok terbesar bahan baku rumput laut.

Diketahui bahwa rumput laut berguna untuk kosmetik, farmasi, makanan, pelapis tahan panas bahkan untuk kebutuhan industri bio teknologi.

Sebagai negara kepulauan kita juga memiliki potensi mangrove, berfungsi untuk habitat ikan dan penangkal abrasi.

Potensi wilayah pesisir juga sangat besar seperti gas bumi dan minyak. Kemudian Indonesia kita kaya akan energi kelautan dengan adanya pasang surut yang bisa digunakan untuk energi listrik.

Begitu juga potensi energi dari gelombang, angin dan OTEC (oecan thermal energi convertion) atau energi laut yang sudah dikembangkan di Jepang.

Tak sampai di sana, laut juga menyuguhkan potensi pariwisata yang jika dieksplore serius maka meningkatkan jumlah wisatawan, sehingga muncul pusat pertumbuhan ekonomi baru dan menambah devisa negara.

Laut juga penyuguhkan potensi perhubungan, jika dimanfaatkan secara penuh maka Indonesia terhubung juga secara penuh antar pulau sehingga menciptakan stabilitas ekonomi dan menjaga harga kebutuhan di tengah-tengah masyarakat. Perlu menjadi catatan tingginya harga kebutuhan di Papua atau sebagian Indonesia Timur karena sulitnya akses, padahal kita punya laut.

Maka perlu membangun paradigma bahwa laut bukanlah menjadi pemisah, justru lautlah yang menjadi pemersatu.

Kita juga memiliki potensi pelabuhan yang sangat luarbiasa, tapi kini Indonesia masih kalah dari Singapura dalam pemanfaatan pelabuhan.

Dari semua potensi yang ada, sayang jumlah penduduk miskin di kawasan pesisir masih sangat besar mencapai 32,4 persen, persentase penduduk miskin pesisir hampir dua kali lipat dari persentase penduduk miskin total Indonesia yang berjumlah 16,8 persen (kompas.com).

Soal tingkat pendidikan masyarakat pesisir juga terpinggirkan, di Kuala Tungkal Provinsi Jambi terdapat suku Duano yang menggantungkan kehidupan dengan hasil nelayan, sampai akhir 2015 dari hampir 500 kepala keluarga (KK) tak terdapat satupun masyarakat Suku Duano yang menikmati jenjang perguruan tinggi, bahkan sangat sedikit dari mereka yang lulus SMA.

Padahal dengan seluruh potensi yang ada, kita harus menyadari Indonesia akan lebih besar dan kaya jika kembali berorientasi ke laut.

Hanya dari ikan saja kita bisa menutupi APBN tentu tanpa perlu hutang luar negeri karena Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tak sanggup memenuhi APBN. Apalagi jika seluruh potensi yang ada di laut termanfaatkan.

Masalah yang ada inii tentu harus menjadi evaluasi pemerintah. Kita mendapat angin segar ketika Presiden Jokowi saat kampanye menegaskan bahwa Indonesia harus menjadi poros maritim dunia.

Hampir dua tahun pemerintahan Jokowi, kita dipertontonkan dengan beberapa komitmen yang memang dijalankan untuk menyelamatkan laut Nusantara, seperti penenggelaman kapal ilegal.

Tentunya kita berharap tindakan nyata untuk menjadikan Indonesia negara maritim lebih luas lagi dan tak sebatas menenggelamkan kapal ilegal walau itu sudah sangat luarbiasa.

Kita berharap orientasi pembangunan yang kini masih continental base (berdasar pada luas daratan) menjadi maritim base. Menciptakan law inforcement kemudian adanya koordinasi antar stakeholder. (Awang Azhari)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun