Selanjutnya ada Mandar yang sudah sejak lama memiliki hukum laut, hal yang tak dimiliki bangsa lain.
Indonesia juga memiliki suku Bajau, di mana masyarakat Bajau tidak bisa berpisah dengan laut atau telah 'kawin' dengan laut. (*)
*Membelakangi Laut Hingga Tanam Paksa
Kekuatan maritim berbagai kerajaan Nusantara kemudian secara perlahan mengendor, kita mulai membelakangi laut di zaman kerajaan Mataram kuno. Kerajaan ini memiliki orientasi ke daratan dengan membangun basis pertanian.
Namun demikian kerajaan ini lambat laun menjadi sangat tertutup, kemudian mulai tercipta feodalisme dan terkesan statis.
Kondisi ini semakin buruk setelah Belanda menginjakkan kaki di bumi pertiwi. Mereka mulai melakukan penghancuran terhadap kerajaan-kerajaan pesisir yang memiliki basis maritim.
Kemudian secara bertahap menciptakan kultur stelsel atau tanam paksa terhadap masyarakat pribumi. Belanda juga melakukan pelarangan perdagangan laut terhadap masyarakat lokal.
Ini berjalan hingga kemerdekaan, namun yang tercipta pasca kemerdekaan kita ternyata masih membelakangi laut.
Terlebih orde baru sebagai penguasa cukup lama memiliki utopis dari kerajaan Mataram kuno, padahal mereka sadar bahwa Indonesia ini 70 persen laut dan hanya 30 persen darat atau 2/3. Selama itu nelayan menjadi mangsa dari aparat bangsanya sendiri.
Karena kita tidak berorientasi ke laut, akhirnya terjadi eksploitasi besar-besaran tanpa kontrol terhadap kekayaan laut kita oleh swasta dan asing.
Tindakan ilegal atau tanpa mengikuti aturan menjadi praktik kasat mata di lautan, ada yang legal namun tindakan mereka melebihi dari yang diatur.