Jantungku berdebar. Apakah dia akan membicarakan komitmen yang lebih serius? "Ya, Rina. Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyaku sambil menatapnya dalam-dalam.
"Aku ingin kita lebih serius. Aku mencintaimu, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Bagaimana kalau kita membahas pernikahan?"
Keterkejutanku tak bisa kutahan. Hatiku melompat kegirangan. "Aku juga mencintaimu, Rina! Aku ingin kita menikah. Aku sudah memikirkan ini sejak lama."
Kami berpelukan erat, merasakan kebahagiaan yang mengalir di antara kami. Rina menatapku dengan penuh harap, dan saat itu aku tahu, kami sudah siap melangkah ke babak baru dalam hidup kami.
Setelah beberapa bulan merencanakan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Kami mengundang keluarga, sahabat, dan rekan kerja. Di hadapan orang-orang terkasih, kami berdua mengucapkan janji suci untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain dalam suka dan duka.
Pernikahan kami bukan hanya tentang dua individu yang saling jatuh cinta, tetapi juga tentang komitmen untuk menghadapi setiap tantangan bersama. Aku dan Rina berjanji untuk menjaga kepercayaan, cinta, dan dukungan dalam setiap langkah yang kami ambil.
Setelah acara selesai, saat kami berjalan keluar dari gedung, tanganku menggenggam erat tangan Rina. Di luar, suasana malam yang cerah menyambut kami. Semua orang bertepuk tangan dan bersorak.
"Pacarku adalah atasanku," bisikku dalam hati, "dan kini dia adalah istriku."
Kami saling menatap, tersenyum penuh arti. Dengan segala rintangan yang telah kami hadapi, aku yakin bahwa cinta kami akan selalu menjadi kekuatan terkuat yang membawa kami melewati setiap perjalanan hidup. Dan sekarang, sebagai suami istri, kami siap menjelajahi masa depan bersama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H