Maya menoleh kepadaku dengan tatapan penuh perhatian. Aku merasakan ketegangan di udara, dan aku tahu saatnya telah tiba.
"Apa yang ingin kamu katakan?" tanyanya lembut.
"Sejak kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang spesial antara kita," lanjutku dengan hati-hati. "Aku tahu mungkin kita baru saling mengenal, tapi perasaan ini tidak bisa aku abaikan lagi. Aku menyukaimu, Maya. Tidak hanya sebagai teman, tapi lebih dari itu. Aku ingin kita bisa lebih dari sekedar teman."
Maya terdiam sejenak, dan aku merasa seakan waktu berhenti. Jantungku berdetak sangat kencang, dan aku tidak bisa membaca ekspresinya. Matanya menatap jauh ke depan, dan suasana sepertinya tiba-tiba terasa hening.
"Aku... aku tidak tahu harus berkata apa," akhirnya dia berbicara dengan suara lembut. "Ini datang agak tiba-tiba bagiku, Arjuna."
Aku merasa sedikit kecewa, tetapi aku mencoba untuk tetap tenang. "Aku mengerti," kataku, "mungkin aku terlalu terburu-buru. Aku hanya ingin kamu tahu apa yang kurasakan."
Dia tersenyum lembut. "Aku menghargai kejujuranmu, Arjuna. Sebenarnya, aku juga merasakan sesuatu untukmu, tapi aku belum benar-benar siap untuk menjalin hubungan."
"Tidak apa-apa," jawabku. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar menyukaimu. Aku siap menunggu, jika kamu mau memberi kesempatan."
Maya terlihat merenung sejenak sebelum akhirnya berkata, "Terima kasih sudah mengatakan ini kepadaku. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Mungkin kita bisa terus berteman dan melihat ke mana arah ini berjalan."
Aku mengangguk dengan penuh pengertian. "Tentu saja, Maya. Aku akan menunggu. Apapun yang kamu butuhkan, aku akan ada di sini."
Kami menghabiskan beberapa saat berikutnya dengan berbicara tentang hal-hal ringan, mencoba untuk menghilangkan ketegangan dari percakapan kami. Malam itu, meskipun aku tidak mendapatkan jawaban yang aku harapkan, aku merasa lega karena telah mengungkapkan perasaanku. Maya pun tampak lebih nyaman dan senang menghabiskan waktu bersama.