"Ini sudah melewati batas!" serunya. "Apakah kalian semua ingin melihat desa kita hancur hanya untuk mendapatkan sedikit uang?"
Warga desa mulai merasa cemas. Ketegangan semakin meningkat ketika beberapa orang mulai mengancam untuk keluar dari desa jika pembangunan pabrik tidak dilanjutkan, sementara yang lain menyarankan agar Evi dan Rijal menyelesaikan perselisihan mereka di luar pertemuan desa.
Pak Kurniawan, sebagai kepala desa yang bijaksana, memutuskan untuk berbicara
"Teman-teman," kata Pak Kurniawan, "kita semua berada di sini karena kita mencintai desa ini. Mari kita berhenti bertengkar dan mulai mencari cara agar semua orang bisa puas dengan keputusan kita."
Setelah berjam-jam berdiskusi, akhirnya sebuah kesepakatan dicapai. Pembangunan pabrik akan dilanjutkan, tetapi dengan beberapa syarat: pabrik harus memenuhi standar lingkungan yang ketat, dan ada komitmen dari pihak pengembang untuk mendukung pelestarian tradisi desa. Sebagian dari keuntungan pabrik akan dialokasikan untuk kegiatan budaya dan pelestarian situs-situs bersejarah.
Evi dan Rijal akhirnya bisa berbicara dengan lebih tenang. Evi mengakui bahwa perubahan memang tidak bisa dihindari, tetapi Rijal juga memahami bahwa tradisi dan budaya adalah bagian penting dari identitas desa.
Kompromi ini tidak menyelesaikan semua masalah, tetapi setidaknya memberikan jalan tengah bagi semua pihak yang terlibat. Pabrik dibangun dengan berbagai peraturan yang menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian tradisi. Desa Suka Makmur tetap melanjutkan kebiasaannya, dengan upacara adat dan perayaan yang tetap dijaga, sambil menyambut peluang baru yang datang dari pabrik.
Seiring berjalannya waktu, Desa Suka Makmur mulai menunjukkan perubahan yang perlahan-lahan membaik. Pabrik yang dibangun di pinggir desa mulai beroperasi, dan kehidupan baru mulai menyelimuti desa yang tenang itu. Namun, perubahan ini tidak datang tanpa tantangan. Evi masih sering berjalan-jalan di kebun dan mengurus tanaman-tanamannya, tapi kini ada suasana baru di matanya.
Dia melihat anak-anak desa yang dulu hanya bermain di halaman, kini mulai membantu orang tua mereka dengan pekerjaan di pabrik. Meskipun awalnya enggan, Evi mulai merasakan dampak positif dari kehadiran pabrik tersebut.
Suatu hari, Rijal mendatangi kebun Evi dengan niat baik. Dia membawa sekeranjang buah-buahan dari pabrik sebagai tanda terima kasih.
"Ibu Evi," katanya dengan senyum, "ini dari kami di pabrik. Kami ingin mengucapkan terima kasih atas semua pengertian dan kerjasamanya selama ini."