Dia menghela napas panjang sebelum menjawab. "Maya... dia meninggalkanku."
Kata-kata itu menghantamku seperti pukulan yang tak terduga. "Apa yang terjadi?"
Fandi menunduk, tampak sangat terpukul. "Maya mengatakan bahwa dia masih bingung dengan perasaannya. Dia merasa bersalah karena telah menyakiti perasaan kita berdua, dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Dia bilang dia butuh waktu sendiri, untuk menemukan apa yang benar-benar dia inginkan."
Aku terdiam, mencoba mencerna informasi yang baru saja kudengar. Maya pergi? Seluruh pikiranku kacau. Di satu sisi, aku merasakan kesedihan mendalam untuk Fandi, yang sekarang mengalami kehilangan yang sama seperti yang pernah kualami. Di sisi lain, ada perasaan egois yang muncul, bahwa mungkin ini adalah kesempatan bagi kami berdua untuk sembuh dari luka yang telah tergores.
"Aku tak tahu harus berkata apa, Fandi," ucapku akhirnya. "Aku juga merasa kehilangan Maya, meskipun dengan cara yang berbeda."
Fandi menatapku dengan mata penuh kesedihan. "Arman, aku tahu kita berdua terluka oleh situasi ini. Tapi, aku harap kita bisa tetap menjadi teman, seperti dulu."
Aku mengangguk, meskipun hatiku masih terasa berat. "Aku juga berharap begitu, Fandi."
Waktu terus berjalan, dan aku mencoba untuk melanjutkan hidupku. Aku dan Fandi tetap berteman, meskipun ada sesuatu yang selalu terasa berbeda sejak kejadian itu. Maya, di sisi lain, benar-benar menghilang dari kehidupan kami. Tidak ada pesan, tidak ada kabar. Dia seolah-olah menghilang dari muka bumi, meninggalkan jejak luka yang dalam pada kami berdua.
Namun, dalam keheningan yang dia tinggalkan, aku mulai menyadari sesuatu. Cinta segitiga ini, meskipun telah menghancurkan kami, juga memberi kami pelajaran yang berharga. Aku belajar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan, dan terkadang, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah melepaskan orang yang kita cintai, agar mereka bisa menemukan kebahagiaan mereka sendiri.
Suatu hari, setelah berbulan-bulan mencoba mencari makna dari semua yang terjadi, aku duduk di tepi danau kampus, merenungi semuanya. Dalam keheningan itu, aku merasa ada beban yang terangkat dari dadaku. Aku menyadari bahwa aku tak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku harus melangkah maju, meskipun itu berarti meninggalkan kenangan tentang Maya di belakang.
Aku memutuskan untuk lebih fokus pada diriku sendiri dan hubungan baruku dengan Laila. Meskipun awalnya sulit, aku berusaha sepenuh hati untuk memberikan yang terbaik dalam hubungan kami. Aku ingin memastikan bahwa aku tidak lagi terjebak dalam drama cinta segitiga yang menghancurkanku sebelumnya.