Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Horor

Malam Minggu yang Mengerikan

11 Agustus 2024   00:10 Diperbarui: 11 Agustus 2024   00:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar:https://pixabay.com)

Di sebuah desa kecil yang terpencil, hidup seorang pemuda bernama Razaq. Setiap akhir pekan, Razaq menghabiskan malam minggunya bersama teman-temannya di warung kopi dekat rumah. Malam minggu itu tidak berbeda, kecuali bahwa suasana terasa lebih dingin dari biasanya. Angin bertiup kencang, membawa kabut tebal yang menyelimuti desa.

Di warung, Razaq dan teman-temannya sedang asyik berbincang tentang cerita-cerita horor yang pernah mereka dengar. Suasana semakin mencekam ketika Pak Slamet, pemilik warung, mulai bercerita tentang kejadian aneh yang sering terjadi di sekitar desa saat malam minggu.

"Dulu, ada seorang wanita bernama Ratih yang sering menunggu kekasihnya di persimpangan jalan desa ini. Mereka berjanji untuk bertemu setiap malam minggu. Namun, pada suatu malam yang berkabut seperti ini, Ratih ditemukan tewas di persimpangan jalan itu. Tubuhnya tergeletak kaku dengan wajah yang penuh ketakutan," cerita Pak Slamet dengan nada serius.

Teman-teman Razaq mendengarkan dengan seksama, sementara Razaq merasa cerita itu hanya mitos belaka. "Ah, itu cuma cerita lama, Pak Slamet. Jangan bikin kita takut," ujar Razaq sambil tertawa kecil.

Pak Slamet hanya tersenyum tipis dan berkata, "Hati-hati, Nak. Jangan pernah meremehkan hal-hal yang tak terlihat."

Setelah mendengar cerita itu, suasana menjadi sedikit tegang. Beberapa teman Razaq mulai merasa tak nyaman dan memutuskan untuk pulang lebih awal. Razaq, yang tidak percaya pada cerita-cerita semacam itu, memilih untuk tinggal lebih lama. Namun, ketika warung hampir tutup, Razaq pun akhirnya memutuskan untuk pulang.

Razaq berjalan sendirian melewati jalan setapak yang gelap dan sepi. Kabut semakin tebal, membuat pandangannya terbatas. Suara angin yang berdesir di antara pepohonan menambah kesan menyeramkan. Meskipun merasa ada yang tidak beres, Razaq terus berjalan dengan santai.

Tiba-tiba, di tengah jalan, Razaq merasa ada yang mengikuti dari belakang. Dia menoleh, tetapi tidak melihat apa-apa selain kabut tebal. "Mungkin cuma perasaanku saja," pikir Razaq, berusaha menenangkan diri.

Namun, semakin jauh dia berjalan, semakin jelas suara langkah kaki yang mengikuti. Langkah itu terdengar berat dan menyeret, seolah seseorang atau sesuatu berjalan tepat di belakangnya. Jantung Razaq mulai berdetak lebih cepat. Dia mencoba mempercepat langkahnya, tetapi suara langkah itu tetap mengikuti dengan irama yang sama.

Razaq memberanikan diri menoleh lagi, dan kali ini dia melihat bayangan samar-samar dari sosok perempuan di tengah kabut. Wajahnya pucat dengan mata yang menatap tajam ke arahnya. Tubuh Razaq membeku seketika. Dia mengenali wajah itu sebagai sosok Ratih, wanita yang diceritakan Pak Slamet tadi.

Dengan panik, Razaq mulai berlari secepat mungkin. Namun, semakin cepat dia berlari, semakin dekat sosok itu mengikutinya. Nafasnya mulai tersengal-sengal, sementara tubuhnya terasa lemas. Dia tidak tahu ke mana harus lari, karena jalan setapak itu tampak tidak berujung, seolah dia hanya berputar-putar di tempat yang sama.

Ketika dia hampir mencapai persimpangan jalan desa, Razaq merasa ada sesuatu yang mencengkram bahunya. Dia berhenti seketika, tubuhnya gemetar hebat. Dengan perlahan, dia menoleh ke belakang dan melihat wajah Ratih yang semakin mendekat, dengan senyum yang mengerikan.

"Kau... datang... untukku..." bisik sosok itu dengan suara parau yang nyaris tak terdengar.

Razaq mencoba berteriak, tetapi suaranya terhenti di tenggorokan. Dia merasa kakinya tidak bisa bergerak, seolah terperangkap dalam cengkeraman dingin yang tak terlihat. Wajah Ratih semakin mendekat, dan Razaq bisa merasakan napas dingin yang mengalir ke kulitnya.

"Jangan... takut..." sosok itu berkata lagi, kali ini lebih dekat, sampai Razaq bisa merasakan desiran napasnya di telinganya.

Razaq merasa seperti seluruh energinya tersedot keluar dari tubuhnya. Pandangannya mulai kabur, dan dia jatuh tersungkur ke tanah. Dunia di sekitarnya berputar, dan suara-suara aneh bergema di telinganya, seolah-olah dia terperangkap dalam mimpi buruk yang tak berujung.

Ketika dia mulai kehilangan kesadaran, Razaq melihat sosok Ratih menghilang perlahan di tengah kabut, meninggalkan senyum yang menyeramkan. Tubuhnya terasa semakin ringan, dan matanya terpejam dengan sendirinya.

Pagi harinya, warga desa menemukan Razaq tergeletak di persimpangan jalan dengan kondisi tubuh yang sangat lemah. Dia ditemukan oleh Pak Slamet, yang kebetulan lewat saat hendak membuka warungnya. Razaq segera dibawa ke rumah sakit terdekat.

Ketika Razaq siuman, dia menceritakan apa yang terjadi semalam. Namun, dokter dan perawat hanya menganggapnya sebagai halusinasi akibat kelelahan dan tekanan mental. Mereka mengatakan bahwa Razaq mungkin hanya terjebak dalam ketakutan setelah mendengar cerita horor dari Pak Slamet.

Namun, Razaq tahu betul apa yang dia lihat dan rasakan. Wajah Ratih terus menghantuinya, bahkan setelah dia kembali ke rumah. Setiap malam minggu, Razaq tidak pernah berani keluar rumah lagi. Dia mengurung diri di dalam kamar, berusaha melupakan pengalaman mengerikan itu.

Tetapi, meskipun dia berusaha melupakan, bayangan Ratih tetap menghantui pikirannya. Setiap kali malam minggu tiba, Razaq merasa ada yang mengawasinya dari kegelapan. Dan suara langkah kaki yang berat itu, suara yang menyeret dan mengerikan, terus terdengar di telinganya.

Razaq akhirnya menyadari bahwa malam minggu itu bukan sekadar malam biasa. Itu adalah malam di mana kegelapan datang menghampiri, membawa serta bayangan-bayangan masa lalu yang tak pernah bisa dilupakan.

Razaq menjalani hari-harinya dengan ketakutan yang tak kunjung hilang. Meski berusaha menjalani rutinitas seperti biasa, bayangan sosok Ratih terus menghantui pikirannya. Setiap kali malam minggu tiba, kecemasan Razaq memuncak. Suara langkah kaki yang menyeret itu, yang hanya ia dengar saat malam minggu, kini bahkan mulai terdengar di siang hari. Suara itu tak pernah jauh, selalu dekat, seolah-olah sosok itu menunggu waktu yang tepat untuk kembali.

Teman-teman Razaq mulai menyadari perubahan yang terjadi padanya. Ia menjadi pendiam dan sering melamun. Mereka mencoba mengajaknya keluar rumah, tetapi Razaq selalu menolak dengan alasan yang tak jelas. Bahkan ketika mereka memaksa, Razaq hanya akan mengurung diri di kamarnya, seakan-akan ada sesuatu yang ia takutkan di luar sana.

Suatu malam minggu, ketika Razaq tengah mencoba tidur lebih awal, suara langkah kaki itu kembali terdengar, lebih keras dari biasanya. Suara itu bergema di seluruh rumah, seolah-olah sosok itu sedang berjalan-jalan di dalamnya. Jantung Razaq berdebar kencang, dan keringat dingin mengalir di dahinya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya, tetapi suara itu semakin mendekat.

Tiba-tiba, suara langkah itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya. Razaq menahan napas, berharap suara itu akan pergi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Perlahan, pintu kamar Razaq berderit terbuka, dan di balik pintu yang sedikit terbuka itu, ia melihat bayangan sosok Ratih berdiri diam, menatapnya dengan mata kosong yang mengerikan.

"Kenapa... kamu kembali...?" Razaq berbisik ketakutan, tubuhnya gemetar hebat.

Sosok Ratih tidak menjawab, tetapi wajahnya mulai berubah. Senyum yang tadinya samar kini berubah menjadi senyum lebar yang menyeramkan. Langkah kaki itu kembali terdengar, dan kali ini semakin mendekat ke tempat tidur Razaq. Razaq ingin berteriak, ingin lari, tetapi tubuhnya terasa kaku, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahannya.

Ratih berhenti tepat di samping tempat tidur Razaq. Tangan pucatnya terulur ke arah Razaq, dengan jari-jari yang panjang dan kurus. Razaq mencoba menghindar, tetapi tak ada tempat untuk lari. Tangan itu akhirnya menyentuh kulitnya, dan sentuhan itu terasa sangat dingin, seperti menyentuh es yang membakar.

"Kenapa kamu takut?" suara Ratih terdengar seperti bisikan angin yang dingin. "Aku hanya ingin kamu menemaniku... selamanya..."

Razaq merasa seluruh tubuhnya mulai membeku, dan pandangannya semakin kabur. Di antara ketakutannya, ia mendengar suara-suara aneh, seperti bisikan-bisikan dari dunia lain yang memanggil namanya. Ruangan di sekitarnya mulai berubah, dinding-dindingnya memudar menjadi bayangan, dan Razaq merasakan dirinya tertarik ke dalam kegelapan yang semakin dalam.

Namun, saat Razaq hampir menyerah pada kegelapan, terdengar suara ketukan keras di pintu depan rumahnya. Suara itu menggema keras di seluruh rumah, membuat sosok Ratih berhenti dan menoleh ke arah pintu. Seketika, suasana di dalam kamar Razaq berubah. Sosok Ratih mulai menghilang perlahan, seperti asap yang terhembus angin.

Ketukan di pintu semakin keras, seakan ada seseorang yang mencoba masuk dengan paksa. Razaq mencoba menggerakkan tubuhnya, dan perlahan ia mulai bisa merasakan kembali kakinya. Dengan sisa tenaga yang ada, Razaq berusaha bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu depan.

Ketika ia membuka pintu, Razaq terkejut melihat Pak Slamet berdiri di ambang pintu, dengan wajah cemas. "Razaq, apa yang terjadi? Aku mendengar suara aneh dari rumahmu," kata Pak Slamet sambil memegang bahu Razaq.

Razaq tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya berdiri diam, masih terguncang oleh apa yang baru saja terjadi. "Dia... dia ada di sini," bisik Razaq dengan suara gemetar.

Pak Slamet mengangguk pelan, seolah mengerti apa yang Razaq maksud. "Kamu tidak boleh takut, Nak. Sosok itu hanya bisa berkuasa jika kamu terus memberinya kekuatan melalui ketakutanmu."

Razaq mencoba mencerna kata-kata Pak Slamet, tetapi kepalanya masih dipenuhi oleh bayangan Ratih. "Apa yang harus aku lakukan, Pak?" tanya Razaq, matanya penuh dengan ketakutan.

Pak Slamet menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Kamu harus menghadapi rasa takutmu, Razaq. Jangan biarkan dia menguasai hidupmu. Aku akan membantumu."

Pak Slamet kemudian masuk ke dalam rumah, dan bersama Razaq, mereka menuju kamar tempat sosok Ratih tadi muncul. Pak Slamet menyalakan dupa dan mulai melantunkan doa-doa dengan suara tenang. Asap dupa memenuhi ruangan, dan suasana di dalam kamar berubah menjadi lebih tenang.

Setelah beberapa saat, Pak Slamet menatap Razaq dengan serius dan berkata, "Ini belum berakhir. Malam ini, kamu harus menghadapi bayangan itu dan menunjukkan bahwa kamu tidak takut lagi."

Razaq mengangguk pelan, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Malam itu, mereka berdua duduk di kamar, menunggu sosok Ratih kembali. Jam berdetak pelan, dan suasana sunyi menyelimuti rumah.

Ketika jarum jam menunjukkan tengah malam, Razaq merasakan udara di dalam kamar mulai dingin lagi. Kabut tipis mulai masuk melalui jendela yang sedikit terbuka, dan suara langkah kaki itu kembali terdengar. Namun kali ini, Razaq tidak berlari. Ia tetap duduk di tempatnya, meski tubuhnya gemetar.

Sosok Ratih muncul dari kabut, dengan wajah yang lebih pucat dan tatapan yang lebih kosong. Ia berjalan mendekat, tetapi kali ini Razaq berdiri tegak, menatap sosok itu dengan mata penuh ketegasan.

"Aku tidak takut lagi," kata Razaq, meskipun suaranya sedikit bergetar.

Sosok Ratih berhenti, menatap Razaq dengan pandangan yang tajam. Seketika, sosok itu mulai memudar, dan kabut di dalam ruangan perlahan menghilang. Dalam beberapa detik, sosok Ratih lenyap sepenuhnya, meninggalkan Razaq dan Pak Slamet di dalam kamar yang kini terasa hangat kembali.

Pak Slamet menepuk bahu Razaq dan tersenyum. "Kamu telah mengusirnya. Dia tidak akan kembali lagi."

Razaq menarik napas lega, merasa beban yang selama ini menghantui hidupnya perlahan terangkat. Malam minggu itu memang mengerikan, tetapi Razaq akhirnya berhasil menghadapinya.

Sejak malam itu, suara langkah kaki yang menyeret itu tidak pernah terdengar lagi. Razaq kembali menjalani hidupnya dengan tenang, dan meskipun bayangan Ratih masih terkadang muncul di pikirannya, ia tahu bahwa bayangan itu tidak lagi memiliki kekuatan atas dirinya. Razaq telah belajar untuk menghadapi ketakutannya, dan itu adalah kemenangan yang tidak bisa direnggut oleh apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun