Dengan panik, Razaq mulai berlari secepat mungkin. Namun, semakin cepat dia berlari, semakin dekat sosok itu mengikutinya. Nafasnya mulai tersengal-sengal, sementara tubuhnya terasa lemas. Dia tidak tahu ke mana harus lari, karena jalan setapak itu tampak tidak berujung, seolah dia hanya berputar-putar di tempat yang sama.
Ketika dia hampir mencapai persimpangan jalan desa, Razaq merasa ada sesuatu yang mencengkram bahunya. Dia berhenti seketika, tubuhnya gemetar hebat. Dengan perlahan, dia menoleh ke belakang dan melihat wajah Ratih yang semakin mendekat, dengan senyum yang mengerikan.
"Kau... datang... untukku..." bisik sosok itu dengan suara parau yang nyaris tak terdengar.
Razaq mencoba berteriak, tetapi suaranya terhenti di tenggorokan. Dia merasa kakinya tidak bisa bergerak, seolah terperangkap dalam cengkeraman dingin yang tak terlihat. Wajah Ratih semakin mendekat, dan Razaq bisa merasakan napas dingin yang mengalir ke kulitnya.
"Jangan... takut..." sosok itu berkata lagi, kali ini lebih dekat, sampai Razaq bisa merasakan desiran napasnya di telinganya.
Razaq merasa seperti seluruh energinya tersedot keluar dari tubuhnya. Pandangannya mulai kabur, dan dia jatuh tersungkur ke tanah. Dunia di sekitarnya berputar, dan suara-suara aneh bergema di telinganya, seolah-olah dia terperangkap dalam mimpi buruk yang tak berujung.
Ketika dia mulai kehilangan kesadaran, Razaq melihat sosok Ratih menghilang perlahan di tengah kabut, meninggalkan senyum yang menyeramkan. Tubuhnya terasa semakin ringan, dan matanya terpejam dengan sendirinya.
Pagi harinya, warga desa menemukan Razaq tergeletak di persimpangan jalan dengan kondisi tubuh yang sangat lemah. Dia ditemukan oleh Pak Slamet, yang kebetulan lewat saat hendak membuka warungnya. Razaq segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
Ketika Razaq siuman, dia menceritakan apa yang terjadi semalam. Namun, dokter dan perawat hanya menganggapnya sebagai halusinasi akibat kelelahan dan tekanan mental. Mereka mengatakan bahwa Razaq mungkin hanya terjebak dalam ketakutan setelah mendengar cerita horor dari Pak Slamet.
Namun, Razaq tahu betul apa yang dia lihat dan rasakan. Wajah Ratih terus menghantuinya, bahkan setelah dia kembali ke rumah. Setiap malam minggu, Razaq tidak pernah berani keluar rumah lagi. Dia mengurung diri di dalam kamar, berusaha melupakan pengalaman mengerikan itu.
Tetapi, meskipun dia berusaha melupakan, bayangan Ratih tetap menghantui pikirannya. Setiap kali malam minggu tiba, Razaq merasa ada yang mengawasinya dari kegelapan. Dan suara langkah kaki yang berat itu, suara yang menyeret dan mengerikan, terus terdengar di telinganya.