"Kalau kamu tidak segera bayar hutangmu, kami akan datang ke rumahmu!" ancam suara di seberang telepon.
Busri merasa putus asa. Ia tidak tahu harus kemana mencari uang. Ia sudah meminjam dari teman-teman dan keluarga, tetapi itu hanya menambah hutangnya. Busri merasa berada di ujung jalan, tanpa ada jalan keluar.
Malam itu, Busri duduk sendirian di ruang tamu. Ratna sudah tidur di kamar. Ia merenungkan nasibnya. Ia merasa gagal sebagai suami, tidak mampu melindungi keluarganya. Pikirannya gelap, dan ia mulai mempertimbangkan sesuatu yang sangat mengerikan.
"Maafkan aku, Ratna," bisiknya sambil menatap foto pernikahan mereka di meja.
Keesokan paginya, Ratna terbangun dan tidak menemukan Busri di sampingnya. Ia merasa aneh, karena biasanya Busri selalu pamit sebelum berangkat kerja. Ratna bangkit dari tempat tidur dan mencari suaminya.
Di ruang tamu, ia menemukan sebuah surat di atas meja. Tangannya gemetar saat membukanya.
"Ratna, maafkan aku. Aku tidak bisa lagi menahan beban ini. Aku telah berusaha, tapi aku gagal. Jaga diri dan anak-anak kita. Aku mencintaimu."
Air mata Ratna jatuh tanpa henti. Ia berlari keluar rumah, mencari suaminya. Di kebun belakang, ia menemukan Busri tergantung di sebuah pohon, tidak bernyawa.
Ratna berteriak histeris. Tetangga yang mendengar teriakannya segera datang dan menurunkan tubuh Busri. Polisi dan ambulan datang, tapi semua sudah terlambat.
Berita tentang Busri yang bunuh diri karena tekanan pinjaman online menyebar dengan cepat. Media meliputnya, dan masyarakat mulai menyadari betapa berbahayanya jeratan pinjaman online.
Namun, bagi Ratna, tidak ada yang bisa mengembalikan suaminya. Ia harus berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya, dengan kenangan pahit yang terus menghantuinya. Kehidupan mereka telah berubah selamanya, dan kegelapan itu masih membayang di ujung jalan yang pernah mereka lalui bersama.