Yang di Tunggu Belum Pulang Juga
Selesai acara perpisahan, Azhari kembali pulang kerumahnya. Sesampai dirumah yang sederhana itu, Istrinya sudah menunggu. Setelah membuka baju, sambil membukakan sepatunya, Azhari bertanya
"Anak kita dimana sayang?"
"Dilapangan. Abang sudah makan?"
"Sudah tadi, Abang mandi dulu ya". Selesai mandi, Azhari duduk diteras rumah ditemani oleh istrinya.
"Bang, mama tadi minta uang untuk dikirim ke Iwan." kata Lestari. Iwan adalah adik kandung Lestari yang sedang kuliah di kota. Azhari diam saja, menunggu kalimat selanjutnya dari Istrinya
"Saya jawab ada uang ma, tapi tidak cukup" lanjut Lestari
"Memangnya berapa sisa uang kita?"
"600 ribu bang, sedangkan mama perlu satu juta"
"Ya sudah, abang pergi kerumah Toni dulu ya. Sudah dua bulan uang yang dia pinjam belum dia bayar"
"Ya bang, hati-hati bang" kata Lestari khawatir. Khawatir Lestari karena Toni seorang pemabuk sejak istrinya meninggal satu tahun yang lalu
"Ya" kata Azhari pendek sambIl berlalu pergi. Sesampai dirumah Toni, rumah itu tertutup. Azhari mengetuknya dengan pelan, tidak lama kemudian Toni keluar
"Oh, Azhari. Masuk"
"Tidak usah, saya hanya sebentar. Saya hanya meminta agar kamu segera membayarkan utangmu, karena saya lagi butuh uang"
"Maaf Azhari, saya belum ada uang" kata Toni dengan suara lembut. Kebetulan dia saat itu dalam keadaan "normal"
"Kamu ini bagaimana ya, sudah dua bulan hutangmu. Tidak ada niatmu untuk membayar. Pantaslah istrimu mati, mempunyai suami seperti kamu" kata Azhari sambil pergi dari rumah itu. Toni tidak terima atas ucapan kasar Azhari, dia pun merencanakan sesuatu.
"Awas kamu Azhari, kamu akan menyesal telah menghinaku" teriak Toni dengan marahnya. Azhari tidak peduli, dia langsung pergi. Saat dia berjalan pergi, dia melihat ke arah Toni, takut Toni nanti mengejarnya. Dia melihat Toni lagi menyapu  mukanya dengan sapu tangan berwarna merah. Ismail, tetangga depan rumah Toni melihat semua kejadian itu, termasuk saat Toni menyapu mukanya dengan sapu tangan merah. Sesampainya dirumah, Lestari telah menunggu Azhari
"Bagaimana bang?"
"Tidak ada" Jawab Azhari lesu
Malam terus larut dan tidak lama kemudian desa itu sunyi sepi karena warganya sudah terlelap. Sebelum tidur, tanpa sepengetahuan istrinya, Azhari chatingan dengan Una sampai menjelang tengah malam dan ditutup dengan kata-kata mesra
Ketika azan subuh berkumandang, Azhari terbangun dari tidurnya. Setelah mengerjakan pekerjaan rutinnya dirumah, sebelum jam 8 pagi dia sudah tiba di sekolah. Tidak ada gairah lagi dirinya mengajar, dia hanya termenung bahkan hanya menitipkan buku pelajaran kepada siswanya. Dia tidak masuk kelas dengan alasan sakit kepala.
Seharian dia hanya tiduran di ruang UKS sambil membaca chattingan para mantan siswanya kelas XII IPS B di grup alumni kelas tersebut. Para mantan siswanya tersebut lagi berdebat kapan waktu yang pas untuk pergi tamasya terakhir kalinya secara bersama-sama. Akhirnya tercapai kesepakatan, bahwa besok mereka pergi bersama dan mengajak wali kelas mereka, Azhari, untuk ikut serta. Azhari langsung membalas "Oke". Memang itu yang diharapkannya karena akan bertemu kembali dengan Una.
Ketika lagi asyik membaca chatingan mantan siswanya, tiba-tiba masuk Robi, guru PJOK. Seorang guru yang baru di angkat disekolah itu setahun yang lalu dan menjadi kesayangan kepala sekolah dan para siswa. Sebelum dia datang disekolah itu, Azhari lah yang berpredikat demikian, namun sejak kedatangan Robi, maka dia pun merasa tersisihkan. Dia sangat sakit hati kepada guru muda itu. Azhari juga tahu latar belakang Robi, yang menurut isu-isu, Robi merupakan anak yang lahir di luar nikah.
Robi menyapanya dengan lembut
"Bapak sakit?"
"Tidak" jawab Azhari ketus
"Mengapa bapak tidak mengajar?"
Azhari terpancing emosi mendengar pertanyaan guru PJOK itu.
"Apa hak kamu bertanya demikian? Apakah kamu kepala sekolah? Ingat ya, kamu anak haram" ejek Azhari
Seketika amarah Robi muncul, sebelum dia sempat meluapkan amarahnya, masuklah seorang siswa
"Mengapa bapak lama sekali mengambil minyak masuk angin?" Tanya siswa tersebut kepada Robi
"Ini sudah ada" kata Robi sambil memperlihatkan minyak masuk angin itu kepada siswa tersebut dan memasukan ke dalam saku celananya. Ketika dia memasukan minyak itu, terjatuh kain sapu tangan merah dari saku celananya itu. dia ambil kembali sapu tangan itu dan memasukanya kembali kedalam saku celananya. Siswa itu memerhatikan setiap tingkah laku pak gurunya itu lalu berkata
"Mari kita segera pergi pak, Susi semakin sakit perut" kata siswa tersebut. Sambil berlalu pergi, Robi mengancam Azhari
"Awas kamu ya, urusan kita belum selesai" kata Robi sambil berlalu.
Mendengar ancaman Robi, Azhari ketakutan dan meminta izin kepada kepala sekolah untuk cepat pulang dengan alasan sakit perut. Azhari juga minta izin kalau besok tidak dapat pergi kesekolah karena ada acara keluarga. Kepala sekolah mengizinkan tanpa rasa curiga sedikitpun. Padahal Azhari berbohong, karena sebenarnya Azhari akan pergi dengan mantan siswa-siswinya ke pantai.
Ketika dijalan pulang hampir sampai kerumahnya, dia bertemu Toni yang sedang membawa TV baru dengan abang becak.
"Beli TV sanggup, bayar hutang tak mampu. Sungguh manusia edan" kata Azhari
Toni hanya diam saja, dalam diamnya sebenarnya dia sedang merencanakan sesuatu.
Esok haripun tiba, Azhari bersiap-siap mau pergi ke pantai. Sebenarnya para siswanya melalui chat meminta agar Azhari mengajak serta Lestari. Tetapi Azhari tidak mengizinkannya dengan alasan Lestari akan pergi ke pesta pernikahan anak tetangga.
Jam 10 pagi, Azhari telah sampai di pantai. Satu persatu mantan siswanya berdatangan. Una juga datang. Dia membonceng Zahra. Menjelang siang, mereka bakar-bakar ikan, ada juga yang bermain sepak bola dipantai dan sebagian lagi bernyanyi. Azhari hanya melihat anak-anak tersebut, terutama memperhatikan Una. Terkadang Una juga melihat dirinya dengan curi-curi pandang, takut para siswa lain tahu.
Selesai makan siang dan istirahat, para siswa pergi mandi ke laut termasuk Zahra kecuali Una. Una hanya berdiri di bibir pantai sambil melihat teman-temannya. Azhari terus melihat Una, berharap Una melihatnya juga. Ada beberapa kali Una melihatnya, tetapi siswa lain juga melihat dia juga sehingga dia tidak berani memanggil Una.
Hingga suatu waktu, di momen yang tepat, mereka bertatap mata tanpa di ketahui oleh siswa yang lain, maka Azhari memanggilnya dengan tangan. Una hanya menggangguk. Una mencari moment yang tepat agar bisa pergi ke dekat mantan gurunya itu dengan memberikan alasan yang tepat kepada teman-temannya. Momen itu pun tiba,
"Una, mari mandi di sini," kata Zahra yang lagi mandi di laut. Begitu juga teman-teman yang lain, mengajak dia mandi
"Saya tidak bisa mandi air laut, karena alergi. Saya ke pondok saja,"
Una pergi ke pondok di samping Azhari duduk.
"Una, pergi kita ke pondok yang paling ujung sana yok?" ajak Azhari sambil menunjuk sebuah pondok yang jauh dari tempat mereka berada sekarang
"Ngapain pak? di sini aja"
"Adalah, ayok"
"Nanti curiga teman-teman pak"
Azhari tidak kehilangan akal,
"Chat Zahra, katakan padanya kalau kamu pergi rumah saudara mu. Bapak akan chat ketua kalian mengatakan bapak mau pergi ke rumah teman. Katakan jam 4 Una kembali ke sini, bapak juga demikian nanti" kata Azhari
"Bapak ini ada-ada saja,"
"Dah ya, bapak tunggu di sana,"
Azhari menghidupkan motornya, lalu mengarahkan motornya ke pondok paling ujung yang kebetulan warungnya tidak buka. Dia parkirkan motornya di samping cafe, lalu dia duduk di pondok itu sambil memandangi laut lepas. Tidak lama kemudian, Una pun tiba, setelah memarkirkan motornya di motornya Azhari, lalu dia duduk diayUnan menghadap laut lepas.
"Mengapa di situ duduk Una? disinilah dekat bapak,"
"Di sini saja" kata Una.
Azhari  lalu berdiri dan berjalan ke Una.
 "Kamu tahukan bapak suka kepada kamu. Bapak cinta kepadamu bukan sebagai murid, tetapi sebagai kekasih. Bapak tahu ini salah, tetapi mau bagaimana lagi. Bapak tahu kamu juga suka kepada bapak, tapi bapak mau mendengar kalimat suka kamu, terlebih kamu sebentar lagi akan berangkat kuliah." Kata Azhari. Una hanya terdiam
"Jawab Una sayang,"
"Apa yang saya jawab bapak?"
"Una suka dan cinta ngak sama bapak?"
"Bapak, perasaan ini tidak boleh kita pelihara. Kita tahu ada ibu dan anak bapak di belakang bapak. Bahkan kita seharus membunuh perasaan ini,"
"Apa Una bisa membunuhnya?"
"Tidak" Una keceplosan.
"Itukan, berarti Una mempunyai perasaan yang sama dengan bapak kan?" Tanya Azhari sambil memegang tangan Una. Una hanya bisa mengangguk, dan menunduk. Tanpa diketahui oleh mereka, ada seseorang yang mengintip mereka dari jauh. Orang tersebut mempersiapkan kamera handphone nya untuk mefoto setiap momen yang akan terjadi.
Setelah mefoto Azhari dan Una, orang itu langsung pergi. Sementara itu, Una dan Azhari kembali kerombongan mereka tepat jam 4 sore. Tidak lama kemudian, semua rombongan pulang. Malang, sepeda motor Azhari mogok. Azhari mempersilahkan para mantan siswanya pulang duluan. Azhari terpaksa mendorong kendaraannya itu sambil melihat bengkel. Menjelang magrib, baru dia mendapati sebuah bengkel. Abang bengkel itu mengatakan kepadanya, selesai shalat Magrib baru dikerjakan sepeda motor Azhari itu.
Selesai shalat, sesuai janjinya abang bengkel tersebut langsung mengerjakan motor itu. menjelang Isya, motor itu baru bisa hidup kembali. Setelah membayar, Azhari langsung pulang. Sebelumnya, Azhari juga telah menelepon istrinya kalau dia telat pulang karena motornya rusak.
Sekitar setengah jam Azhari mengendarai motornya, ketika mau masuk jalan yang kiri kanan jalan itu hanya terdapat hutan dan semak-semak, tiba-tiba turun hujan dengan lebatnya.
Tidak ada tepat berteduh, terpaksa Azhari melanjutkan perjalanan dengan pelan-pelan.
Sementara itu, Lestari yang cemas menunggu kedatangan suaminya yang belum juga pulang, padahal hujan masih turun dengan lebatnya, dalam hati Lestari berdoa
"Selamatkanlah suami saya ya Allah"
Lestari tertidur diruang tamu dan menjelang subuh dia terbangun dan baru sadar bahwa yang ditunggu belum pulang juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H