Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jiwa Seorang Lelaki

17 Juli 2024   19:23 Diperbarui: 17 Juli 2024   19:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi di kampung kecil itu dimulai dengan sunyi. Hanya desiran angin yang menyapu daun-daun pohon kelapa dan suara ayam jantan yang berkokok memecah kesunyian. Di sebuah rumah sederhana di ujung kampung, seorang pemuda bernama Mujad bangun dari tidurnya. Kulitnya yang hitam terbakar matahari menunjukkan betapa kerasnya dia bekerja. Meski begitu, semangat di wajahnya tidak pernah pudar.

Mujad adalah seorang pemuda pekerja keras yang tujuannya hanya satu, membantu ekonomi keluarga. Pekerjaan Mujad sehari-hari adalah sebagai buruh bangunan, sama seperti ayahnya, tetapi ayahnya bekerja diluar daerah. Hanya dia, ibunya dan adiknya saja yang tinggal dirumah sederhana itu. Pekerjaannya yang begitu keras dan penuh tantangan, tetapi tidak pernah ia keluh kesahkan.

Hari itu, seperti biasanya, Mujad bangkit pagi-pagi sekali, menyiapkan sarapan sederhana untuk ibunya dan adiknya. Makanan mereka sering kali hanya nasi dengan sayur bayam atau jagung rebus. Walaupun begitu, Ibu dan adiknya selalu menyambut Mujad dengan senyuman penuh cinta, seolah mereka tak merasakan kepahitan hidup yang menghimpit mereka.

"Mujad, hari ini ada proyek baru?" tanya ibunya sambil menyuapi adiknya dengan nasi dan sayur.

"Iya, Bu. Bos bilang kita akan membangun sebuah rumah di desa sebelah," jawab Mujad sambil mengunyah makanan dengan lahap.

Ibunya mengangguk dan mengusap kepala Sari, adiknya. "Hati-hati di luar sana. Kerja keras boleh, tapi jangan sampai kesehatanmu terganggu."

Mujad tersenyum dan menatap ibunya dengan penuh rasa sayang. "Tenang saja, Bu. Saya akan berhati-hati."

Setelah sarapan, Mujad berpamitan kepada ibu dan adiknya lalu bergegas menuju lokasi proyek dengan sepeda tua yang usianya sudah lebih dari sepuluh tahun. Sepeda itu adalah salah satu barang berharga yang mereka miliki.

Di lokasi proyek, matahari sudah mulai meninggi. Mujad menyapa rekan-rekannya yang sudah lebih dulu berada di sana. Mereka sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, mulai dari meratakan tanah hingga mengangkut bahan bangunan.

"Selamat pagi, Mujad!" sapa Rudi, rekan kerja Mujad yang usianya sedikit lebih tua.

"Selamat pagi, Rudi. Ada tugas baru hari ini?" tanya Mujad sambil mengikat tali apron di pinggangnya.

"Ya, kita harus meratakan tanah untuk pondasi rumah. Kerja keras, tapi kita bisa," jawab Rudi dengan semangat.

Mujad mengangguk dan langsung ikut bekerja. Terik matahari mulai menyengat kulitnya, tapi dia terus berusaha keras. Setiap detik yang berlalu, pikirannya selalu melayang kepada ibunya dan Sari di rumah. Dia tahu betapa sulitnya kehidupan ekonomi mereka dan dia bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

Satu hari, Mujad merasa lelah sekali. Punggungnya pegal dan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Dia berhenti sejenak untuk minum air dan merasakan angin sepoi-sepoi yang jarang datang di tengah terik matahari. Rudi menghampirinya.

"Mujad, kamu kelihatan lelah sekali. Istirahat sebentar," kata Rudi.

Mujad menggelengkan kepala. "Belum, Rudi. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini. Ada tanggung jawab yang harus saya penuhi di rumah."

Rudi mengangguk paham dan pergi kembali ke pekerjaannya. Mujad melanjutkan pekerjaannya dengan penuh ketekunan. Meskipun tubuhnya terasa seperti akan runtuh, pikirannya hanya tertuju pada satu tujuan: membuat ibunya dan adiknya bahagia.

Akhirnya, sore hari tiba. Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan dan memberikan warna keemasan di langit. Pekerjaan hari itu selesai, dan Mujad bersama rekan-rekannya pulang. Ia merasa lelah, tetapi juga puas karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Setibanya di rumah, Mujad disambut oleh senyuman ibunya dan pelukan hangat dari adiknya. Makanan malam sudah siap, meski sederhana. Ibunya menghidangkan nasi dengan ikan asin yang baru dibeli dari pasar. Mujad duduk bersama mereka, merasakan kehangatan keluarga di tengah kehidupan yang keras.

"Bagaimana hari ini, Nak?" tanya ibunya sambil menyuapi Sari.

"Capek, Bu, tapi semuanya berjalan lancar. Besok kita harus memulai pekerjaan baru lagi," jawab Mujad sambil menyuap makanannya.

Ibunya tersenyum dan mengelus tangan Mujad. "Kami bangga padamu, Mujad. Kamu sudah melakukan yang terbaik untuk kami."

Mujad merasa ada hangat di dadanya mendengar kata-kata ibunya. Dia tahu, meskipun hidup mereka penuh dengan kesulitan, cinta dan dukungan keluarga adalah sumber kekuatan terbesarnya.

Setelah makan malam, Mujad membantu ibunya dan Sari membersihkan meja dan menyiapkan segala sesuatunya untuk tidur. Dia tahu bahwa esok hari akan datang lagi dengan tantangan baru, tetapi dengan semangat dan tekad, dia siap untuk menghadapinya.

Di bawah terik matahari dan dalam peluh keringat yang tak henti-hentinya, Mujad menemukan kekuatan dalam cinta dan harapan. Ia tahu perjuangannya tidak akan mudah, tetapi dia juga tahu bahwa di balik setiap kesulitan, ada cinta yang selalu ada untuknya.

Dengan keyakinan itu, Mujad tertidur malam itu dengan damai, siap menghadapi hari baru demi keluarganya yang tercinta.

Matahari pagi memasuki kamar Mujad lewat celah-celah jendela. Mujad terbangun lebih awal dari biasanya, bersemangat untuk memulai hari baru. Dia mengatur napasnya, merasakan kebanggaan dalam diri atas kerja keras yang telah dia lakukan. Dia tahu, setiap tetes keringat dan setiap jam kerja keras akan membawa mereka sedikit lebih dekat ke kehidupan yang lebih baik.

Selesai sarapan, Mujad melanjutkan perjalanan menuju lokasi proyek dengan sepeda tuanya. Pikirannya melayang kepada rencana-rencana kecil untuk keluarganya mungkin membeli bahan makanan yang lebih bergizi, atau membelikan Sari sepatu baru untuk sekolah.

Setibanya di lokasi, Mujad disambut oleh suasana yang berbeda. Bos proyek, Pak Jamil, tampak sedang berbicara serius dengan beberapa pekerja lain. Saat Mujad mendekat, Pak Jamil memanggilnya.

"Mujad, ada kabar buruk," kata Pak Jamil dengan nada serius.

"Hah? Apa yang terjadi, Pak?" tanya Mujad, merasa khawatir.

"Proyek ini mengalami kendala. Ada beberapa bahan bangunan yang belum tiba, jadi pekerjaan kita harus berhenti sementara," jelas Pak Jamil. "Kalau begitu, kita tidak bisa membayar upah hari ini."

Rasa kecewa langsung melanda hati Mujad. Dia tahu betapa pentingnya uang yang dia dapatkan dari pekerjaan ini untuk keluarga mereka. Namun, dia mencoba menenangkan dirinya dan tetap tegar.

"Berapa lama kira-kira kita akan berhenti, Pak?" tanya Mujad.

"Kalau beruntung, mungkin beberapa hari. Tapi bisa juga lebih lama," jawab Pak Jamil.

Mujad mengangguk, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa cemasnya dia. Dia pamit kepada rekan-rekannya dan kembali pulang dengan sepeda tua yang terasa lebih berat daripada biasanya.

Di rumah, ibunya sudah menunggu dengan tatapan penuh tanya. Melihat wajah Mujad yang murung, Ibunya langsung bertanya, "Ada apa, Mujad? Kenapa wajahmu terlihat cemas?"

"Proyeknya mengalami kendala, Bu. Kami harus berhenti bekerja sementara, dan Pak Jamil bilang mungkin proyek berhenti dalam beberapa hari kedepan," kata Mujad dengan nada menahan kesedihan.

Ibunya menatap Mujad dengan prihatin. "Jadi bagaimana ini? Kita harus bagaimana? Bapakmu juga mengabarkan kepada ibu tadi kalua dia pun lagi tidak ada kerja di rantau orang sana" kata Ibunya sedih

Mujad menarik napas dalam-dalam. "Kita harus mencari cara lain untuk bertahan. Mungkin saya bisa mencari pekerjaan sampingan atau menjual sesuatu."

Ibunya mengangguk, meski jelas terlihat kekhawatiran di wajahnya. "Baiklah, Mujad. Tapi kita juga harus berdoa agar semua ini cepat berlalu."

Malam itu, Mujad terjaga lebih lama dari biasanya. Dia memikirkan berbagai kemungkinan untuk mendapatkan uang namun dia juga merasa khawatir tentang bagaimana menjelaskan semua ini kepada ibunya tanpa membuat ibunya terlalu cemas.

Keesokan paginya, Mujad memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan. Dia berkeliling kampung, menanyakan kepada tetangga-tetangganya jika ada pekerjaan yang bisa dia lakukan. Namun, banyak dari mereka yang tidak membutuhkan bantuan tambahan.

Keesokan harinya, Mujad berkeliling ke pasar desa, mencari kesempatan di sana. Di pasar, dia bertemu dengan Pak Dani, seorang pedagang sayur yang sudah cukup dikenal di desa.

"Selamat pagi, Pak Dani. Ada pekerjaan apa yang bisa saya bantu?" tanya Mujad penuh harap.

Pak Dani memandang Mujad sejenak, kemudian berkata, "Sebenarnya saya butuh bantuan untuk memanen sayuran di kebun. Kalau kamu mau, bisa mulai hari ini."

Mujad merasa lega mendengar tawaran itu. "Tentu, Pak. Kapan saya bisa mulai?"

"Langsung saja ke kebun saya di ujung desa, setelah makan siang nanti," kata Pak Dani.

Mujad pulang dengan semangat baru. Dia menceritakan kabar baik itu kepada ibu dan adiknya, yang langsung merasa lebih tenang mendengar bahwa Mujad telah menemukan pekerjaan baru.

Setelah makan siang, Mujad menuju kebun Pak Dani. Di sana, dia mulai bekerja dengan tekun, memanen sayuran dan menyiapkan barang-barang untuk dijual di pasar. Walaupun pekerjaan ini tidak terlalu berat, Mujad merasakan perbedaan yang jelas dibandingkan dengan pekerjaan sebagai buruh bangunan. Namun, dia tahu ini adalah kesempatan yang harus dia manfaatkan.

Selama beberapa hari berikutnya, Mujad bekerja di kebun Pak Dani dan mendapatkan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Dia merasa bersyukur karena setidaknya dia bisa membantu keluarganya meskipun pekerjaannya tidak seperti biasanya.

Suatu pagi, saat Mujad sedang bekerja di kebun, Pak Dani mendekatinya. "Mujad, saya punya kabar baik. Saya mendapat kabar dari Pak Jamil bahwa bahan bangunan untuk proyekmu sudah tiba. Jadi, pekerjaan kalian akan dilanjutkan mulai hari ini."

Kabar itu membuat Mujad merasa sangat lega. Dia segera pulang untuk memberi tahu ibunya dan adiknya.

"Alhamdulillah, Bu! Pekerjaan di proyek akan dilanjutkan mulai hari ini," kata Mujad dengan wajah ceria.

Ibunya tersenyum lebar. "Syukurlah, Nak. Kami sangat bersyukur mendengar berita itu."

Setelah seminggu bekerja di kebun Pak Dani, Mujad kembali ke proyek dengan semangat baru. Meski terasa melelahkan setelah bekerja, dia merasa lebih kuat dan bertekad untuk memberikan yang terbaik.

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan proyek rumah itu akhirnya selesai. Mujad menerima upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan bahkan menyisakan sedikit uang untuk ditabung. Dia merasa sangat puas dengan hasil kerja kerasnya.

Di malam hari setelah proyek selesai, Mujad duduk bersama ibunya dan Sari. Mereka merayakan keberhasilan itu dengan makanan sederhana yang telah mereka siapkan.

"Mujad, kami sangat bangga padamu. Kamu telah berjuang keras untuk kami," kata Ibunya sambil menatap Mujad dengan mata penuh haru.

"Terima kasih, Bu. Ini semua berkat dukungan Ibu dan Sari serta doa Bapak dirantau orang sana. Tanpa kalian, saya tidak akan bisa melewati semua ini," jawab Mujad sambil tersenyum.

Sari meraih tangan kakaknya dan berkata, "Kakak, aku ingin membuat sesuatu untukmu. Aku belajar membuat kue di sekolah."

Sari menunjukkan kue sederhana yang dia buat sendiri, dan Mujad merasakan hangatnya cinta dan kebanggaan dalam hatinya. Meski kehidupan mereka penuh dengan perjuangan, momen-momen seperti ini adalah yang membuat semuanya terasa berarti.

Mujad tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, tetapi dia juga tahu bahwa dengan kerja keras dan cinta yang mereka miliki, mereka bisa menghadapi apapun yang datang. Keluarganya adalah sumber kekuatan dan semangatnya.

Di bawah bintang-bintang malam, Mujad tidur dengan hati yang penuh harapan dan tekad untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik untuk keluarganya. Begitulah seharusnya jiwa seorang  laki-laki, pekerja keras penuh dedikasi dalam mencari rezeki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun