Setelah berminggu-minggu hanya berdiam diri, sambil menjadi silent reader berbagai tulisan yang membahas soal ISIS di Kompasiana, akhirnya saya merasa perlu juga berbagi sedikit pengalaman "Berhadapan" dengan kelompok "Jihad" yang brutal dan menakutkan itu.
Seiring pemberitaan soal ISIS yang kian gencar di berbagai media Indonesia, banyak orang mencoba menulis tentang ISIS dan sepak terjang kontroversial mereka yang sepanjang tahun ini sangat menarik perhatian masyarakat dunia. Namun sebahagian besar tulisan itu hanya berdasar gambaran yang diperoleh dari media-media mainstream yang kita kenal. Sementara kalau kita perhatikan, hampir sebahagian besar media itu tidak pernah mengabarkan dan menjelaskan secara mendetail, apa itu ISIS? Dari mana asal-muasal mereka? Siapa yang menciptakan? Dari mana mereka mendapat kekayaan dan dana yang sangat besar? Bagaimana mereka bisa berkembang begitu cepat, dari sebuah kelompok kecil perlawanan gerilya di Irak menjadi kelompok teroris skala raksasa dunia?
Jawabnya: Â TIDAK PERNAH DIULAS SECARA BENDERANG. Entah disengaja atau tidak, yang diulas di media hanya kisah teror, eksekusi, pemenggalan dan aksi biadab yang mereka buat. Hanya itu.
Awal tahun, tepatnya akhir February 2013 kebetulan saya ditugaskan meliput proses evakukuasi TKI kita yang jumlahnya hampir 12.000 orang di Suriah. Pertempuran antara tentara pemerintah dan FSA yang kian masif di berbagai kota, membuat keadaan di negeri yang dulunya sangat indah itu semakin buruk dan berbahaya bagi siapa pun. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Kemenlu memutuskan untuk mengevakuasi TKI kita (hampir sebagian besar adalah TKW) dari zona perang dan memulangkan mereka ke Tanah Air.
Namun jumlah TKI yang tersebar di berbagai tempat, jumlahnya belasan ribu dan tidak terdata dengan baik membuat proses evakuasi sangat sulit, hampir mustahil dan sudah pasti sangat berbahaya. Tidak mudah bagi siapa pun keluar-masuk wilayah perang yang penuh kecurigaan dan desingan peluru serta dentuman rudal. Ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami menyala, mencari warga negara Indonesia di tengah kecamuk perang Suriah adalah nyawa taruhannya bila melakukan kesalahan sekecil apa pun.
Salah langkah dan perhitungan, kita bisa ditangkap oleh para pihak yang bertikai. Kalau dari tentara Suriah atau milis Hizbullah yang menangkap, masih enak ditanya-tanya identitas. Dan kalau mereka tahu kita berasal dari Indonesia biasanya akan segera mereka lepaskan.
Tapi kalau dari pemberontak, maka hanya Tuhan yang mahatahu seperti apa nasib kita. Sebab FSA terdiri dari banyak milisi-milisi tak dikenal dengan banyak motif memerangi Assad. Banyak orang asing dan wartawan peliput yang langsung ditembak di tempat atau bahkan tewas disambar peluru penembak gelap. Saya sendiri sempat menyaksikan seorang jurnalis dari ANNA NEWS, Rusia, langsung gugur seketika, saat kepalanya pecah dihantam sniper di dalam mobil. Otak dan serpihan tulang terburai memenuhi kabin.
Namun walau seberbahaya apa pun, Presiden SBY kala itu menekankan proses evakuasi warga Indonesia harus berlanjut apa pun risikonya. Oleh karena itu, pihak Kemenlu membentuk gugus tugas khusus untuk melacak, mengevakuasi dan menyelamatkan para TKI di mana pun mereka berada.
Karena tugas ini amat sangat beresiko, gugus tugas khusus ini diisi bukan oleh orang-orang sembarangan. Mereka diambil dari personil khusus yang ahli menyusup, infiltrator dan sudah berpengalaman keluar-masuk wilayah perang mencari info tanpa terdeteksi kehadirannya. Datang dan pergi seperti angin. Tentu saja untuk tidak menimbulkan kecurigaan, kehadiran mereka disamarkan sebagai staf kedutaan resmi. Saya tidak tahu dari mana mereka berasal. Yang pasti orang-orang ini mampu melakukan tugasnya dengan sangat baik, mampu melacak keberadaan para TKI dengan info yang sangat minim, rapi dan tanpa seorang pun TKI kita yang tewas, bahkan terluka selama proses evakuasi dan menyelamatkan mereka sepanjang perjalan ke Libanon Selatan. Padahal jumlah nyawa manusia yang harus mereka selamatkan ada belasan ribu! DI TENGAH PERTEMPURAN PULA! Hebat bukan? Siapa mereka. Saya tidak  bisa mengatakan siapa mereka di sini, karena bahkan nama mereka saja dirahasiakan.. he..he
Di lain itu, Â untuk menjamin keselamatan para petugasnya di lapangan, Kemenlu juga menjalin kontak dengan berbagai pihak yang bertikai, baik dari FSA yang berbasis di Turki maupun dengan pihak pemerintah di Damaskus. Setelah berhasil menjalin kontak dan kode sandi diberikan agar tidak diganggu dalam pelaksanaannya, maka operasi cari dan selamatkan TKI pun dilakukan.
Saat itulah, sepanjang liputan operasi penyelamatan yang berlangsung hampir delapan bulan, saya "berkenalan" dengan berbagai pihak yang saling bertikai. Salah satunya adalah DAI yang belum mejelma menjadi ISIS sebagai bagian dari gerilyawan di bawah payung FSA (Free Syrian Army).