Mohon tunggu...
Avrantsa Alna Qamara
Avrantsa Alna Qamara Mohon Tunggu... Penulis - penulis

hanya seorang insan yang ingin memberikan manfaat untuk banyak orang melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Tips Agar Bisa Berkomunikasi Efektif dengan si Kecil

22 Maret 2023   19:00 Diperbarui: 23 Maret 2023   00:01 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Unsplash.com/Leo Rivas

Sekitar September 2022 hingga Februari 2023, saya mendapatkan kesempatan untuk mengajar balita (Anak di Bawah Lima Tahun) di salah satu lembaga pendidikan bahasa Inggris. 

Di awal mengajar, saya merasa cukup kewalahan dan seringkali bingung menghadapi anak-anak ini. Tentu saja saya mendapatkan pelatihan dan juga banyak observasi kelas untuk mendukung saya dalam kegiatan mengajar. 

Namun, hal itu tetap tidak menepis kenyataan bahwa saya seringkali terkejut dengan perilaku anak-anak yang kadang sulit dipahami.Pada momen itu, saya menyadari betapa sulitnya menjadi orangtua. 

Saya menonton berbagai macam video dan buku tentang parenting. Namun sejujurnya, tidak ada satupun sumber yang bisa sepenuhnya digunakan untuk mendidik anak-anak dengan benar. 

Tidak ada jawaban "tepat" untuk menghadapi anak-anak. Sederhananya, perilaku dan sifat anak bisa berbeda dengan satu dan yang lainnya. Sehingga, terkadang saya menggabungkan intuisi, sedikit ilmu psikologi, dan ilmu parenting.

Jika harus memilih, salah satu buku yang paling membantu saya dalam berkomunikasi dengan anak-anak adalah How to Talk to Kids So Kids Will Listen & Listen So Kids Will Talk. 

Buku ini bisa saya bilang mengupas cukup lengkap tentang bagaimana berkomunikasi dengan efektif dengan si kecil. Berikut adalah beberapa tips yang saya dapatkan dari membaca buku tersebut:

Membuka Hati dan Mendengarkan dengan Seksama

Anak-anak di bawah lima tahun memiliki kosa kata yang sangat minim sekali. Ketika membutuhkan sesuatu mereka hanya bisa bereaksi terhadap emosi tersebut. Sangat wajar jika mereka belum mampu mengendalikan emosi mereka. 

Ada beberapa momen ketika saya bisa langsung mengerti kenapa mereka menangis, tapi ada momen-momen lain juga ketika saya bingung kenapa mereka marah. 

Ketika ini terjadi, saya coba mengatur emosi saya terlebih dahulu, menarik nafas dalam-dalam. Saya coba buka hati saya dan perhatikan lingkungan sekitar, dan hal-hal yang terjadi sebelum si anak menangis. 

Kalau mereka menangis cukup keras, saya hanya diam dan menepuk-nepuk punggung si anak tanpa berkata apapun. Ada juga anak yang tidak suka disentuh, sehingga saya beri waktu untuk menangis di kursi yang sudah ditentukan. Setelah tangisan mereka mereda, barulah saya ajak mereka bicara. 

Ada beberapa anak yang bisa dengan mudah menjelaskan kenapa mereka menangis sehingga hal itu bisa langsung diselesaikan. Saya hanya menerima apapun yang mereka katakan terlebih dahulu. 

Mereka akan berkata, "Aku marah karena aku ribut dengan temanku hari ini," "Ah iya, kamu kelihatan marah sekali tadi, kamu pasti kesal ya dengan temanmu itu." Setelah itu, biasanya mood mereka membaik pelan-pelan karena saya alihkan dengan materi pelajaran atau hal lain yang mereka senangi. 

Tapi ada juga anak-anak yang betul-betul tidak mau bicara. Kalau mereka tidak mau bicara, saya akan mencoba menebak mengapa mereka marah. Saya berikan pertanyaan "Ya" atau "Tidak". Seperti ini, "Apakah kamu marah karena temanmu mendorongmu? Ya atau tidak?" lalu mereka akan mengangguk pelan. Setelah itu, barulah saya bicara dengan anak lain yang telah mendorongnya dan meminta mereka untuk saling memaafkan.

Memberikan Instruksi

Anak-anak di usia ini hanya bisa memahami instruksi sederhana. Sehingga, jangan berbicara terlalu panjang lebar ketika ingin mereka melakukan sesuatu. Ada dua skill yang saya yakini paling ampuh untuk membuat mereka mendengar dan melakukan yang saya minta. 

Skill pertama, jelaskan. Contohnya, ketika saya ingin anak-anak menaruh buku mereka di atas meja, saya akan berkata "Hmm... dimana ya bukunya? di meja ini seharusnya ada buku." 

Mereka akan buru-buru mengambil buku mereka dari tas. Atau kalau mereka melakukan kenakalan kecil seperti mencorat-coret di dinding saya akan berkata, "Menulis itu di atas kertas, bukan di dinding."

Skill kedua, katakan instruksi dengan beberapa kata saja. Skill ini sangat mudah sekali dilakukan. Contohnya, ketika saya ingin mereka duduk di kursi alih-alih meja, saya akan berkata, "Duduk di kursi." atau ketika saya ingin ingin melepas sepatu mereka, "Anak-anak, lepas sepatu." 

Hal lain yang menurut saya cukup lucu adalah ketika berkomunikasi dengan anak di usia ini, sebaiknya hindari kata "jangan" seperti, "Jangan berlari!" karena mereka malah melakukannya. Cukup jelaskan apa yang Anda inginkan seperti, "Jalan dengan pelan."

Mengajarkan Sebab Akibat

Bagian ini saya rasa paling kompleks untuk dipraktikan. Ada banyak orangtua memberikan hukuman ketika anak mereka melakukan kesalahan. Hal ini karena anak-anak di usia ini masih sulit membedakan benar dan salah. 

Jadi jalan yang diambil adalah sistem penghargaan dan hukuman. Saya tidak mengatakan bahwa menghukum sepenuhnya cara yang salah untuk mendidik anak. Karena saya menyadari, ada beberapa anak yang sulit sekali diberi tahu. 

Suatu ketika, satu anak di kelas saya merobek kertas yang seharusnya ia kerjakan. Teman-teman lainnya pun langsung mengadu ke saya. Selanjutnya ketika yang lain selesai mengerjakan tugas di kertas tersebut, saya periksa dan berikan cap lucu. Anak ini kemudian memberikan kertas yang sudah robek kepada saya berharap mendapatkan cap. Lalu saya berkata "Saya tidak bisa menilai pekerjaanmu karena kamu sudah merobek kertasmu," tentu saja ia kesal karena tidak mendapat cap. Lalu saya bertanya, "Tahu tidak kenapa tidak dapat cap?" ia akan menjawab, "Karena merobek kertas.", "Lain kali kalau ingin mendapat cap, apa yang harus dilakukan?", dia menatap saya dan berkata "Jangan robek kertasnya."

Tentu ada beberapa guru yang menerapkan hukuman seperti duduk di kursi hukuman selama 2-5 menit kalau ada yang berbuat nakal di kelas. Itupun bisa dilakukan, dengan catatan anak tersebut mengetahui kenapa ia dihukum, dan kenapa ia tidak bisa mengulangi perbuatannya. 

Bagian ini pun masih rumit untuk saya praktikan. Terkadang saya melakukannya dengan tepat dan kadang tidak, saya pun masih perlu banyak belajar di bagian ini. 

Masih ada banyak hal yang harus dipelajari di buku ini. Tapi saya rasa, tips-tips ini adalah yang terbaik yang saya dapatkan dari buku ini dan pengalaman asli saya. Saya harap tulisan ini bisa membantu siapapun yang berinteraksi dengan anak-anak. Semoga bermanfaat.

Sumber:

Faber, Adele & Mazlish, Elaine. (2012). How to Talk so Kids Will Listen & Listen so Kids Will Talk. New York: Scribner.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun