Semua sama. Sama-sama memiliki kekurangan guna mengimbangi kelebihan yang dimiliki. Makhluk paling sempurna? Sempurna mana kala kita adalah perspektif terbaik, titik tengah di antara sebuah neraca baik buruk.
Hal yang disepakati pula oleh negara Indonesia, sebagai mana sebuah negara hukum, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 UUD 1945 (1) "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Sekiranya bisa membiasakan dengan hal-hal sederhana seperti itu, penulis agaknya yakin bila mana itu mampu merubah sudut pandang kita tentang cara melihat dunia ini. Yang semula sudut pandang perseorangan, menjadi sudut pandang sebuah kelompok, lalu sudut pandang dalam lingkup komunitas yang lebih besar lagi. Lagi dan lagi. Hingga mampu merubah pola penyajian media.
Dari yang semula berpusat pada para saudara kita yang disabilitas, secara perlahan mulai bergeser pada apa saja yang mereka rasakan selama kompetisi berlangsung. Tidak akan ada lagi media yang mengungkit perihal 'ketidaksempurnaan'.
"Orang kaya yang menunjukkan sedikit rasa sedih akan memunculkan sebuah berita dimana uang tidak dapat membeli segalanya, namun orang miskin yang menunjukkan rasa bahagia justru menghasilkan berita bila uang tidak dapat membeli kebahagiaan."
Penulis harap, berita seperti itu tidak lagi muncul di Indonesia.
Bukan seperti itu cara untuk membuat orang lain bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H