"Ayah, kenapa tidur di sini?" tanya Adhisti dalam bahasa isyarat.
"Ayah ketiduran, tadi pekerjaan ayah banyak sekali," balas Pak Jaya.
Adhisti khawatir dengan kondisi ayahnya.Â
"Ayah, sudah cukup, Adhisti baik-baik saja. Adhisti khawatir sama ayah, ayah selalu berjuang buat Adhisti, tapi ayah tidak memperhatikan kondisi ayah sendiri. Nanti bunda pasti sedih melihat ayah di sana, Adhisti sayang ayah."
Pak Jaya langsung memeluk putrinya dan air matanya pun tak terbendung lagi.
Tanpa terasa, Adhisti telah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik. Adhisti sekarang duduk di bangku SMA, dia memilih untuk bersekolah di sekolah swasta agar bisa satu sekolah dengan sahabat-sahabatnya, meskipun mereka tidak satu kelas.
"Ngapain pura-pura pakai AirPods? Emang denger?" ejek seorang teman sekelas Adhisti, dia dan temannya tertawa lalu mengambil salah satu AirPods milik Adhisti.
"Kalian bodoh ya? Mengganggu orang tuli, nanti kena karma rasain," ucap Danendra, teman sekelas Adhisti.
Adhisti mengucapkan terima kasih dengan bahasa isyarat dan tersenyum. Tampaknya Danendra merasa canggung setelah melihat senyuman manis Adhisti. Dia langsung memalingkan wajah, lalu kabur ke tempat duduknya.
Waktu istirahat tiba, Adhisti dijemput oleh sahabat-sahabatnya, Aruna dan Hasna, untuk makan bersama di kantin. Karena Aruna dan Hasna tidak bisa bahasa isyarat, mereka berkomunikasi dengan Adhisti melalui ponsel.
Hasna membuka obrolan di grup.
"Halo, by the way Hasna punya info lomba nih, lombanya diadain sama acara festival musik gitu." balas Hasna.
"Jadi kangen main piano kayak dulu deh," balas Adhisti. Tanpa berpikir panjang, Aruna langsung menepuk pundak Hasna.