Mohon tunggu...
Aurelia Melinda Herka Puspita
Aurelia Melinda Herka Puspita Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah SD di Jungle School Salatiga

Pendidik yang terpantik untuk menelisik dan mengulik isu-isu yang menggelitik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Darurat Literasi, Guru Harus Bagaimana?

19 Juli 2023   18:54 Diperbarui: 22 Juli 2023   10:10 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi literasi dan pendidikan. (Sumber: Thinkstocks/URFINGUSS via kompas.com)

Saat ini kita hidup di dunia yang sempit. Hanya dengan gadget di tangan, semua orang dapat mengakses informasi tentang apapun dari manapun lewat internet.

Dengan demikian, semua orang juga dapat membagikan apapun yang mereka kehendaki di berbagai kanal seperti media sosial dan aplikasi layanan pesan instan. 

Di dunia yang sempurna dan ideal, hal ini akan menjadi sangat menguntungkan karena perputaran informasi yang berkualitas tentunya akan menambah pengetahuan dan menajamkan pikiran. 

Akan tetapi, tentu saja kita hidup di dunia yang serba tidak sempurna dan serba tidak ideal. Ketika semua orang dapat menuangkan pikiran dengan bebas di ranah dunia maya, informasi yang tidak terkurasi akan semakin mudah ditemui. 

Akan menjadi berbahaya apabila pembacanya tidak cukup kritis menanggapi informasi tak terbatas yang saat ini dapat diakses dari mana saja.

Topik bahasan seputar budaya baca dan kemampuan berpikir kritis orang Indonesia yang rendah agaknya sudah bukan hal baru lagi. 

UNESCO telah menyatakan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan karena menduduki peringkat dua terbawah di dunia. 

Hal ini tentu saja diperparah dengan fenomena kecanduan gadget yang membuat penggunanya menjadi pasif dan kehilangan kreativitas untuk mencipta dan berkreasi. 

Ujung-ujungnya sebagai netizen, masyarakat dengan tingkat literasi rendah menjadi rentan termakan hoax dan mudah terprovokasi informasi yang seringkali belum jelas kebenarannya.

Hal ini tentu saja memunculkan tantangan baru bagi dunia pendidikan, terutama bagi para pendidik yang menjadi ujung tombak yang diharapkan dapat melakukan intervensi agar generasi muda dapat kembali terpantik untuk kembali membudayakan aktivitas membaca. 

Menjadi seorang guru di zaman ini menjadi semakin sulit karena jika guru ingin didengarkan oleh siswanya, bisa dibilang guru harus menjadi lebih menarik dibandingkan konten-konten YouTube, TikTok, Instagram, dan media sosial lainnya. 

Apabila guru tidak bisa menciptakan suasana belajar yang menarik, sudah pasti ilmu yang hendak disampaikan pada akhirnya hanya akan menjadi angin lalu.

Lantas, langkah-langkah apa saja yang kira-kira dapat mulai diterapkan oleh para guru di tengah begitu banyak tuntutan yang saat ini dihadapi? 

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh para guru di kelas agar para siswa tergelitik untuk mengulik informasi dengan membaca.

1. Integrasikan Penguatan Literasi di Semua Mata Pelajaran

Seringkali guru masih berpikir bahwa mengajarkan literasi hanya dapat dilakukan di mata pelajaran Bahasa ataupun Ilmu Sosial. 

Pada kenyataannya, kemampuan literasi juga dibutuhkan dalam pemecahan masalah ilmiah di kehidupan sehari-hari. Selalu ada ruang bagi literasi untuk dapat diintegrasikan dengan semua mata pelajaran. 

Dalam pelajaran matematika dan sains, literasi dapat dikuatkan ketika para siswa ditantang untuk menyelesaikan soal cerita. 

Menyajikan informasi ilmiah dalam rangkaian kata akan memaksa siswa untuk membaca agar dapat menemukan permasalahan dan merumuskan solusinya. 

Kesempatan yang lebih luas untuk memperdalam literasi amat terbuka untuk mata pelajaran non eksakta. 

Diskusikan secara terbuka isu-isu sosial yang banyak ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari, dan ajak mereka untuk saling berbagi informasi.

Jajak pendapat tentang fenomena sosial tertentu akan menggerakkan mereka untuk mencari informasi yang kredibel dan dapat dipercaya, yang dalam prosesnya akan melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyaring informasi.

2. Jangan Berhenti di Penjelasan Searah

Kadang-kadang masih cukup banyak didapati guru yang masih berpatokan pada pengetahuan konseptual. 

Guru merasa siswa harus memahami suatu konsep dari awal hingga akhir, dan karena terbatasnya periode mengajar dalam suatu mata pelajaran, akhirnya ruang untuk mengeksplorasi suatu konsep menjadi berkurang. 

Nyatanya, seringkali pemahaman dari A sampai Z mengenai suatu konsep bukanlah apa yang siswa butuhkan. Siswa perlu diberi ruang untuk merasionalkan konsep tersebut supaya proses belajar menjadi lebih dalam dari hanya sekadar mengingat. 

Seringkali guru mengeluhkan banyak siswa yang tidak bisa memahami konsep. Kenyataannya memang penjelasan searah dari guru tidak akan memberikan pengalaman apapun bagi siswa. 

Berikan alokasi waktu kepada siswa untuk bereksplorasi. Ada banyak opsi kegiatan yang bisa dilakukan dimana siswa mendapatkan peran yang lebih aktif dalam pembelajaran. 

Kegiatan seperti diskusi kelompok, refleksi konsep dengan berbagai media seperti menulis dan menggambar, dan observasi di lingkungan sekitar akan memantik rasa keingintahuan mereka untuk mengaitkan konsep yang mereka pelajari dengan aplikasinya di dunia nyata.

3. Ajukan Pertanyaan Kritis yang Memantik Rasa Penasaran Siswa

Dalam podcast Endgame yang diprakarsai oleh Gita Wirjawan di episode dimana beliau mengundang Maudy Ayunda, sempat timbul diskusi mengenai pendidikan yang rasanya dapat dikaitkan dengan pengembangan literasi anak. 

Maudy mengatakan bahwa untuk mengubah hasil dari pembelajaran, mungkin yang guru perlu lakukan hanya mengubah bentuk pertanyaan yang diajukan kepada siswa.  


Pertanyaan yang tepat akan memantik rasa penasaran siswa, dan mendorong mereka untuk mencari informasi yang mereka ingin tahu melalui berbagai sumber. 

Dengan bimbingan dan arahan yang tepat, kesempatan seperti ini menjadi momen berharga untuk mengajarkan literasi pada siswa. 

Apabila siswa sudah terpantik untuk menggali informasi tentang suatu hal, Guru dapat mendampingi siswa dan mengajarkan cara-cara menyaring informasi, memvalidasi informasi, mendeteksi hoax, dan melakukan riset dengan membaca.

4. Dedikasikan Waktu untuk Mendengarkan Progres Membaca Siswa

Kegiatan penguatan literasi harus menjadi suatu aktivitas yang berkelanjutan. Untuk menjadikan membaca sebagai budaya yang rutin dilakukan dan dinikmati oleh siswa, perlu ada umpan balik yang terus menerus harus diberikan oleh guru kepada siswa. 

Ketika hendak memulai untuk membudayakan membaca, gurulah yang pertama-tama harus menjadi model peran yang baik yang dapat menunjukkan banyaknya manfaat dari membaca. 

Setelah minat baca siswa mulai terbangun, guru pun perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan progres membaca siswa. 

Hal ini akan memberikan validasi bagi siswa bahwa apa yang mereka lakukan berguna karena ilmu yang mereka peroleh lewat membaca dapat mereka bagikan lagi dalam diskusi di kelas.

5. Berikan Apresiasi atas Usaha Siswa

Siswa perlu diapresiasi atas usahanya membudayakan membaca. Apabila guru mendapati progres membaca siswa yang signifikan, berikan apresiasi agar siswa semakin termotivasi untuk terus menggali ilmu lewat membaca. 

Terus pantik rasa ingin tahu mereka sehingga mereka mendapatkan pemahaman bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya tidak terbatas.

Semangat untuk para guru di Indonesia. Mari kita bersama-sama membangun minat baca siswa agar kemampuan literasi mereka semakin berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun