"Aku ini dituduh Kang Rojak mencuri pisangnya, Mbah. Padahal sedikitpun tidak. Sepertinya Kang Rojak ini syirik terhadapku, Mbah. Ia telah menyebar fitnah diwarung-warung jika aku ini pencuri pisangnya yang sering hilang." Jelas Sup.
"Dan kau mau membunuhnya?"
"Iya, Mbah."
"Kamu berani, lo. Kang Rojak itu pengalaman dan disegani dikampung ini. Tak usah kau lakukan niatmu itu. Bisa kau yang mati, Sup."
"Jika kalau yang mati harus aku, tak masalah, Mbah. Aku tak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa."
"Kalau kau masuk penjara?"
"Tak masalah, Mbah, aku tak takut penjara."
"Sudahlah urungkan saja niatmu itu. Kau itu masih kecil, belum mampu melukai Rojak apalagi bisa membunuhnya, Sup."
Tak ada balasan dari Sup. Ia langsung pergi meninggalkan H. Abdul yang masih berdiri mematung. Ia menuju dapur untuk mengambil sarapannya. Tak lama ia pun pergi meninggalkan rumah H. Abdul bersama dengan sapi-sapinya yang telah berjalan didepannya.
Berhari-hari Sup terus berlatih kekuatan tangannya dan kakinya. Ada bantalan karet dari ban dalam mobil yang telah diguntingi sesuai dengan ukuran yang ia butuhkan, lalu dipasang dipohon mangga belakang rumah H. Abdul, setiap latihan ia selalu menarik tali karet itu, tangan kanan, 50 kali dan tangan kiri,50 kali bergantian. Belum lagi push up-nya dibatu-batu kali lebih dari 100 kali jika ia akan mandi di kali. Semua itu demi kekuatan pada lengan tangannya dan tumpuan kuda-kuda pada kakinya. Ketika digunakan untuk menebas leher musuh dengan parang bisa sekali tebas langsung putus.
Dan berita ancaman Sup hanya ancaman yang remeh bagi Kang Rojak yang telah berpengalaman dalam hal bunuh-membunuh.