Hew Wei Wang membuat framework dalam artikelnya. Ia menyoroti tiga poin, antara lain:
(a) persimpangan antara aktivitas online dan acara offline dalam dakwah Islam kontemporer;
(b) berbagai bentuk ekspresi lisan, tekstual dan visual on-offline dakwah; dan
(c) politik dan puisi dakwah.
Ini menggambarkan bagaimana online dan visual dakwah melengkapi daripada mengganti offline dan tekstual dakwah. Artikel ini menyoroti dimensi spasial dan visual dakwah Islam kontemporer.
Melalui artikel ini dapat diketahui bahwa keintiman dan visibilitas penting untuk khotbah online dan offline hari ini. Seperti yang diilustrasikan oleh Hew Weng Wei, Felix Siauw menjalankan tugasnya dakwah di hampir setiap ruang online dan tempat offline yang memungkinkan. Ia tidak hanya aktif di hampir semua platform media sosial, tetapi juga melibatkan dirinya dalam berbagai program offline seperti kelompok belajar Islam, kegiatan masjid, dan retret keagamaan. Mengikuti format media sosial khususnya Instagram dan Facebook, gambar, foto, video, warna dan infografik berperan penting dalam dakwahnya. Estetika dakwah begitu penting bagi Felix Siaw. Ceramah yang dilakukannya tidak hanya untuk meningkatkan visibilitas dan menarik perhatian, tetapi juga untuk meyakinkan audiens dan pengikutnya untuk percaya pada pesan yang dia sampaikan.
Artikel ini membahas bagaimana Felix Siauw menggunakan ' mobilisasi bentuk sensasional dalam estetika persuasi untuk menyebarkan pesan Islam di kalangan pemuda Muslim. Penelitian Hew Weng Wei menuliskan tentang bagaimana pendapat Felix Siaw saat dirinya dianggap sebagai otoritas Islam. Mengingat banyaknya pengikut dan kemampuannya untuk membentuk opini publik tentang berbagai masalah agama dan politik, orang mungkin menganggapnya sebagai yang diinvestasikan dengan otoritas Islam juga. Namun, Felix Siauw sendiri kerap mengaku hanya sebagai pengikut, bukan pemimpin HTI. Dia menganut ideologi HTI dan mengemasnya kembali untuk audiens media sosial yang lebih luas. Gaya dakwahnya kasual dan ramah, namun isinya kaku dan dogmatis. Felix Siaw sering diundang untuk memimpin sesi studi Islam (pengajian) dan kursus pelatihan yang diselenggarakan oleh HTI di berbagai lokasi, dan disajikan sebagai seorang mualaf yang saleh yang dapat menjadi contoh yang baik bagi Muslim non-praktisi.
Di sektor dakwah yang padat, para penceramah Tionghoa tampaknya memiliki daya tarik khusus, karena etnis dan status mereka sebagai mualaf. Felix Siauw secara terbuka mengakui latar belakang Tionghoa-nya, tetap menggunakan nama belakang Tionghoa dan suka menceritakan kisah pertobatannya selama berkhotbah. Namun, tidak seperti penceramah Muslim Tionghoa lainnya seperti Koko Liem dan Tan Mei Hwa, dia jarang menggunakan simbol budaya Tionghoa. Dalam berceramah misalnya, dia selalu menggunakan kemeja batik sebagai upayanya menunjukkan sisi kebudayaan Indonesia.
Dari hasil wawancaranya bersama Felix Siaw, dapat diketahui Felix Siauw berbagi hobi dengan banyak anak muda lainnya, seperti bermain game, animasi, komik, travelling dan fotografi. Dengan kombinasi pengalaman pemasaran, kesadaran TI, dan minat visual ini, tidak mengherankan jika Felix Siauw menjadi penceramah yang sukses, sadar pasar, paham digital, dan berorientasi visual. Felix Siaw tau bagaimana untuk menarik anak muda dengan media sosial penting "... kita harus membuat dakwah menarik ... kita harus mengemas ide kita dengan indah".
Sebagai dakwah promotor, ia mengeksplorasi metode dan ruang baru serta menemukan audiens baru. Namun, Felix Siauw lebih dari sekedar penceramah yang populer. Ia juga seorang aktivis politik, pengusaha religius, dan penulis yang produktif. Berbeda dengan da'i populer lainnya yang kerap menghindari topik-topik politik yang kontroversial, Felix Siauw tidak segan-segan berkomitmen untuk mendirikan kekhalifahan seperti yang disebarluaskan oleh HTI.
Hew Weng Wei juga membandingkan Felix Siaw dengan tokoh penceramah Muslim Tionghoa yang popular di Malaysia. Firdaus Wong. Felix Siauw dan Firdaus Wong memiliki ciri yang serupa - keduanya adalah mualaf China, berusia awal tiga puluhan, memegang nilai-nilai agama konservatif, paham media, memiliki pengalaman pemasaran dan bersemangat untuk menyebar ' Islam yang benar ' seperti yang mereka pahami.