Dia bahkan tidak berusaha untuk mengeringkan wajahnya yang basah dengan air teh itu. Dia berusaha menjangkau rokoknya dari kedua tanganku. Tentu tidak langsung kuberikan. Ketika kumelihat ada kesungguhan di matanya, baru kuberikan.
Dia lalu berdiri, merenggangkan tubuhnya sambil mengeluh, "Disiram teh."
Samar-samar, aku mendengar dia terkekeh sambil kemudian mengelap wajahnya dengan bagian lengan baju yang tidak basah. Aku pun berdiri, melihat dia melangkah keluar dari teras.
"Tolong, kasih kepastian untuk mereka."
Dia membalik badannya, melihat ke aku. "Iya."
"Jangan iya doang."
"Iya, paham."
Untuk beberapa saat, suasana menjadi canggung.
"Besok jalan-jalan, yuk. Keliling aja pakai motor. Yang lama," ajaknya pakai gestur mengendarai motor.
Aku tersenyum, mengangguk.
Dia mengucap terima kasih dan kukatakan bahwa aku senang bisa menjadi ada untuknya.