Mohon tunggu...
Aulia Meynisa Wirshananda
Aulia Meynisa Wirshananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Mahasiswi Ilmu Sejarah yang juga suka dan tartarik di bidang kesenian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku "Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia"

12 November 2020   22:15 Diperbarui: 13 November 2020   11:31 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya di bab 5, dengan topik “Mempromosikan Militer dan Dwifungsi Kepada Masyarakat Sipil”. Seminar pada tahun 1972 bertujuan untuk menciptakan rasa hormat kepada militer Indonesia melalui konsep nilai-nilai 1945. Memoir militer, menonton film tentang revolusi Indonesia, maupun membaca buku-buku yang telah disetujui militer, menjadi sarana media agar masyarakat Indonesia mendapatkan nilai-nilai 1945 dan peran-peran militer di masa lalu nasional yang diagungkan. 

Nugroho Notosusanto membela versi sejarah-sejarah yang terkait dengan militer miliknya. Termasuk media yang paling berpengaruh yaitu Volume Lima dan Enam Sejarah Nasional Indonesia yang diawasi olehnya. Nugroho Notosusanto masih tetap mengagungkan militer hingga akhir hayatnya di tahun 1985. Ia percaya bahwa militer adalah pemimpin yang terbaik untuk bangsa, dan mungkin ia juga memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi orang yang berpengaruh.

Bab 6 yang merupakan bab terakhir, dengan topik “Menetapkan Tradisi Kemiliteran dan Musuh-Musuh Negara”. Sepeninggalan Nugroho Notosusanto dan pensiunnya para anggota militer generasi 1945, Pusat Sejarah ABRI sudah tidak lagi membahas tema-tema yang berkaitan dengan pada era sebelumnya. Kajiannya berkaitan dengan bentuk usaha militer untuk melegitimasi dari generasi-generasi selanjutnya. Proyek yang pertama kali dikerjakan adalah Museum Keprajuritan Nasional yang fokusnya terletak pada pahlawan sebelum kemerdekaan dan perlawanan antikolonial. Museum itu juga menekankan pada tradisi keprajuritan Indonesia serta sumber alternatif untuk keberlanjutan dominasi militer dalam politik serta pembangunan.

Terdapat peristiwa-peristiwa yang kemudian dijadikan sebagai alat legitimasi militer di Indonesia, seperti Gerakan Darul Islam atau DI/TII pada sekitar tahun 1970 dan 1980-an. Walau begitu, tetap kisah kudeta 1965 menjadi fokus utama dalam legitimasi. Museum Pengkhianatan PKI (Komunis) lebih menekankan pada sifat siklis komunisme serta ancamannya bagi bangsa yang kian berlanjut. Adegan-adegan sadis dipertunjukkan di dalam museum tersebut secara rinci. Museum ini bertujuan untuk membiadabkan musuh rezim Orde Baru sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat Indonesia tentang adanya sifat anti-Pancasila dan anti-rezim. Dengan melakukan cara-cara seperti inilah, militer dengan mudah mengendalikan masyarakat.

Buku ini merupakan kajian yang menarik untuk dibaca, sehingga kita dapat memperluas wawasan dan pola pikir kita. Bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dipahami, serta diberikan gambar-gambar yang sangat membantu pembacanya. Dari buku Ketika Sejarah Berseragam karya Katherine E. McGregor, kita dapat mengetahui bagaimana penulisan sejarah pada masa Orde Baru, serta apa tujuan penulisan sejarah dan pembuatan museum maupun monumen di masa itu. Sejarah dapat digunakan oleh penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya, sekaligus menanamkan ideologi maupun pemikiran dan pandangan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun