Mohon tunggu...
Aulia Meynisa Wirshananda
Aulia Meynisa Wirshananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Mahasiswi Ilmu Sejarah yang juga suka dan tartarik di bidang kesenian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku "Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia"

12 November 2020   22:15 Diperbarui: 13 November 2020   11:31 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para anggotanya adalah orang-orang nasionalis muda yang tidak berpolitik, sehingga mereka bersifat netral terhadap partai politik. Mereka hanya setia pada Pemerintah Republik Indonesia dan bekerjasama dengan TNI. Setelah bulan Desember 1949, yang dimana terjadi penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, pihak Pemerintah kemudian menawarkan pendidikan militer di Breda di Belanda bagi para Tentara Pelajar, termasuk Nugroho. Namun sang ayah menyuruhnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan tidak mengikuti program ke Breda.


Nugroho menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Ia juga menjadi sastrawan dalam waktu yang singkat dengan menjadi penulis cerpen, walaupun karirnya sebagai penulis berhenti di usianya yang ke-26 tahun. Setelah itu, Nugroho memfokuskan dirinya pada bidang sejarah, karena memiliki minat terhadap tokoh-tokoh sejarah dunia serta negara-negara berkembang. 

Nugroho berharap Indonesia dapat mengambil pelajaran yang bermanfaat dari sejarah bangsa-bangsa lain. Jenderal Nasution melihat Nugroho sebagai seorang yang terlatih dan setia kepada militer Indonesia, serta memiliki nasionalisme yang tinggi. Sehingga kemudian pada tahun 1964, Nugroho diangkat sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI, yang menjadi cikal bakalnya dalam proyek sejarah pada pemerintahan Orde Baru.


Pusat Sejarah ABRI didirikan dengan tujuan politis untuk membela sejarah dengan versinya sendiri, yang menurut versi itu, Pemberontakan PKI Madiun 1948 adalah pemberontakan komunis. Angkatan Darat merasa keberatan dengan sejarah yang dibuat oleh PKI yang dimana meletakkan pemberontakan itu sebagai upaya penyalahgunaan sejarah yang digunakan sebagai alat perjuangan politik. Proyek utama milik Nugroho Notosusanto adalah dalam penulisan sejarah kudeta 1965.


Bab 3 dengan topik “Sejarah Untuk Membela Rezim Orde Baru” membahas berbagai macam upaya Orde Baru untuk melegitimasi kekuasaannya. Dengan didirikannya Pusat Sejarah ABRI, kemudian segera menerbitkan kisah usaha kudeta dengan versi yang pertama. Buku dengan judul 40 Hari Kegagalan “G-30-S” 1 Oktober-10 November dianggap penting karena berisi tentang propaganda Angkatan Darat mengenai kudeta dan berhubungan dengan keterlibatannya PKI dalam peristiwa itu. 

Selanjutnya juga terbit kisah ini dalam versi bahasa Inggris, yang digunakan untuk disebarluaskan pada dunia dalam usaha untuk melegitimasi kekuasaan Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru juga mengupayakan untuk menanamkan antikomunisme pada masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan dibuatnya Monumen Lubang Buaya dan peringatan peristiwa G-30-S setiap tahunnya. 

Penulisan sejarah selalu menyudutkan PKI sebagai pelaku utama dari peristiwa yang mengenaskan tersebut. Masyarakat kemudian bertanya-tanya mengenai kebenaran sejarah bangsanya di masa lampau. Namun walau begitu, masyarakat tetap setia pada versi kisah yang diterbitkan oleh Pusat Sejarah ABRI. Antikomunisme sudah berhasil ditanamkan oleh Orde Baru pada masyarakat Indonesia, bahkan setelah era kepemimpinan Soeharto telah selesai. Kisah kudeta yang disampaikan lebih berfokus pada kisah mengenai Orde Baru, bukanlah fokus kepada kudeta itu sendiri yang sebenarnya merupakan topik utama.


Kisah kudeta ini digunakan untuk menanamkan nilai-nilai inti yang diselaraskan dengan agama dan moralitas. Sumur Lubang Buaya dijadikan alat sebagai pengingat peristiwa sadis yang dialami oleh Jenderal Angkatan Darat. Relief pada Monumen Pancasila Sakti mengisahkan tentang perjalanan bagaimana terjadinya krisis nasional pada masa Soekarno, kemudian adanya pengaruh amoral dari PKI, yang kemudian terjadi pemulihan krisis pada masa Soeharto. 

Kompleks ini menjadi sangat sakral karena memperkokoh tema kesaktian Pancasila dan ancaman komunis yang mengancam Pancasila sila pertama. Selain itu juga dibuat film Pengkhianatan  Gerakan 30 September beserta peringatan Kesaktian Pancasila yang semakin memperkuat penanaman antikomunisme serta penderitaan Angkatan Darat dan perjuangannya dalam menjaga Pancasila. Dari peristiwa G-30-S, Nugroho Notosusanto dengan Pusat Sejarah ABRI kemudian mengembangkan penulisan sejarah Indonesia yang lain untuk memperkokoh peran militer dalam penulisan sejarah Indonesia.


“Mengkonsolidasi Kesatuan Militer” yang menjadi topik pada bab 4 di buku ini. Dalam penulisan sejarah, terdapat beberapa gambaran yang terputus-putus antara legitimasi dan kenyataannya. “Karena militer menyadari dampak keterbelahan yang pernah terjadi antara komando territorial dengan angkatan-angkatan militer, dalam dekade pertama masa Orde Baru militer Indonesia bekerja keras untuk memupuk suatu rasa kebersatuan militer dengan nilai-nilai yang konsisten” (Katherine McGregor, 2008: 245-246). 

Awal tahun 1970-an, kepemimpinan militer juga memikirkan dampak yang diakibatkan dari penyerahan kekuasaan kepada generasi militer yang tidak mengalami dan tidak mengikuti perang kemerdekaan. Pada seminar tahun 1972, memperkenalkan interpretasi yang baru mengenai nilai-nilai 1945. Nilai Pancasila dan UUD 1945 ditampilkan sebagai representasi inti dari nilai-nilai 1945, sedangkan nilai-nilai TNI 45 khusus menampilkan nilai-nilai pertahanan, etika militer, pengorbanan, dan kepatuhan. Seminar ini lebih mempromosikan tentang nilai-nilai 1945. Proyek sejarah yang lainnya juga terinspirasi dari seminar ini, dengan tujuan untuk memperkenalkan militer dan konsep dwifungsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun