Teringat ketika saya masih di usia sekolah dasar. Saya harus berjalan kaku untuk sampai ke rumah memakan waktu sekitar 20 menit-an, dengan keringat yang keluar dari tubuh membuat saya harus mandi dan berganti pakaian, setelah itu saya makan sambil menonton tv dengan serial kesukaan sejuta umat anak-anak yaitu Upin dan Ipin.Â
Di dalam serial kartun tersebut interaksi dengan teman-temannya sangat baik, membantu ketika susah, dan hebatnya lagi mereka bermain sesuai dengan usianya jarang memegang hp, seringnya bermain dengan teman-temannya.Â
Upin-ipin juga mengajarkan saling bertoleransi secara tidak langsung, dimana teman-temannya ada bermata sipit seperti Mei Mei, ada yang berkulit gelap seperti Jarjit, ada yang dari Indonesia seperti Susanti, dan masih banyak lagi. Mereka membangun sangat baik interaksi dengan teman sebayanya.
Interaksi teman sebaya memainkan peran positif dalam berinteraksi contohnya memungkinkan anak-anak untuk mempertimbangkan dan memahami ketika ia memukul temannya atau merebut mainan dari temannya ia akan mempertimbangkan konsekuensi yang ia dapat.Â
Menurut buku Handbook of Child Psychology and Developmental Science, konflik interpersonal anak-anak dapat menyediakan anak untuk belajar tentang hubungan natara tindakan dan konsekuensi contohnya memukul menyebabkan rasa sakit.
Ingatan anak-anak ketika ia memukul temannya atau ketika ia sedang menyaksikkan temannya sedang memukul temannya dan teman yang dipukul menagis, si anak akan dapat kesimpulan bawah tindakan memukul itu salah. Â
Menurut Dunn dalam Handbook of Child Psychology and Developmental Science, mengusulkan bahwa persahabatan memberikan sumbangsih terhadap pengembangan dan pertumbuhan kepakaan moral anak.
Menurut Bukowski, Motzoi, dan Meyer 2009, persahabatan biasanya telah didefinisikan sebagai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Penelitian telah mengungkapkan bahwa hubungan timbal balik tersebut melibatkan responsivitas, kerjasama, dan koordinasi.Â
Sama halnya dengan pola asuh yang baik, hubungan pertemanan yang baik dapat membangun rasa empati, keadilan, dan kesetaraan. Para peneliti termukaka menegaskan bawa persahabatan memberikan dinding atau penyangga terhadap resiko intimidasi, (Hodges, Boivin, Vitaro, dan Bukowski, 1999).
Tetapi ada juga yang hubungan antara temannya tidak baik sehingga dapat mengahambat bagi perkembangan moral. Contohnya bullying atau juga intimidasi, hal-hal yang seperti ini termasuk pelanggatan moral dimana menyebabkan kerugian dan memperlakukan orang lain secara tidak adil dan tidak terhormat.Â
Tindakan-tindakan seperti ini akan berdampak ke akademik korban seperti nilai yang menurun. Anak-anak yang istilahnya ditolak dalam hubungan pertemanan adalah sering menjadi korban temannya yang pada akhirnya ia akan menjadi agresif dengan menggunakan taktik intimidasi sebagai tindakan balas dendam.
Kalau sudah mengarah ke tindakan yang menyakiti orang lain hal ini merupakan masalah moral anak. Ada yang namanya agresi relasional, yaitu agresi yang memiliki niat negatif untuk menyakiti orang lain melalui psikologis dengan cara, seperti merusak hubungan korban dan pengucilan.Â
Dalam buku Handbook of Child Psychology and Developmental Science, anak-anak yang termasuk agresif relasional seringkali kurang pengendalian diri dan pengaturan diri, kurangnya kepekaan terhadap lingkungan sosial, dan juga bisa menganggap orang lain itu memiliki niat yang buruk kepadanya. Kurangnya keterampilan dalam interaksi dengan teman dapat menumbuhkan perilaku intimidasi terhadap orang lain, atau bisa jadi ke diri sendiri.
Fakta yang menarik, ada sebuah penelitian yang dilakukan Huynh dan Fuligni menemukan bahwa remaja Asia Amerika dan Latin Amerika melaporkan lebih banyak diskriminasi daripada teman-teman dari Eropa-Amerika, dan remaja Amerika Latin melaporkan lebih banyak diskriminasi daripada teman-temannya yang dari Asia. Efek dari diskriminasi yaitu akademik mulai menurun, gejala depresi, distress, dan lain sebagainya.Â
Seharusnya sekolah, guru, suasana di kelas merupakan inti dari pengalaman anak-anak dan remaja merasa aman, bebas dari intimidasi, bullying, atau pengucilan.
Didalam interaksi pasti ada kegiatan yang menarik nih kalau anak remaja main sama dengan nongkrong di caffe caffe yang kata anak remaja caffe yang estetik.Â
Nah, kalau interaksi pertemanan anak usia dini bagaimana? Nongkrong juga kayak anak remaja gitu, atau nobar di bioskop, kan nggak mungkin yaa sobat-sobat, heheh.Â
Bermainlah merupakan salah satu kegiatan mempererat interaksi pertemanan anak, bermainnya beda ya bukan seperti anak remaja melainkan mainan masak-masakkan, mainan rumah-rumahan, pokoknya mainan yang berhubungan dengan anak usia dini.
Dalam bermain juga ada perkembangannya lo, seperti tahap perkembangan bermain menurut Jean Piaget diantaranya yaitu:
a. Sensory Motor Play, tahap ini pada usia 3/4 bulan sampai 2 tahun. Pada tahap ini kegiatan bermain anak kebanyakan yaitu melalui sensor-sensor otot yang terdapat di dalam tubuh terumata yang ada dalam lima indera.Â
Contohnya, anak suka memasukkan mainannya ke dalam mulut, karena anak menikmati hal tersebut. Menurut Piaget dengan sensory motor anak dapat mengenali lingkungan dan mendapatkan informasi tentang lingkungannya melalui sensor-sensor otot tersebut.
b. Symbolic/ make believe play, tahap ini pada usia 2-7 tahun, pada tahap ini aspek kognitif anak sudah berkembang pada tahap pra-operasional konkret, yaitu tahap pemahaman informasi melalui banda konkret. Tahap ini juga kemampuan anak berimajinasi berkembang dengan pesat.
c. Sosial Play Games with Rules, tahap ini pada usia 8 sampai 11 tahun. Pada tahap ini aspek sosial anak semakin baik, anak sudah bisa bermain dengan temannya, Menurut Kohlberg, pada tahap ini anak sangat mematuhi peraturan yang dibuat, sehingga Piaget mengklasifikasikan usia 8 sampai 11 tahun adalah tahap bermain sosial dengan aturan.
d. Games with rules and sports, tahap ini pada usia 11 tahun ke atas. Pada tahap ini anak sudah masuk ke tahap kognitif formal operasional, anak sudah mampu berpikir secara abstrak seperti orang dewasa. Dengan demikian pada tahap iini anak sudah mampu bermain dengan aturan dan juga olahraga.
Kembali kepada judul, serial kartun upin-ipin bisa dicontoh oleh anak-anak. Dengan melihat kartun tersebut anak akan meniru ke kehidupan si anak, karena anak-anak suka menitu apa yang ia lihat. Tetapi walaupun kartun ini bagus untuk anak-anak, tetap dipantau oleh orang tua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI