Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Transformasi Otonomi Pengangkatan Profesor di Indonesia

19 Oktober 2024   15:38 Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:29 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sistem meritokrasi yang diterapkan di Singapura memungkinkan pengangkatan profesor berdasarkan prestasi dan kualitas, bukan hanya pada lama bekerja atau status jabatan semata.

Tantangan Ketimpangan Standar Antarperguruan Tinggi di Indonesia

Salah satu risiko dari penerapan otonomi pengangkatan profesor di Indonesia adalah potensi munculnya ketimpangan standar antarperguruan tinggi. 

Perguruan tinggi yang lebih unggul, terutama yang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) atau berakreditasi internasional, mungkin akan menetapkan standar yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perguruan tinggi di tingkat menengah atau bawah. 

Hal ini dapat menyebabkan kesulitan mobilitas antarperguruan tinggi, terutama bagi dosen dari institusi dengan standar lebih rendah yang ingin pindah ke perguruan tinggi yang lebih unggul.

Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa perguruan tinggi di seluruh Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas mereka. 

Perguruan tinggi di daerah yang kurang berkembang membutuhkan dukungan tambahan, baik dalam bentuk pendanaan maupun bimbingan, untuk mencapai standar yang kompetitif di tingkat nasional dan internasional.

Dampak terhadap Keuangan Perguruan Tinggi

Kebijakan ini juga membawa dampak pada aspek keuangan perguruan tinggi, terutama terkait dengan tunjangan kehormatan bagi guru besar. Pemerintah akan mengatur kuota pengangkatan profesor di setiap perguruan tinggi, yang bertujuan untuk mengontrol beban keuangan yang timbul akibat pemberian tunjangan tersebut. 

Meskipun pengangkatan profesor menjadi lebih fleksibel dan terikat pada kebutuhan institusi, tunjangan kehormatan tetap diberikan sebagai penghargaan atas prestasi akademik dan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Namun, dengan adanya kuota ini, perguruan tinggi harus lebih selektif dalam mengangkat dosen ke jabatan profesor, mempertimbangkan tidak hanya aspek keilmuan tetapi juga dampak keuangan bagi institusi. 

Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong efisiensi dan pengelolaan sumber daya yang lebih baik di perguruan tinggi, sambil tetap menjaga kualitas akademik.

Potensi Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi Indonesia

Secara keseluruhan, kebijakan baru ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi di Indonesia. Dengan memberikan otonomi lebih besar dalam pengelolaan karier dosen, perguruan tinggi dapat menyesuaikan pengangkatan profesor dengan kebutuhan dan visi mereka, sekaligus mendorong dosen untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam penelitian dan publikasi ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun