Pengantar
Kelaparan merupakan masalah kemanusiaan yang kompleks dan meluas, mencoreng martabat peradaban manusia di abad ke-21. Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa masih ada ratusan juta orang di seluruh dunia yang mengalami kelaparan akut. Kelaparan adalah masalah yang seharusnya tidak ada di dunia yang kaya sumber daya ini. Perasaan sedih, marah, dan frustrasi bercampur aduk ketika kita mendengar ada seseorang yang kehilangan nyawa karena kelaparan, terutama di lingkungan sekitar kita sendiri. Ini bukan hanya sebuah tragedi, tetapi juga cerminan kelalaian kolektif sebagai masyarakat dan pemerintah.
Di Indonesia, meski telah terjadi kemajuan dalam pengurangan kemiskinan, masalah kelaparan masih menjadi tantangan serius. Kelaparan tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan, pendidikan, dan produktivitas masyarakat. Anak-anak yang kekurangan gizi akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan mental, sementara orang dewasa yang kelaparan akan kesulitan bekerja produktif. Dalam jangka panjang, kelaparan dapat menghambat pembangunan berkelanjutan dan memperlebar kesenjangan sosial.
Kasus Driver Ojol di Medan
Baru-baru ini, di Medan, Sumatera Utara, seorang driver ojek online ditenggarai meninggal dunia karena kelaparan. Peristiwa ini terjadi ketika dia tengah menerima pesanan untuk membeli makanan, tetapi ironisnya, dia sendiri tidak memiliki cukup uang untuk makan. Tragedi ini menggarisbawahi masalah serius dalam masyarakat kita---bahwa bahkan di kota besar, di tengah gemerlapnya kemewahan, masih ada individu yang menderita kelaparan hingga kehilangan nyawa.
Kasus kematian yang ditenggarai akibat kelaparan seorang driver ojek online di Medan di atas menjadi pengingat pahit bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat kita sendiri. Pertanyaannya adalah, apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah situasi ini?
Kelaparan biasanya diidentifikasi dengan daerah-daerah yang dilanda perang, bencana, atau wilayah terpencil yang terisolasi dari perhatian pemerintah. Namun, kejadian ini memperlihatkan bahwa kelaparan bisa terjadi di mana saja, bahkan di daerah yang relatif stabil. Ini menunjukkan adanya masalah sistemik yang perlu segera diatasi.
Perubahan iklim, konflik bersenjata, dan pandemi Covid-19 telah memperburuk krisis pangan global. Di Indonesia, bencana alam seperti banjir dan kekeringan juga seringkali mengakibatkan gagal panen dan kelangkaan pangan. Selain itu, sistem pangan kita yang masih rentan terhadap fluktuasi harga dan monopoli pasar juga berkontribusi pada masalah kelaparan. Kasus kematian akibat kelaparan di Medan menjadi pengingat bahwa kita perlu melakukan tindakan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini.
Peran Strategis Pemerintah dan Masyarakat
Kematian akibat kelaparan di Medan mencerminkan kegagalan jaring pengaman sosial kita. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses ke kebutuhan dasar, seperti pangan. Kebijakan seperti bantuan sosial yang lebih kuat, akses yang lebih baik ke bantuan pangan, dan program-program pendukung bagi pekerja sektor informal seperti driver ojek online, harus diimplementasikan secara efektif.
Namun, tanggung jawab ini tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Masyarakat, terutama mereka yang berkecukupan, memiliki peran penting dalam memastikan tidak ada tetangga atau anggota komunitas yang kelaparan. Gotong-royong dan kepedulian sosial adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang peduli dan saling membantu.
Bantuan Sosial dan Peran BPJS
Dalam konteks ini, efektivitas bantuan sosial (bansos) dan lembaga sosial lainnya perlu dievaluasi. Seberapa efektifkah mereka dalam menjangkau dan membantu mereka yang paling membutuhkan? Kasus seperti di Medan menunjukkan adanya celah dalam sistem yang seharusnya melindungi warga dari kondisi yang mengancam nyawa mereka. Keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga perlu dievaluasi. Mengapa di negara yang memiliki sistem jaminan sosial, masih ada yang tidak mampu mengakses kebutuhan dasar seperti pangan?
Kemiskinan dan Kelaparan masih ada di Indonesia
Di Indonesia, kemiskinan absolut masih menjadi masalah di beberapa daerah, yang berisiko menyebabkan kelaparan dan malnutrisi. Misalnya, di Papua dan Papua Barat, dengan tingkat kemiskinan lebih dari 20% pada tahun 2023, ada laporan tentang malnutrisi parah. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), kemiskinan dan kerawanan pangan juga masih menjadi masalah, terutama selama musim kemarau panjang. Di Sumatera Utara dan Aceh, meskipun terdapat daerah perkotaan yang maju, kemiskinan dan kelaparan tetap menjadi ancaman di daerah pedesaan.