Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tergesa-gesa dan Pertimbangan Akal Sehat

10 Juli 2024   19:50 Diperbarui: 10 Juli 2024   20:06 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/e7ad/live/74798030-3c98-11ef-ab50-0fb8ca7ef382.jpg.webp

Pengantar

"Rektor Universitas Airlangga mengembalikan jabatan Prof Budi Santoso sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK). Sebelumnya, polemik pemberhentian Budi Santoso, yang diduga karena berbeda pendapat tentang dokter asing, membuka wacana lebih dalam tentang seberapa mendesak Indonesia membutuhkan keberadaan mereka".

Berita di atas menyentak publik mengingat baru beberapa hari sang Dekan dicopot oleh sang Rektor. Satu sisi berita ini menenangkan tetepai di sisi lain menimbulkan beragam pertanyaan, terutama seberapa mendesaknya menghentikan Budi Santoso sebagai dekan dan kemudian diangkat Kembali. Realita ini mengesankan adanya pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dan diluar prosedur.

Tergesa-gesa bagaikan api yang membakar logika dan akal sehat. Tindakan impulsif tanpa pertimbangan matang seringkali berakibat fatal, mengantarkan kita pada jurang penyesalan dan konsekuensi tak terduga. Seorang rector dengan jabatan akademik tinggi boleh dianggap sebagai seorang yang paling logis, ternyata bisa tersandung kasus juga.

Kisah pencopotan Dekan FK Unair menjadi contoh nyata bagaimana tergesa-gesa dapat menjerumuskan kita ke dalam pusaran keraguan dan pertanyaan. Kasus ini mirip dengan apa yang terjadi dengan Pegi Setiawan yang ditangkap oleh Polda Jawa Barat karena dituduh pembunuh Vina Cirebon. Setelah melalui praperadilan, dia bebas karena tidak cukup bukti.

Kasus pencopotan Dekan FK Unair, Prof. Dr. Budi Santoso, dan penangkapan Pegi Setiawan yang dituduh sebagai pembunuh Vina Cirebon, memiliki kesamaan: keputusan tergesa-gesa yang berakibat pada keraguan dan pertanyaan publik.

Kronologi Kejadian

Dekan FK Unair diberhentikan dari jabatannya setelah menolak kebijakan pemerintah untuk mendatangkan dokter asing. Tindakan ini memicu kontroversi dan mengundang kritik dari berbagai pihak. Banyak yang mempertanyakan proses pengambilan keputusan yang terkesan terburu-buru dan mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berikut isu terkait pencopotan Dekan FK Unair:

  • Menteri Kesehatan melontarkan wacana mendatangkan dokter asing untuk mengatasi kekurangan tenaga medis di Indonesia.
  • Dekan FK Unair menyatakan penolakan terhadap kebijakan tersebut, dengan alasan bahwa masih banyak dokter Indonesia yang kompeten dan perlu diberdayakan.
  • Rektor Unair memberhentikan Dekan FK Unair dengan alasan insubordinasi.
  • Pencopotan ini menuai kritik pedas, termasuk dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan masyarakat luas.
  • Rektor Unair akhirnya membatalkan pencopotan dan mengembalikan Dekan FK Unair ke jabatannya.

Di balik kontroversi pencopotan Dekan FK Unair, terdapat beberapa isu penting yang perlu dikaji lebih dalam:

1. Kekurangan tenaga medis di Indonesia

Apakah benar terjadi kekurangan tenaga medis di Indonesia? Jawabannya adalah ya, dan masalah ini cukup parah. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2023, rasio dokter di Indonesia adalah 0,47 per 1.000 penduduk, jauh di bawah standar WHO yang merekomendasikan 1 dokter per 1.000 penduduk.

Angka ini menunjukkan bahwa jumlah dokter yang tersedia tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Kekurangan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, distribusi dokter yang tidak merata, dengan banyak dokter terkonsentrasi di kota-kota besar sementara daerah terpencil sangat kekurangan tenaga medis.

Kedua, minat generasi muda untuk menjadi dokter cenderung rendah, mungkin karena pendidikan kedokteran yang panjang dan biaya yang tinggi. Ketiga, fenomena brain drain, di mana banyak dokter memilih untuk bekerja di luar negeri dengan alasan peluang kerja yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi.

Selain itu, meskipun pada tahun 2023 terdapat 143 sekolah kedokteran di Indonesia, jumlah ini masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dokter yang terus meningkat. Kondisi ini diperburuk oleh distribusi dokter yang tidak merata, di mana hanya 20% dokter di Indonesia yang mengabdi di daerah terpencil.

Situasi di atas menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga medis, masih ada kesenjangan besar dalam penyebarannya, yang berdampak pada akses layanan kesehatan bagi masyarakat di daerah terpencil. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan tenaga medis di Indonesia, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk peningkatan jumlah sekolah kedokteran, insentif untuk dokter yang bersedia bekerja di daerah terpencil, serta kebijakan yang dapat menahan laju brain drain.

2. Kebijakan mendatangkan dokter asing

Kebijakan mendatangkan dokter asing menimbulkan perdebatan yang hangat mengenai keefektifan dan dampaknya terhadap sistem kesehatan Indonesia. Banyak pihak yang menolak kebijakan ini karena khawatir akan berdampak negatif pada dokter lokal. Penolakan ini didasarkan pada beberapa alasan, seperti persaingan kerja yang semakin ketat, yang dapat mengancam stabilitas lapangan kerja bagi dokter-dokter lokal.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menyebabkan penurunan pendapatan dokter lokal, karena kehadiran dokter asing mungkin akan menekan tarif jasa medis. Terlebih lagi, terhambatnya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi juga menjadi kekhawatiran, mengingat adaptasi dan penyesuaian terhadap sistem lokal mungkin memakan waktu dan tidak selalu berjalan lancar.

Di sisi lain, beberapa pihak juga melihat potensi positif dari kebijakan ini. Salah satu manfaat yang diharapkan adalah peningkatan kualitas layanan kesehatan. Dengan kehadiran dokter asing, diharapkan ada peningkatan standar pelayanan medis yang bisa mendorong dokter lokal untuk terus meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu, kebijakan ini juga dipandang dapat mempercepat transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dokter asing bisa membawa praktik dan inovasi terbaru yang mungkin belum banyak diterapkan di Indonesia, sehingga bisa menjadi sarana pembelajaran bagi tenaga medis lokal. Tak kalah pentingnya, kebijakan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga medis di daerah terpencil, yang selama ini sulit dijangkau oleh dokter-dokter lokal. Dengan demikian, meskipun kebijakan mendatangkan dokter asing memiliki risiko dan tantangan, ada juga peluang untuk memperbaiki sistem kesehatan Indonesia secara keseluruhan.3. Proses pengambilan keputusan di institusi publik:

3. Apakah proses pengambilan keputusan di Unair dan Kemenkes sudah transparan dan akuntabel?

Pertanyaan ini mengemuka seiring dengan polemik pencopotan Dekan FK Unair. Salah satu aspek yang patut dipertanyakan adalah bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di Unair dan Kemenkes terkait kebijakan mendatangkan dokter asing.

Idealnya, mekanisme ini harus melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, seperti Dekan FK Unair, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan masyarakat luas. Keterlibatan berbagai pihak ini penting agar keputusan yang diambil dapat mencerminkan kepentingan dan aspirasi semua pihak yang terdampak.

Selain itu, proses pengambilan keputusan tersebut juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Transparansi dalam hal ini berarti bahwa setiap tahap proses pengambilan keputusan harus dapat diakses dan dipahami oleh publik.

Informasi mengenai alasan, pertimbangan, dan langkah-langkah yang diambil selama proses tersebut harus tersedia dan dapat diakses oleh siapa saja yang berkepentingan.

Akuntabilitas berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus bertanggung jawab atas keputusan yang mereka buat, serta siap memberikan penjelasan atau klarifikasi jika ada pertanyaan atau kritik dari publik.

Namun, dalam kasus pencopotan Dekan FK Unair, masih terdapat banyak pertanyaan mengenai sejauh mana prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas ini diterapkan.

Apakah publik memiliki akses terhadap informasi terkait proses pengambilan keputusan ini? Apakah ada mekanisme yang memungkinkan pemangku kepentingan terkait untuk memberikan masukan atau protes terhadap kebijakan yang dianggap tidak tepat?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan di institusi publik berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, yang pada akhirnya akan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.

4. Kebebasan akademik

Apakah pencopotan Dekan FK Unair merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan akademik?

Kebebasan akademik adalah hak sivitas akademika untuk mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat tanpa intervensi dari pihak luar. Dalam konteks ini, pencopotan Dekan FK Unair bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip tersebut.

Tindakan ini mencerminkan intervensi eksternal yang mengancam otonomi akademik dan kebebasan berekspresi di lingkungan pendidikan tinggi. Ketika seorang dekan diberhentikan dari jabatannya karena menyuarakan pendapat yang berbeda dari kebijakan pemerintah atau pimpinan institusi, hal ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang adanya tekanan yang tidak semestinya terhadap sivitas akademika.

Dampak jangka panjangnya bisa sangat merugikan, karena menciptakan iklim ketakutan di mana akademisi enggan untuk mengkritisi atau menyampaikan pandangan yang berseberangan dengan otoritas. Akibatnya, inovasi, kritisisme, dan perkembangan ilmu pengetahuan bisa terhambat karena para akademisi lebih memilih diam daripada mengambil risiko kehilangan posisi atau menghadapi sanksi.

Oleh karena itu, pencopotan Dekan FK Unair tidak hanya merupakan isu individual, tetapi juga simbol dari ancaman yang lebih luas terhadap kebebasan akademik di Indonesia, yang harus ditangani dengan serius untuk memastikan bahwa institusi pendidikan tetap menjadi tempat yang bebas untuk berpikir, berdiskusi, dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.

5. Solusi dan rekomendasi

Meningkatkan kualitas pendidikan dokter di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai langkah yang komprehensif dan strategis.

  • Pertama, meningkatkan jumlah sekolah kedokteran dengan fasilitas modern serta menambah kuota penerimaan mahasiswa akan menjadi langkah awal yang signifikan.
  • Menggratiskan atau menurunkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dalam periode tertentu sampai rasio dokter terpenuhi sesuai dengan standar WHO akan membantu meringankan beban finansial calon dokter dan mendorong lebih banyak individu untuk menempuh pendidikan kedokteran.
  • Memperbaiki kualitas kurikulum pendidikan kedokteran juga menjadi krusial untuk memastikan bahwa lulusan yang dihasilkan memiliki kompetensi yang tinggi dan siap menghadapi tantangan dunia medis. 
  • Memberikan insentif kepada dokter yang bersedia mengabdi di daerah terpencil akan membantu mendistribusikan tenaga medis secara lebih merata dan mengurangi kesenjangan akses layanan kesehatan di berbagai wilayah Indonesia.
  • Memperbaiki distribusi dokter juga memerlukan perhatian khusus, salah satunya dengan membangun rumah sakit di daerah-daerah terpencil. Pembangunan ini tidak hanya akan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, tetapi juga akan menarik dokter untuk bekerja di sana, mengurangi ketimpangan distribusi tenaga medis.
  • Memperkuat peran masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan kesehatan sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Masyarakat sipil dapat dilibatkan melalui pembentukan forum diskusi dan dialog antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil.
  • Memberikan akses informasi yang mudah dan transparan kepada publik terkait kebijakan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
  • Terakhir, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan kesehatan akan menciptakan lingkungan yang lebih demokratis dan responsif terhadap kebutuhan publik, memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.

Kasus pencopotan Dekan FK Unair, Prof. Budi Santoso, memang menarik dan membuka mata kita tentang beberapa hal penting.

Pertama, kasus ini menunjukkan bahwa emosi dan ego pribadi dapat mengaburkan pertimbangan logis dan profesionalisme dalam pengambilan keputusan. Tindakan rektor yang terkesan terburu-buru dan emosional, tanpa melalui proses klarifikasi dan diskusi yang mendalam, menunjukkan kurangnya pengendalian diri dan kedewasaan dalam kepemimpinannya.

Kedua, kasus ini juga menunjukkan kecenderungan otoriter dalam kepemimpinan rektor. Alih-alih membangun dialog dan mencari solusi bersama, rektor lebih memilih untuk mencopot dekan yang berbeda pendapat dengannya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan akademik di institusi pendidikan.

Ketiga, kasus ini menimbulkan kekeraguan terhadap kredibilitas dan transparansi dalam pengambilan keputusan di Unair. Masyarakat bertanya-tanya apakah pencopotan dekan benar-benar didasari oleh alasan yang objektif dan profesional, atau hanya karena rektor ingin menunjukkan "kekuasaannya".

Keempat, kasus ini juga menunjukkan lemahnya komunikasi dan koordinasi antara rektor dan Dekan FK Unair. Seharusnya, rektor dan dekan dapat menyelesaikan perbedaan pendapat mereka secara internal, tanpa harus melibatkan publik dan menimbulkan kegaduhan.

Kelima, kasus ini memperkuat kekhawatiran publik tentang kebijakan mendatangkan dokter asing. Banyak yang mempertanyakan apakah kebijakan ini benar-benar solusi yang tepat untuk mengatasi kekurangan tenaga medis di Indonesia, atau hanya untuk kepentingan tertentu.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama para pemimpin, untuk selalu mengedepankan akal sehat, profesionalisme, dan transparansi dalam mengambil keputusan. Kepemimpinan yang otoriter dan emosional hanya akan membawa dampak negatif bagi organisasi dan masyarakat.

Penting untuk diingat bahwa seorang Pemimpin harus mampu mengendalikan diri dan tidak mudah terpengaruh oleh emosi. Seorang pemimpin yang efektif perlu memiliki kendali diri yang kuat, karena keputusan yang diambil dalam keadaan emosional seringkali cenderung kurang rasional dan dapat merugikan banyak pihak. Selain itu, pengambilan keputusan harus berdasarkan pertimbangan logis dan profesionalisme, bukan ego pribadi.

Seorang pemimpin yang bijaksana selalu memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, serta menggunakan data dan fakta sebagai dasar dalam membuat keputusan. Komunikasi dan koordinasi yang baik sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik.

Dalam sebuah organisasi, jelasnya komunikasi dan harmonisnya koordinasi antaranggota tim dapat mencegah terjadinya miskomunikasi yang seringkali menjadi pemicu konflik. Prinsip demokrasi dan kebebasan akademik harus dijaga dan dihormati.

Demokrasi memungkinkan setiap individu untuk menyuarakan pendapatnya, sementara kebebasan akademik memberi ruang bagi sivitas akademika untuk melakukan penelitian dan pengajaran tanpa tekanan eksternal.

Terakhir, transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Ketika proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka dan pihak yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut akan semakin kuat. Semua ini adalah elemen kunci dalam menciptakan kepemimpinan yang efektif dan organisasi yang sehat.

Antara Tekanan dan Aspirasi

Keputusan Rektor Unair untuk mengangkat kembali Dekan FK Unair setelah beberapa hari pemecatan menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan ketegasannya dalam memimpin.

Di satu sisi, langkah ini menunjukkan bahwa rektor tidak tahan terhadap tekanan dari civitas academika dan mahasiswa yang melakukan mogok mengajar dan demonstrasi. Hal ini tentu saja dapat merusak citranya sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa.

Di sisi lain, keputusan ini juga dapat dilihat sebagai respon positif terhadap aspirasi dan ancaman yang disampaikan oleh civitas academika dan mahasiswa. Rektor menunjukkan bahwa dia terbuka terhadap dialog dan kritik, dan bersedia untuk mempertimbangkan kembali keputusannya jika dirasa kurang tepat.

Namun, rasa malu yang mungkin dirasakan rektor akibat keputusan ini tidak dapat dihindarkan. Ketidaktegasan dan mudahnya terpengaruh tekanan dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya.

Investigasi dan Rekomendasi

Kasus pencopotan dan pengembalian Dekan FK Unair oleh Rektor Unair memang memicu berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Ketidaktegasan dan mudahnya terpengaruh tekanan dari rektor, serta potensi terulangnya kejadian serupa di fakultas lain, mendorong perlunya investigasi dan rekomendasi dari pihak yang berwenang.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Wali Amanat Universitas Airlangga (Unair) memiliki peran penting dalam memastikan tata kelola yang baik dan akuntabel di universitas. Investigasi terhadap kebijakan rektor dan rekomendasi yang dihasilkan dapat menjadi langkah penting untuk:

  • Menguak fakta dan motif di balik pencopotan dan pengembalian Dekan FK Unair. Apakah keputusan tersebut didasari oleh pertimbangan yang matang dan objektif, atau hanya karena tekanan dan kepentingan tertentu?
  • Menilai kinerja dan kepemimpinan rektor. Apakah rektor telah menunjukkan integritas, profesionalisme, dan komitmen terhadap demokrasi dalam menjalankan tugasnya?
  • Mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Dengan memahami akar permasalahan dan kelemahan dalam sistem tata kelola, kementerian dan wali amanat dapat merumuskan langkah-langkah pencegahan yang efektif.

Rekomendasi yang dihasilkan dari investigasi ini dapat berupa:

  • Teguran kepada rektor. Jika terbukti bahwa rektor telah melakukan pelanggaran atau bertindak tidak profesional, teguran dapat menjadi bentuk peneguran dan pengingat untuk bertindak lebih bijaksana di masa depan.
  • Penggantian rektor. Dalam kasus yang sangat serius, di mana rektor terbukti tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, penggantian rektor mungkin menjadi solusi yang diperlukan.
  • Perubahan regulasi. Jika ditemukan kelemahan dalam regulasi yang mengatur pengambilan keputusan di universitas, perubahan regulasi dapat dilakukan untuk memperkuat sistem tata kelola dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
  • Peningkatan komunikasi dan koordinasi. Penting untuk membangun komunikasi yang lebih baik antara rektor, dekan, civitas academika, dan mahasiswa untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik.
  • Penguatan mekanisme pengawasan. Perlu dibentuk mekanisme pengawasan yang independen dan transparan untuk memastikan bahwa rektor dan pejabat universitas lainnya menjalankan tugasnya dengan baik dan akuntabel.

Penutup

Kasus pencopotan Dekan FK Unair menjadi cerminan betapa pentingnya pengambilan keputusan yang matang dan didasarkan pada logika serta akal sehat. Tergesa-gesa dalam bertindak tidak hanya merugikan individu, tetapi juga institusi dan masyarakat luas. Dalam era yang semakin kompleks ini, kolaborasi, transparansi, dan penghormatan terhadap kebebasan akademik adalah kunci untuk mencapai kemajuan bersama. Mari kita belajar dari kasus ini untuk membangun masa depan yang lebih baik, dengan keputusan-keputusan yang bijaksana dan berbasis pada logika yang kuat.

Sumber:

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4ng2dgzjj5o
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240704232335-20-1117764/pemecatan-dekan-fk-unair-dinilai-tak-sesuai-prosedur-dan-tergesa-gesa/komentar
https://www.radicalismstudies.org/20874/2024/07/news/media-highlight-pakar/dekan-fk-unair-dicopot-civitas-academica-ancam-mogok-ngajar.html
https://www.radicalismstudies.org/20874/2024/07/news/media-highlight-pakar/dekan-fk-unair-dicopot-civitas-academica-ancam-mogok-ngajar.html
https://nasional.kompas.com/read/2024/07/05/12052521/kemendikbud-peringatkan-rektor-unair-yang-copot-dekan-fk-karena-tolak-dokter?page=all
https://www.radicalismstudies.org/20874/2024/07/news/media-highlight-pakar/dekan-fk-unair-dicopot-civitas-academica-ancam-mogok-ngajar.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun