Namun, dalam kasus pencopotan Dekan FK Unair, masih terdapat banyak pertanyaan mengenai sejauh mana prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas ini diterapkan.
Apakah publik memiliki akses terhadap informasi terkait proses pengambilan keputusan ini? Apakah ada mekanisme yang memungkinkan pemangku kepentingan terkait untuk memberikan masukan atau protes terhadap kebijakan yang dianggap tidak tepat?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan di institusi publik berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, yang pada akhirnya akan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
4. Kebebasan akademik
Apakah pencopotan Dekan FK Unair merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan akademik?
Kebebasan akademik adalah hak sivitas akademika untuk mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat tanpa intervensi dari pihak luar. Dalam konteks ini, pencopotan Dekan FK Unair bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip tersebut.
Tindakan ini mencerminkan intervensi eksternal yang mengancam otonomi akademik dan kebebasan berekspresi di lingkungan pendidikan tinggi. Ketika seorang dekan diberhentikan dari jabatannya karena menyuarakan pendapat yang berbeda dari kebijakan pemerintah atau pimpinan institusi, hal ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang adanya tekanan yang tidak semestinya terhadap sivitas akademika.
Dampak jangka panjangnya bisa sangat merugikan, karena menciptakan iklim ketakutan di mana akademisi enggan untuk mengkritisi atau menyampaikan pandangan yang berseberangan dengan otoritas. Akibatnya, inovasi, kritisisme, dan perkembangan ilmu pengetahuan bisa terhambat karena para akademisi lebih memilih diam daripada mengambil risiko kehilangan posisi atau menghadapi sanksi.
Oleh karena itu, pencopotan Dekan FK Unair tidak hanya merupakan isu individual, tetapi juga simbol dari ancaman yang lebih luas terhadap kebebasan akademik di Indonesia, yang harus ditangani dengan serius untuk memastikan bahwa institusi pendidikan tetap menjadi tempat yang bebas untuk berpikir, berdiskusi, dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.
5. Solusi dan rekomendasi
Meningkatkan kualitas pendidikan dokter di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai langkah yang komprehensif dan strategis.
- Pertama, meningkatkan jumlah sekolah kedokteran dengan fasilitas modern serta menambah kuota penerimaan mahasiswa akan menjadi langkah awal yang signifikan.
- Menggratiskan atau menurunkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dalam periode tertentu sampai rasio dokter terpenuhi sesuai dengan standar WHO akan membantu meringankan beban finansial calon dokter dan mendorong lebih banyak individu untuk menempuh pendidikan kedokteran.
- Memperbaiki kualitas kurikulum pendidikan kedokteran juga menjadi krusial untuk memastikan bahwa lulusan yang dihasilkan memiliki kompetensi yang tinggi dan siap menghadapi tantangan dunia medis.Â
- Memberikan insentif kepada dokter yang bersedia mengabdi di daerah terpencil akan membantu mendistribusikan tenaga medis secara lebih merata dan mengurangi kesenjangan akses layanan kesehatan di berbagai wilayah Indonesia.
- Memperbaiki distribusi dokter juga memerlukan perhatian khusus, salah satunya dengan membangun rumah sakit di daerah-daerah terpencil. Pembangunan ini tidak hanya akan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, tetapi juga akan menarik dokter untuk bekerja di sana, mengurangi ketimpangan distribusi tenaga medis.
- Memperkuat peran masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan kesehatan sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Masyarakat sipil dapat dilibatkan melalui pembentukan forum diskusi dan dialog antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil.
- Memberikan akses informasi yang mudah dan transparan kepada publik terkait kebijakan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
- Terakhir, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan kesehatan akan menciptakan lingkungan yang lebih demokratis dan responsif terhadap kebutuhan publik, memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.
Kasus pencopotan Dekan FK Unair, Prof. Budi Santoso, memang menarik dan membuka mata kita tentang beberapa hal penting.
Pertama, kasus ini menunjukkan bahwa emosi dan ego pribadi dapat mengaburkan pertimbangan logis dan profesionalisme dalam pengambilan keputusan. Tindakan rektor yang terkesan terburu-buru dan emosional, tanpa melalui proses klarifikasi dan diskusi yang mendalam, menunjukkan kurangnya pengendalian diri dan kedewasaan dalam kepemimpinannya.