Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Sebut dan Pertimbangan Akal Sehat

9 Juli 2024   15:04 Diperbarui: 9 Juli 2024   15:09 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mmc.tirto.id/image/otf/970x0/2024/05/26/antarafoto-pengungkapan-kasus-pembunuhan-vina-260524-rai-3_ratio-16x9.jpg

Pendahuluan

Kesalahan dalam penetapan nama Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon di Jawa Barat pada tahun 2016 telah menjadi sorotan publik dan banyak dikomentari oleh media. Insiden ini memicu reaksi dan kekhawatiran terkait kredibilitas serta profesionalisme institusi kepolisian.

Pada awalnya, polisi mengumumkan bahwa ada tiga DPO dalam kasus tersebut. Namun, setelah salah satu tersangka ditangkap, pernyataan berubah menjadi hanya ada satu tersangka. Perubahan ini menimbulkan kebingungan dan pertanyaan di masyarakat mengenai kejelasan dan akurasi informasi yang diberikan oleh pihak kepolisian.

Berbagai media menyoroti kesalahan ini dan memberikan kritik terhadap kinerja kepolisian. Contohnya, Kompas.com menulis artikel berjudul "Kasus Vina Cirebon: Polisi Minta Maaf Salah Sebut 2 DPO".

Artikel ini membahas kronologi kejadian dan kritik terhadap kinerja kepolisian yang dianggap kurang teliti dalam penetapan DPO.

Media lain seperti Tempo.co dan CNN Indonesia juga mengangkat isu serupa dengan artikel berjudul "Polisi Hapus 2 Nama DPO Kasus Pembunuhan Vina Cirebon" dan "Polisi Sebut 2 Nama DPO Kasus Vina Cirebon Salah Sebut". Kata-kata "salah sebut" mungkin terdengar sepele, namun dalam konteks yang lebih serius, kesalahan ini dapat membawa berbagai makna dan konsekuensi yang signifikan.


Dalam percakapan sehari-hari, salah sebut sering terjadi sebagai bagian dari candaan atau ketidakpastian dalam mengingat nama atau kata, dan umumnya tidak menimbulkan masalah besar. Namun, dalam dunia profesional, kesalahan penyebutan informasi dapat berakibat fatal. Contohnya dalam dunia intelijen, kesalahan informasi bisa membahayakan operasi dan mengancam nyawa.

Di bidang pendidikan, salah sebut istilah atau konsep bisa membingungkan siswa dan menghambat proses belajar mengajar.

Kesalahan dalam penyebutan informasi, terutama dalam ranah yang serius, sering kali memiliki konsekuensi fatal. Contohnya adalah kesalahan intelijen Amerika Serikat yang menyebabkan invasi ke Irak pada tahun 2003. Berdasarkan informasi yang salah tentang senjata pemusnah massal, invasi tersebut mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan luar biasa.

Kesalahan ini menyebabkan kerugian besar dalam bentuk korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan ketidakstabilan regional. Kesalahan diagnosis oleh dokter juga bisa berakibat fatal bagi pasien, seperti salah mengidentifikasi penyakit dan memberikan pengobatan yang tidak tepat, yang dapat memperparah kondisi pasien atau bahkan menyebabkan kematian.

Di bidang penerbangan, kesalahan komunikasi atau salah memasukkan data bisa berakibat fatal, misalnya salah memasukkan koordinat pendaratan yang bisa menyebabkan kecelakaan pesawat. Kesalahan identitas dalam situasi genting seperti penyergapan kepolisian juga dapat berujung pada jatuhnya korban jiwa yang tidak bersalah.

Beberapa peristiwa salah sebut sepanjang sejarah telah berdampak signifikan, bahkan mengguncang dunia. Contohnya adalah "Gaffe Munich" pada tahun 1938, di mana Perdana Menteri Inggris Neville Chamberlain secara keliru menyatakan bahwa ia telah mencapai "perdamaian untuk zaman kita" setelah bertemu dengan Adolf Hitler.

Pernyataan ini menjadi simbol kegagalan Chamberlain dalam memahami niat jahat Hitler. Contoh lain adalah pernyataan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada tahun 1998 tentang kebijakan "dukungan moral" untuk Taiwan, yang bertentangan dengan kebijakan "Satu Tiongkok" dan menyebabkan ketegangan dengan Tiongkok.

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa salah sebut dapat memiliki konsekuensi serius, baik bagi individu yang terlibat maupun masyarakat secara keseluruhan.

Di era digital, kesalahan dalam pemberitaan media dapat merusak reputasi seseorang dan memicu kerusuhan. Contohnya, pada tahun 2019, seorang guru di Indonesia salah menyebut nama pahlawan nasional dalam ujian, yang berujung pada kecaman dan pemecatan.

Kesalahan yang viral di media sosial juga dapat membawa dampak besar, seperti yang terjadi pada tahun 2020 ketika seorang selebritas Indonesia salah menyebut nama negara dalam video yang diunggah, yang menjadi viral dan menuai banyak hujatan dari warganet.

Kesalahan penetapan nama DPO dalam kasus Vina Cirebon menjadi sorotan media dan viral di media sosial, memicu pertanyaan tentang kredibilitas dan profesionalisme kepolisian. Hal ini dikhawatirkan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

Dalam berbagai kasus, salah sebut oleh tokoh nasional juga bisa menghasilkan momen lucu yang tak terduga. Contohnya, Presiden Jokowi pada tahun 2014 menyebut Lembah Baliem sebagai "Lembah Balim", yang menjadi bahan candaan di media sosial. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga pernah salah menyebut Gojek sebagai "Gojek Online" pada tahun 2017, yang menuai tawa dari hadirin.

Ada beberapa penyebab mengapa seseorang bisa salah menyebut nama orang lain, baik disengaja maupun tidak. Penyebabnya antara lain kesalahan pengarsipan memori, kelelahan atau stres, gangguan pendengaran atau penglihatan, kurang perhatian, dan sengaja salah menyebut.

Otak manusia menyimpan informasi dalam kategori tertentu, dan ketika kita bertemu dengan orang baru, otak kita mencoba menghubungkan nama mereka dengan kategori yang sudah ada dalam memori, yang bisa menyebabkan kesalahan jika dua orang memiliki nama yang mirip.

Kelelahan atau stres juga dapat menurunkan kemampuan kognitif, termasuk mengingat dan memproses informasi. Gangguan pendengaran atau penglihatan bisa membuat seseorang lebih sulit mendengar atau melihat nama orang lain dengan jelas.

Kurang perhatian juga bisa menjadi penyebab salah sebut, seperti ketika seseorang tidak cukup memperhatikan saat seseorang memperkenalkan diri. Dalam beberapa kasus, orang sengaja salah menyebut nama orang lain untuk menggoda, menunjukkan rasa tidak hormat, atau menghindari percakapan.

Beberapa Ilustrasi

Ilustrasi 1: Seorang Stand-up Komedian yang Salah Sebut untuk Tujuan Hiburan

Dalam dunia stand-up komedi, salah sebut bukanlah hal yang asing. Seorang stand-up komedian sering kali dengan sengaja melakukan salah sebut sebagai bagian dari penampilannya. Ini biasanya terjadi dalam segmen roasting, di mana komedian membuat lelucon yang tajam dan sering kali mengejek audiens atau rekan mereka.

Salah sebut yang disengaja ini berfungsi untuk menambah elemen kejutan dan tawa, serta memperkuat karakter humor komedian tersebut. Misalnya, seorang komedian mungkin dengan sengaja salah menyebut nama selebriti yang sedang naik daun menjadi nama yang terdengar mirip namun konyol.

Dengan cara ini, komedian menciptakan humor dari ketidaksesuaian dan absurditas, yang merupakan inti dari banyak lelucon. Penonton biasanya menyadari bahwa kesalahan tersebut disengaja dan merupakan bagian dari pertunjukan, sehingga mereka menikmati momen tersebut sebagai bagian dari hiburan.


Ilustrasi 2: Pengadu Domba yang Salah Sebut Nama dalam Perselisihan

Di sisi yang lebih serius, salah sebut bisa digunakan sebagai alat untuk menciptakan konflik. Seorang pengadu domba atau penyusup mungkin dengan sengaja salah menyebut nama seseorang dalam sebuah perselisihan dengan tujuan memanipulasi situasi dan menyebabkan perkelahian.

Contohnya, dalam sebuah kelompok, pengadu domba bisa menyebarkan desas-desus bahwa seorang anggota kelompok telah berbicara buruk tentang anggota lainnya. Dengan salah menyebut nama pelaku atau korban, pengadu domba menciptakan kebingungan dan ketegangan di antara anggota kelompok.

Kesalahan yang disengaja ini bisa memicu kemarahan dan mengarah pada konfrontasi fisik atau verbal, yang memperparah situasi. Pengadu domba tersebut memanfaatkan kerentanan manusia terhadap informasi yang salah dan emosi yang mudah tersulut, demi mencapai tujuannya dalam memecah belah kelompok.

Ilustrasi 3: Hamba yang Salah Sebut Tuhan karena Gembira

Ilustrasi ketiga menggambarkan situasi yang lebih spiritual dan emosional. Seorang hamba yang begitu gembira karena doanya dikabulkan mungkin tergelincir lidahnya dan salah menyebut Tuhan sebagai hamba, dan dirinya sebagai Tuhan. Kesalahan ini terjadi karena perasaan gembira yang berlebihan dan rasa syukur yang meluap-luap. Dalam momen ekstasi spiritual, seseorang bisa kehilangan kontrol atas kata-katanya dan membuat kesalahan yang tidak disengaja.

Meskipun ini mungkin terdengar lucu atau aneh bagi orang lain, bagi orang yang mengalami momen tersebut, itu adalah ekspresi tulus dari kebahagiaan dan keterhubungan dengan yang ilahi. Kesalahan ini mencerminkan betapa dalamnya rasa syukur dan kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang, hingga batas antara dirinya dan Tuhannya tampak kabur.

Ilustrasi 4: Pemimpin yang Salah Sebut Nama Kota atau Istilah

Kesalahan sebut juga sering terjadi di kalangan pemimpin, terutama saat mereka berbicara di depan umum. Seorang pemimpin bisa salah menyebut nama kota atau istilah tertentu karena berbagai alasan, seperti kelelahan, stres, atau momen kelupaan. Misalnya, seorang presiden yang sedang berpidato di sebuah kota mungkin salah menyebut nama kota tersebut dengan nama kota lain yang mirip.

Kesalahan ini bisa terjadi karena padatnya jadwal, tekanan dari situasi, atau sekadar latah. Meskipun kelihatannya sepele, kesalahan seperti ini bisa memiliki dampak besar, terutama jika terjadi dalam konteks yang sangat formal atau penting.

Media dan publik mungkin mengkritik pemimpin tersebut atas ketidaktelitian atau menganggapnya sebagai tanda kurangnya perhatian terhadap detail. Namun, dalam banyak kasus, masyarakat juga bisa memaafkan kesalahan ini, terutama jika pemimpin tersebut segera memperbaiki diri dan menunjukkan bahwa mereka memang manusia yang bisa melakukan kesalahan.


Ilustrasi 5: Seseorang yang Salah Sebut Arah untuk Melindungi dari Penjahat

Salah sebut juga bisa menjadi alat yang digunakan dalam situasi darurat untuk melindungi seseorang dari bahaya. Bayangkan seseorang yang dikejar oleh penjahat dan mencari perlindungan. Seorang saksi yang melihat kejadian tersebut mungkin dengan sengaja memberikan arah yang salah kepada penjahat untuk mengalihkan perhatian mereka dari korban.

Contohnya, jika penjahat bertanya ke arah mana korbannya melarikan diri, saksi bisa mengatakan arah yang berlawanan. Dalam situasi ini, salah sebut digunakan sebagai strategi untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Tindakan ini memerlukan keberanian dan kepintaran, serta pemahaman cepat tentang situasi.

Meskipun menyampaikan informasi yang salah biasanya dianggap negatif, dalam konteks ini, salah sebut adalah tindakan heroik yang bertujuan untuk melindungi seseorang dari bahaya yang mengancam.

Ilustrasi 6: Seseorang yang Sengaja Menyebut Kata Sembarangan karena Gangguan Kejiwaan atau Mabuk

Ilustrasi keenam menggambarkan situasi di mana seseorang sengaja menyebut kata sembarangan ketika ditanya, baik karena mengalami gangguan kejiwaan atau berada dalam keadaan mabuk. Dalam kondisi seperti ini, ucapan orang tersebut sering kali tidak konsisten dan tidak dapat dipercaya. Mereka mungkin mengeluarkan kata-kata yang tidak berhubungan, tidak masuk akal, atau bahkan tidak sesuai dengan konteks pembicaraan.

Gangguan kejiwaan seperti skizofrenia, bipolar, atau kondisi psikotik lainnya bisa menyebabkan seseorang berbicara tanpa kendali atau menyebut kata-kata yang tidak masuk akal. Orang dengan gangguan ini mungkin mengalami delusi atau halusinasi yang mempengaruhi cara mereka berkomunikasi.

Ketika ditanya, mereka mungkin memberikan jawaban yang tampaknya acak atau tidak relevan, mencerminkan keadaan pikiran mereka yang kacau. Misalnya, jika ditanya tentang alamat rumah, mereka mungkin menjawab dengan serangkaian angka dan kata-kata yang tidak berhubungan sama sekali.

Di sisi lain, seseorang yang berada dalam keadaan mabuk akibat alkohol atau narkoba juga cenderung berbicara tanpa kendali. Pengaruh zat-zat ini dapat mengganggu fungsi otak dan kemampuan kognitif, sehingga orang yang mabuk mungkin tidak mampu memberikan jawaban yang koheren atau relevan.

Mereka mungkin berceloteh tanpa arah, mengulang-ulang kata-kata, atau menyebut nama dan tempat yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan yang diajukan. Misalnya, saat ditanya tentang kejadian tertentu, orang yang mabuk mungkin malah berbicara tentang pengalaman masa kecil atau hal-hal lain yang sama sekali tidak berkaitan.

Dalam kedua situasi tersebut, sangat sulit untuk mempercayai apa yang dikatakan oleh orang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan atau mabuk. Ucapan mereka sering kali tidak dapat diandalkan dan memerlukan verifikasi dari sumber lain.

Penting bagi orang-orang di sekitar mereka untuk memahami kondisi ini dan tidak mengambil kata-kata mereka secara harfiah atau serius. Dukungan medis dan psikologis mungkin diperlukan untuk membantu mereka mengatasi kondisi yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan jelas dan benar.

Dampak Salah Sebut

Kesalahan penetapan nama DPO dalam kasus Vina Cirebon berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap kepolisian. Masyarakat menjadi ragu terhadap informasi yang disampaikan oleh pihak kepolisian, merasa tidak yakin dengan proses penegakan hukum, dan khawatir jika mereka menjadi korban salah tangkap atau salah sebut oleh pihak kepolisian.

Untuk menghindari kesalahan seperti ini, penting untuk berhati-hati dalam berbicara, memeriksa kembali fakta, menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, serta meminta bantuan orang lain jika tidak yakin dengan informasi yang ingin disampaikan.

Pihak kepolisian perlu meningkatkan kehati-hatian dan ketelitian dalam proses penyelidikan, melakukan verifikasi data yang lebih ketat, meningkatkan koordinasi antar instansi, memanfaatkan teknologi informasi, dan memberikan edukasi serta pelatihan yang berkelanjutan bagi petugas. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kesalahan seperti ini tidak terulang dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat pulih.

Kasus salah sebut nama DPO dalam kasus Vina Cirebon adalah contoh nyata dari pentingnya penegakan hukum yang profesional dan kredibel. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang akurat dan proses hukum yang adil. Dengan melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, diharapkan kesalahan seperti ini tidak terulang kembali dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat kembali pulih. Kasus ini menjadi pengingat bagi pihak kepolisian untuk lebih berhati-hati dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Penetapan DPO merupakan langkah penting dalam proses penegakan hukum, dan kesalahan dalam hal ini dapat berakibat fatal.

Masyarakat harus mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari sumber yang resmi. Di era digital ini, di mana informasi tersebar dengan cepat dan luas, masyarakat harus kritis dan tidak mudah termakan oleh berita bohong atau informasi yang menyesatkan.

Kesalahan dalam penyebutan informasi, terutama dalam ranah yang serius, sering kali memiliki konsekuensi fatal. Di bidang pendidikan, salah sebut istilah atau konsep bisa membingungkan siswa dan menghambat proses belajar mengajar.

Di dunia intelijen, kesalahan informasi bisa membahayakan operasi dan mengancam nyawa. Di bidang penerbangan, kesalahan komunikasi atau salah memasukkan data bisa berakibat fatal, misalnya salah memasukkan koordinat pendaratan yang bisa menyebabkan kecelakaan pesawat.

Penutup

Kehati-hatian dalam menyampaikan informasi, melakukan verifikasi yang menyeluruh, dan menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan akurasi serta kecepatan dalam proses verifikasi data.

Institusi penegak hukum perlu meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, memberikan edukasi dan pelatihan yang berkelanjutan bagi petugas, serta memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam proses verifikasi data.

Masyarakat juga harus kritis dan tidak mudah termakan oleh berita bohong atau informasi yang menyesatkan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kesalahan seperti ini tidak terulang kembali dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat kembali pulih.

Sumber:
https://metro.tempo.co/read/1872947/alasan-polisi-hapus-2-nama-lain-dari-dpo-kasus-pembunuhan-vina-cirebon

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/05/27/06124261/polisi-hapus-2-nama-dpo-kasus-vina-cirebon-keluarga-terkejut-dan-kecewa

https://tirto.id/alasan-polisi-hapus-andi-dani-dari-dpo-kasus-vina-cirebon-nama-fiktif-gZaM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun