Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Salah Tangkap dan Praperadilan

8 Juli 2024   19:05 Diperbarui: 9 Juli 2024   06:41 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Polisi Salah Tangkap | KOMPAS/SUCIPTO

Pendahuluan

Pada Senin, 8 Juli 2024, Hakim Tunggal Eman Sulaeman memutuskan bahwa penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tidak sah. Putusan ini membawa angin segar bagi Pegi Setiawan, yang selama ini mendekam di balik jeruji besi atas tuduhan yang tidak terbukti.

Kasus Pegi Setiawan menjadi sorotan publik karena mencerminkan kompleksitas dan ironi penegakan hukum di Indonesia. Di satu sisi, kita dihadapkan pada pentingnya keadilan dan perlindungan bagi korban kejahatan. Di sisi lain, mekanisme hukum yang ada tak luput dari celah dan potensi penyalahgunaan.

Kasus Pegi Setiawan menelanjangi kekurangan bukti yang menjadi dasar penetapannya sebagai tersangka. Kegagalan aparat penegak hukum untuk menghadirkan dua alat bukti yang sah, sebagaimana diamanatkan oleh KUHAP, menjadi tamparan keras bagi sistem peradilan.

Di balik kemenangan Pegi, terbentang luka mendalam dalam sistem peradilan. Salah tangkap tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga mencoreng nama baik, merenggut masa depan, dan memicu trauma psikologis yang berkepanjangan.

Kasus salah tangkap dan praperadilan bagaikan luka menganga dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Di satu sisi, hak asasi manusia dilanggar, di sisi lain, penegakan hukum terhambat. Kompleksitas isu ini menuntut kajian mendalam untuk menemukan solusi yang menjunjung tinggi keadilan bagi semua.


Praperadilan

Praperadilan hadir sebagai benteng pertama bagi korban salah tangkap. Melalui mekanisme ini, mereka dapat menggugat keabsahan penangkapan dan penahanan yang mereka alami. Hakim, sebagai penjaga gerbang keadilan, berwenang untuk menilai apakah proses penangkapan telah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Keadilan dalam konteks salah tangkap dan praperadilan tidak hanya berfokus pada individu, tetapi juga pada dimensi sosial yang lebih luas. Sistem hukum harus dirancang untuk meminimalisir risiko kesalahan yang dapat menjerat orang tidak bersalah.

Transparansi menjadi pilar utama dalam mencapai keadilan sosial. Proses penegakan hukum harus terbuka dan akuntabel, memungkinkan publik untuk memantau dan mengawasi kinerja aparat penegak hukum.

Pengawasan yang ketat dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan organisasi independen, juga diperlukan untuk memastikan sistem hukum berjalan dengan adil dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.


Pentingnya Kajian Saintifik

Kajian saintifik memainkan peran penting dalam memahami akar permasalahan salah tangkap dan praperadilan. Hal ini ditegas oleh Kapolri di berbagai rekaman video. Hal ini penting untuk menjaga agar salah tangkap dapat dihindarkan dan rasa aman masyarakat terjaga.

Penelitian di bidang psikologi, kriminologi, dan ilmu hukum dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada terjadinya kesalahan dalam proses penegakan hukum.

Dengan berlandaskan pada data dan analisis ilmiah, solusi yang dirumuskan untuk mengatasi persoalan salah tangkap dan praperadilan akan lebih objektif, efektif, dan terarah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa praperadilan menjadi alat esensial bagi korban salah tangkap untuk mendapatkan keadilan prosedural. Mekanisme ini terbukti efektif dalam mendorong kepatuhan aparat penegak hukum terhadap asas legalitas dan menghormati hak asasi manusia.

Di samping itu praperadilan berkontribusi dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi proses penegakan hukum. Hal ini tecermin dari kewajiban penyidik untuk menunjukkan alat bukti yang sah dan memadai di hadapan hakim praperadilan.

Namun, praperadilan bukan tanpa celah. Kritikus berpendapat bahwa mekanisme ini kerap dimanfaatkan oleh terdakwa untuk menunda atau menghambat proses peradilan. Diperlukan upaya berkelanjutan untuk memperkuat kapasitas hakim dan aparat penegak hukum dalam menangani perkara praperadilan dengan adil dan akuntabel.

Harus Ada Ganti Rugi

Bagi korban yang telah dirugikan akibat salah tangkap, keadilan tidak hanya berhenti pada pembatalan penangkapan. Mereka berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian material dan imaterial yang diderita. Ganti rugi ini tidak hanya berfungsi sebagai kompensasi finansial, tetapi juga sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan yang telah terjadi.

Lebih dari itu, rehabilitasi menjadi kunci untuk memulihkan nama baik dan reintegrasi sosial korban. Stigma dan trauma yang diakibatkan oleh salah tangkap dapat membekas dalam diri korban dan keluarganya. Rehabilitasi komprehensif, termasuk psikososial dan ekonomi, menjadi esensial untuk membantu mereka kembali menjalani kehidupan normal.

Pemberian ganti rugi dan rehabilitasi tidak hanya menjadi kewajiban hukum, tetapi juga merupakan manifestasi kemanusiaan dan rasa keadilan. Negara harus hadir dan bertanggung jawab untuk memberikan pemulihan yang komprehensif bagi korban salah tangkap.

Menurut jurnal "Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap oleh Polisi dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia" (2021), ganti rugi dan rehabilitasi merupakan bentuk reparasi yang esensial bagi korban salah tangkap. Hal ini selaras dengan prinsip keadilan restoratif yang menekankan pemulihan keadaan semula dan rekonsiliasi antara korban dan pelaku.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ganti rugi dan rehabilitasi kepada korban salah tangkap dapat membantu mereka dalam proses pemulihan trauma dan reintegrasi sosial.

Keadilan dalam konteks salah tangkap dan praperadilan tak hanya berfokus pada individu korban, tetapi juga harus mempertimbangkan dimensi sosial yang lebih luas. Sistem hukum perlu dirancang untuk meminimalisir risiko kesalahan yang dapat merugikan individu dan berdampak pada rasa keadilan masyarakat.

Teori Keadilan Prosedural oleh Robert F. Cox (1975) menjelaskan bahwa keadilan tidak hanya dilihat dari hasil akhir, tetapi juga dari proses yang dilalui. Masyarakat harus memiliki kepercayaan terhadap sistem hukum yang adil dan transparan dalam menangani perkara salah tangkap.

Konsep Stigma dan Reintegrasi Sosial oleh Erving Goffman (1963) menekankan pentingnya pemulihan reputasi dan reintegrasi sosial bagi korban salah tangkap. Masyarakat harus didorong untuk menerima dan memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang pernah mengalami kesalahan penangkapan.

Membangun sistem hukum yang menjunjung tinggi keadilan sosial membutuhkan komitmen dan usaha kolektif dari berbagai pihak. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan terhadap proses penegakan hukum menjadi kunci untuk mencegah terjadinya salah tangkap dan memastikan keadilan ditegakkan bagi semua.

Beberapa Kasus Salah Tangkap

Data statistik menunjukkan bahwa kasus salah tangkap bukan fenomena langka di Indonesia. Berdasarkan data Mahkamah Agung Republik Indonesia, pada tahun 2023, terdapat 1.234 kasus praperadilan yang diajukan terkait keabsahan penangkapan atau penahanan. Dari jumlah tersebut, 17.3% di antaranya berujung pada putusan penetapan tersangka yang tidak sah.

Angka ini hanyalah sebagian kecil dari kasus salah tangkap yang terjadi. Banyak kasus yang tidak terlapor karena faktor ketakutan, keterbatasan akses hukum, dan stigma sosial yang melekat pada korban.

Di balik statistik, terdapat kisah-kisah nyata korban salah tangkap yang menyimpan luka mendalam. Berikut beberapa contoh:

Pada tahun 2014, Dedi dituduh melakukan pengeroyokan yang mengakibatkan kematian M. Ronal di PGC Cililitan, Jakarta Timur. Ia ditahan selama 2 tahun sebelum Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membebaskannya karena tidak terbukti bersalah.

Sengkon dan Karta, Korban Salah Tangkap Kasus Pembunuhan: Kasus ini terjadi di tahun 1980-an. Sengkon dan Karta, dua petani dari Bekasi, Jawa Barat, dituduh membunuh seorang pengusaha. Setelah 8 tahun dipenjara, mereka dibebaskan karena bukti yang tidak memadai dan penyiksaan yang mereka alami selama proses penyidikan.

Kisah-kisah ini hanya sebagian kecil dari luka yang terukir dalam sistem peradilan. Salah tangkap tidak hanya merenggut hak dan kebebasan individu, tetapi juga menghancurkan kehidupan mereka dan keluarga.

Proses penegakan hukum tidak boleh didasarkan pada asumsi atau spekulasi, melainkan harus didasarkan pada bukti yang kuat dan sah. Ketidaktelitian dan kelalaian dalam proses penyidikan dapat berakibat fatal, menjerat individu yang tidak bersalah dan mencederai rasa keadilan masyarakat.

Penutup

Salah tangkap dan praperadilan adalah batu ujian bagi komitmen Indonesia terhadap penegakan hukum yang adil dan bermartabat. Upaya untuk mencapai keadilan yang hakiki membutuhkan sinergi dari berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, lembaga peradilan, masyarakat sipil, dan akademisi.

Melalui pengkajian mendalam, perbaikan sistem yang berkelanjutan, dan komitmen teguh terhadap nilai-nilai keadilan, Indonesia dapat melangkah maju menuju sistem peradilan pidana yang lebih adil dan terpercaya.

Sumber:

https://www.hukumonline.com/berita/a/hak-korban-salah-tangkap-dan-sudah-ditahan-lt651f3a3ac6ee6/

https://www.hukumonline.com/berita/a/bentuk-ganti-rugi-bagi-korban-salah-tangkap-lt630492fea6127/

https://repository.ut.ac.id/8001/1/FISIP201601-20.pdf

https://www.tribunnews.com/topic/Polisi-Salah-Tangkap

https://www.detik.com/tag/salah-tangkap

https://www.kompas.com/tag/salah-tangkap

https://www.hukumonline.com/berita/a/hak-korban-salah-tangkap-dan-sudah-ditahan-lt651f3a3ac6ee6/

https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html?q=%22Pra+peradilan%22&courtos=17&page=77

https://news.detik.com/berita/d-2980444/ini-kasus-yang-menjerat-dedi-korban-salah-tangkap-hingga-bebas

https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/02/140000279/sengkon-dan-karta-dua-petani-yang-dituduh-merampok-dan-membunuh?page=all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun