Syahwat keluarga Rajapaksa terhadap kekuasaan dan harta memicu krisis ekonomi yang parah di Sri Lanka pada tahun 2022. Rakyat yang marah turun ke jalan dan menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang akhirnya melarikan diri dari negara itu.
Kisah-kisah raja-raja di atas merupakan contoh nyata bagaimana syahwat yang tak terkendali dapat membawa kehancuran. Para pemimpin yang terjebak dalam nafsu kekuasaan, harta, dan wanita pada akhirnya kehilangan kepercayaan rakyat dan menghancurkan kerajaan mereka.
Raja-raja di Indonesia yang Tumbang karena Syahwat
Sejarah Indonesia mencatat beberapa kisah raja yang kehilangan tahta akibat syahwat yang tak terkendali. Mereka terjerumus dalam nafsu kekuasaan, harta benda, dan wanita, yang pada akhirnya mengantarkan mereka pada kehancuran. Berikut beberapa contohnya:
1. Raja Brawijaya V dari Majapahit (1451-1455)
Raja Brawijaya V, dikenal juga dengan nama Girindrawardhana, naik tahta setelah kematian ayahnya, Brawijaya IV. Masa pemerintahannya diwarnai dengan perebutan kekuasaan dan intrik politik. Brawijaya V dihadapkan pada pemberontakan dari beberapa daerah taklukan Majapahit, seperti Kediri dan Blambangan.
Di tengah situasi yang genting, Brawijaya V terjebak dalam skandal percintaan dengan seorang wanita bernama Ken Dedes, istri dari salah satu senopati Majapahit, yaitu Kubu Panji. Skandal ini memicu kemarahan para bangsawan dan rakyat Majapahit, yang menganggap Brawijaya V telah melanggar norma dan adat istiadat.
Akibat skandal tersebut, Brawijaya V dipaksa turun tahta oleh para bangsawan dan menyerahkan kekuasaannya kepada putranya, Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Majapahit pun mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh beberapa dekade kemudian.
2. Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram (1613-1645)
Sultan Agung Hanyokrokusumo dikenal sebagai salah satu raja terbesar dalam sejarah Mataram. Dia memimpin Mataram mencapai masa kejayaannya dengan melakukan ekspansi wilayah dan memperkuat sistem pemerintahan.
Meskipun memiliki prestasi yang gemilang, Sultan Agung juga tak luput dari pengaruh syahwat. Dia dikabarkan memiliki banyak selir dan terobsesi dengan kekuasaan.
Salah satu contohnya adalah peristiwa Pembantaian Geger Pekojan pada tahun 1618. Di mana Sultan Agung memerintahkan pembantaian terhadap para pedagang Tionghoa di Mataram karena merasa terancam oleh pengaruh mereka. Peristiwa ini mencoreng nama baik Sultan Agung dan menunjukkan sisi gelap dari kepemimpinannya.