PengantarÂ
Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat merupakan amanah yang diemban perguruan tinggi. Ketiga pilar Tridharma ini tak hanya menjadi fondasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga kontribusi nyata bagi bangsa dan negara.
Bagi para dosen, penelitian menjadi salah satu kewajiban utama. Melalui penelitian, mereka diharapkan dapat menggali ilmu pengetahuan baru, menemukan solusi inovatif bagi berbagai permasalahan, dan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun, di balik mulia nya Tri Dharma, terdapat realitas pahit yang tak terelakkan. Anggaran penelitian dari pemerintah melalui kementerian terkait, sayangnya, terbatas. Hal ini memicu kompetisi ketat di antara para dosen untuk mendapatkan dana penelitian tersebut.
Tidak seperti Dharma Pendidikan, anggaran Penelitian tidak diberikan langsung oleh pemerintah kepada dosen.
Dosen harus bersaing, menyusun proposal penelitian yang cemerlang, dan melewati proses seleksi yang ketat.
Sejumlah besar dosen harus menelan pil pahit kegagalan pada tahap seleksi administrasi proposal penelitian ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) melalui BIMA.Â
Alasannya: faktor administrasi.
Cerita ini bukan isapan jempol. Berdasarkan diskusi dengan kolega dosen yang juga seorang reviewer proposal, terungkap bahwa seleksi administrasi di BIMA terbilang sangat ketat. Bahkan, sampai pada poin penulisan kata kunci, aturannya begitu detail.
Lima Kata Kunci, Titik Koma Wajib!
Diceritakan, proposal penelitian akan dinyatakan tidak lengkap secara administratif jika jumlah kata kunci tidak tepat lima. Tak hanya itu, pemisah antar kata kunci pun harus menggunakan titik koma (;). Penggunaan titik saja atau koma saja, dianggap tidak memenuhi syarat.
Ketelitian administratif ini, bagi sebagian dosen, bagaikan belati bermata dua. Di satu sisi, memang penting untuk memastikan kelengkapan dan keseragaman data. Di sisi lain, aturan yang terkesan kaku dan minim ruang interpretasi ini, berpotensi menjegal langkah para peneliti yang sebenarnya memiliki ide dan gagasan cemerlang.
Apa Definisi Kelengkapan Administrasi yang Sesungguhnya?
Pertanyaan pun muncul di benak. Apa sebenarnya definisi kelengkapan administrasi yang sesungguhnya? Apakah benar titik koma termasuk bagian tak terpisahkan dari kelengkapan tersebut?
Kasus ini membuka kembali perdebatan tentang esensi dan proporsi seleksi administrasi dalam proses review proposal penelitian. Di satu sisi, kelengkapan administrasi memang penting untuk memastikan validitas dan kredibilitas proposal. Di sisi lain, kriteria yang terlalu kaku dan minim ruang interpretasi, berisiko menghambat laju kemajuan ilmu pengetahuan.
Perlunya Evaluasi dan Penyesuaian Aturan
Menyikapi situasi ini, kiranya perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap aturan seleksi administrasi proposal penelitian di BIMA. Penting untuk dicari keseimbangan antara kelengkapan data dan ruang interpretasi bagi para peneliti.
Aturan yang terlalu kaku dan fokus pada detail minor, berpotensi mencederai semangat para peneliti untuk berkarya dan menghasilkan temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi bangsa.
Membuka Ruang Dialog dan Solusi
Diperlukan ruang dialog yang terbuka antara Dikti, reviewer, dan para dosen untuk merumuskan aturan seleksi administrasi yang lebih adil dan berimbang. Hal ini demi memastikan proses review proposal penelitian yang objektif, transparan, dan akuntabel, tanpa menghambat laju kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap aturan, terdapat nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Penting untuk selalu mengevaluasi dan menyesuaikan aturan dengan konteks dan kebutuhan yang berkembang, agar tidak menjadi hambatan, melainkan pendorong kemajuan.
Setuju dengan Seleksi Ketat, Tapi Fokus pada Substansi, Bukan Titik Koma
Saya sepenuhnya sepakat bahwa seleksi administrasi proposal penelitian penting untuk memastikan validitas dan kredibilitas data. Namun, fokus utama seharusnya pada substansi proposal, yaitu ide, gagasan, dan metodologi penelitian yang diajukan.
Sayang sekali jika Dikti menerapkan panduan yang kaku dan hanya terpaku pada detail minor seperti titik koma. Hal ini berpotensi menjegal langkah para dosen yang memiliki ide dan gagasan cemerlang, namun terganjal oleh aturan yang minim ruang interpretasi.
Substansi Proposal Jauh Lebih Penting
Penelitian adalah jantung kemajuan ilmu pengetahuan. Substansi proposal penelitian yang kuat dan inovatif adalah kunci untuk membuka gerbang penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi bangsa.
Memang benar bahwa kelengkapan administrasi penting untuk menunjang proses review proposal. Namun, fokus utama haruslah pada substansi penelitian, bukan pada detail-detail administratif yang terkesan kaku dan tidak esensial.
Evaluasi dan Penyesuaian Aturan Seleksi
Saya berharap Dikti dapat mengevaluasi dan menyesuaikan aturan seleksi administrasi proposal penelitian dengan lebih bijak.
Penting untuk mencari keseimbangan antara kelengkapan data dan ruang interpretasi bagi para peneliti. Aturan yang terlalu kaku dan fokus pada detail minor, berpotensi mencederai semangat para peneliti untuk berkarya dan menghasilkan temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi bangsa.
Dialog Terbuka untuk Solusi
Diperlukan ruang dialog yang terbuka antara Dikti, reviewer, dan para dosen untuk merumuskan aturan seleksi administrasi yang lebih adil dan berimbang.
Hal ini demi memastikan proses review proposal penelitian yang objektif, transparan, dan akuntabel, tanpa menghambat laju kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Mari kita bersama-sama mendorong Dikti untuk fokus pada substansi proposal penelitian, bukan pada detail-detail administratif yang tidak esensial.
Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa penelitian di Indonesia terus berkembang dan menghasilkan temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi bangsa dan ilmu pengetahuan.
Pertanyaan yang Menggelitik
Apakah benar titik koma lebih penting daripada ide dan gagasan penelitian yang cemerlang?
Apakah kita ingin mendorong budaya penelitian yang fokus pada substansi, atau budaya penulisan dan administrasi yang kaku?
Arah mana yang ingin kita tuju untuk penelitian di Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H