Malam itu terasa berbeda. Antusiasme yang membara dalam diri saya mendorong untuk tetap terjaga hingga larut malam sampai jam 04:00 dinihari, demi menyaksikan Garuda Muda U23 berlaga di perdelapan final Qatar melawan Korean Selatan.
Perasaan ini mengingatkan saya pada masa muda sebagai mahasiswa di Palembang pada tahun pertengahan tahun 1990-an, di mana menonton sepak bola sampai larut malam adalah hal yang lumrah. Bahkan saya sempat demam tinggi karena keseringan begadang
Namun, kali ini ada tantangan yang harus dihadapi. TV di rumah saya sudah tidak lagi bisa mengakses channel RCTI karena penerapan kebijakan TV digital. Antena digital yang sudah dibelipun pun tidak bisa membantu. Berbagai channel Youtube dicoba, namun RCTI tak kunjung ditemukan. Kekecewaan seketika melanda.
Untungnya, semangat saya tak padam. Saya mencoba mencari siaran langsung di Facebook dan akhirnya menemukan beberapa link. Kualitas gambar memang tidak begitu bagus, namun cukuplah untuk menghibur dan menikmati pertandingan secara live melalui tablet.
Momen Bersejarah
Pertandingan Indonesia vs Korea Selatan pada dini hari tanggal 26 April 2024 menjadi momen bersejarah bagi Garuda Muda. Pertarungan sengit terjadi di lapangan, dengan kedua tim saling serang tanpa henti. Pertanyaan mampukah Indonesia mengimbangi permainan Korea atau memenangi laga tersebut, selalu muncul di kepala.
Apalagi sajuh ini, Indonesia boleh dikatakan tidak pernah menang melawan Korea Selatan yang dijuluki sebagai raksasa bola Asia. Namun ibarat bola, skor itu bisa saja berubah dan mana tahu malan ini adalah momen yang ditunggu tersebut.
Tak disangka, Rafael Struick membuka keunggulan untuk Indonesia pada menit ke-15 dengan tendangan keras dari luar kotak penalti yang tak terbendung oleh penjaga gawang Korea Selatan. Korea Selatan membalas melalui gol bunuh diri Komang setelah menerima tandukan Ji Sung di menit ke-45. Jelang babak pertama berakhir, Struick kembali memimpin dengan gol keduanya, namun Korea Selatan tak mau kalah dan menyamakan kedudukan pada menit ke-84.
Skor imbang 2-2 bertahan hingga peluit akhir dibunyikan. Pertandingan pun dilanjutkan dengan perpanjangan waktu 2x15 menit, namun skor tak kunjung berubah. Adu penalti pun menjadi penentu kemenangan.
Mencermati jalanya pertandingan tersebut,bak menonton drama Korea yang seakan seakan terulang dalam pertandingan antara Indonesia melawan Korea Selatan ini. Adu penalti berlangsung sengit dan menegangkan, hingga berakhir dengan skor 11-10 untuk kemenangan Indonesia. Ini merupakan sejarah terpanjang adu penalti yang pernah saya saksikan di dunia, dengan skor fantastis yang melebihi 10 gol.
Pada drama adu penalty, penghargaan tertinggi patut diberikan kepada kiper Indonesia yang menunjukkan performa gemilang dan berhasil menggagalkan dua tembakan penalti Korea Selatan. Sementara itu, kiper Korea Selatan gagal membendung tendangan penalti para pemain Garuda Muda.
Sebenarnya Indonesia berpeluang memenangkan adu penalti setelah penjaga Gawang Timnas, Enando, berhasil memblok bola pada keduduk 5-5, Tetapi saying algojo Indonesia Muda berikutnya gagal menyarangkan bola ke gawang Korea Selatan dan tembakanya membentur tiang gawang.
Saya juga mencatat, semua algojo masing-masing pihak sudah mendapatkan giliran masing-masing termasuk penjaga gawang. Ini menarik karena merupakan kejadian drama adu penalti yang mencengangkan. Algojo yang sama pada putaran kedua pun sudah mulai mendapat giliran.
Peluang Indonesia kembali membuncah setelah Ernando kembali berhasil memblok tendangan penalti pemain Korea Selatan pada tendangan ke-12. Suasana mencekam terlihat pada kedua kubu, nasib baiknya, Arhan Pratama algojo terakhir berhasil melaksanakan eksekusi dengan sempurna. Gemuruh kemenangan membahana bukan hanya di Qatar, akan Tetapi di seantero Indonesia yang menyaksikan pertandingan ini.
Meskipun terbilang keras, pertandingan ini berlangsung dengan penuh sportivitas. Kedua tim menunjukkan sikap profesionalisme dan rasa saling menghormati, meskipun beberapa kartu kuning dan satu kartu merah dikeluarkan. Bahkan, meskipun bermain dengan 10 orang, pemain Korea Selatan tetap menunjukkan semangat pantang menyerah dan berhasil menyamakan kedudukan 2-2 sebelum babak kedua berakhir.
Indonesia memiliki beberapa peluang emas yang seharusnya bisa dikonversi menjadi gol, namun seperti kata pepatah, "tidak selalu finishing berakhir gol". Peluang ini diperoleh Marselino, Arhan dan Sananta.
Reaksi suporter dan netizen
Pertandingan dramatis antara Indonesia dan Korea Selatan tidak hanya menyita perhatian di lapangan, tetapi juga membangkitkan semangat luar biasa dari para suporter.
Di Qatar, suporter Indonesia menjadi warna tersendiri dengan nyanyian-nyanyian khas yang membuat stadion bergema. Mereka menghadirkan atmosfer yang meriah dan penuh semangat, mendukung Garuda Muda dengan penuh gairah.
Di Tanah Air, nobar atau nonton bareng menjadi kegiatan yang menyatukan ribuan penggemar sepak bola. Dari alun-alun kota hingga kapal laut, para penggemar berkumpul untuk menyaksikan pertandingan melalui siaran langsung di channel yang ada. Kegembiraan dan harapan terpancar dari wajah-wajah mereka, terutama saat drama adu penalti berlangsung.
Saat adu penalti mencapai puncaknya, detak jantung para penonton seakan berhenti. Setiap tendangan diikuti dengan napas yang tertahan, dan ketika Ernando Ari berhasil menepis penalti lawan, sorak-sorai kegembiraan meledak. Kemenangan yang diraih melalui adu penalti seolah menjadi katarsis bagi semua yang hadir, baik di stadion maupun yang menyaksikan dari jauh.
Setelah kemenangan, euphoria tak terbendung. Suporter di Qatar dan Indonesia sama-sama merayakan kemenangan historis ini. Di media sosial, netizen Indonesia membanjiri platform dengan ucapan selamat dan kebanggaan atas prestasi Garuda Muda. Kemenangan ini lebih dari sekadar pertandingan sepak bola; ini adalah perayaan semangat, dedikasi, dan sportivitas yang telah ditunjukkan oleh tim nasional U-23 Indonesia.
Dramatisasi Kehadiran Nathan
Kisah Nathan Tjoe-A-On menjadi salah satu momen paling dramatis dan mengharukan dalam perjalanan Timnas Indonesia U-23 di Qatar. Nathan, yang telah berkontribusi besar pada fase grup, nyaris tidak bisa memperkuat laga penting melawan Korea Selatan karena harus kembali ke klubnya di Belanda, SC Heerenveen.
Namun, semangat nasionalisme yang tinggi dari para pendukung Timnas Indonesia tidak membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Media sosial dibanjiri dengan permintaan dan komentar dari para fans yang mendesak agar Nathan diizinkan kembali ke Qatar untuk membela negaranya. Klubnya, yang awalnya hanya memberikan izin sampai fase grup, akhirnya tergerak oleh desakan publik dan lobi yang dilakukan oleh PSSI.
Dengan dukungan yang luar biasa dari para suporter, Nathan akhirnya diizinkan kembali ke Qatar, meskipun ia sudah sempat tiba di Belanda. Kedatangannya kembali ke Qatar disambut dengan antusiasme yang besar oleh para fans, yang langsung menyerbu Nathan sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya kepada Timnas.
Kisah ini tidak hanya mencerminkan rasa nasionalisme yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia, tetapi juga menunjukkan betapa sepak bola dapat menyatukan hati dan semangat sebuah bangsa. Nathan, dengan tekadnya yang kuat, dan para pendukung, dengan cinta mereka yang mendalam, telah menulis sebuah cerita yang akan dikenang sebagai bukti kecintaan terhadap tanah air dan permainan sepak bola.
Campur Aduk Emosional Shin Tae-yong
Pelatih Timnas U-23 Indonesia, Shin Tae-yong, juga menghadapi dilema emosional yang mendalam saat timnya berhadapan dengan Korea Selatan, Negara tanah kelahirannya. Sebagai pelatih profesional, ia berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi tim yang ia latih, namun pada saat yang sama, ia juga menghadapi tim negara sendiri. Perasaan campur aduk ini terlihat jelas saat ia tidak merayakan kemenangan berlebihan atas Korea Selatan, dan bahkan langsung meminta maaf setelah pertandingan, mengungkapkan harapannya agar tidak ada kebencian terhadap dirinya karena hasil tersebut.
Dalam momen yang penuh emosi, Shin Tae-yong terlihat turun ke lapangan untuk menjabat tangan dan menghibur pemain Korea Selatan setelah pertandingan. Tindakan ini menunjukkan sportivitas dan rasa hormat yang tinggi dari Shin Tae-yong, tidak hanya sebagai pelatih tetapi juga sebagai individu yang menghargai semangat kompetisi dan persaudaraan dalam sepak bola.
Shin Tae-yong memulai perjalanannya sebagai pelatih Timnas Indonesia pada Desember 2019. Sejak saat itu, dia telah membawa sejumlah perubahan positif bagi tim nasional, termasuk membangun tim muda yang lebih solid dan disiplin serta meningkatkan performa Timnas Indonesia di berbagai turnamen internasional.
Sebelumnya, Shin Tae-yong dikenal sebagai pemain sepak bola di Korea dan memulai kariernya di klub muda Daegu THS, lalu Yeungnam Uni pada 1989. Setelah pensiun sebagai pemain, ia memulai karier kepelatihannya dengan menjadi asisten pelatih di Brisbane Roar pada 2005-2008. Ia kemudian melanjutkan karier kepelatihannya bersama Seongnam Ilhwa dan timnas Korea Selatan di berbagai level.
Dengan kontrak yang diperpanjang hingga 2027, Shin Tae-yong menjadi pelatih kedua terlama yang memimpin Timnas Indonesia, menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan sepak bola di Indonesia. Dia juga dikenal karena memantau langsung pemain diaspora yang tersebar di berbagai negara, yang berujung pada naturalisasi beberapa pemain keturunan untuk memperkuat Timnas Indonesia.
Sebelum Shin Tae-yong menjadi pelatih Timnas Indonesia, ia menghadapi masa-masa sulit di negaranya sendiri, Korea Selatan. Setelah Piala Dunia FIFA 2018, di mana Korea Selatan tidak berhasil melampaui fase grup, Shin Tae-yong mengalami kekecewaan yang besar dari para penggemar sepak bola di Korea.
Kekecewaan itu mencapai puncaknya ketika ia dan timnya dilempari telur busuk oleh penggemar saat kembali ke Korea. Insiden tersebut menjadi simbol dari frustrasi dan harapan yang tinggi yang dimiliki penggemar terhadap tim nasional mereka.
Meskipun demikian, Shin Tae-yong tidak membiarkan pengalaman pahit tersebut menghalangi karir kepelatihannya. Ia tetap berkomitmen untuk memajukan sepak bola dan melanjutkan perjalanannya sebagai pelatih. Ketika ia menerima tawaran untuk melatih Timnas Indonesia, ia membawa semangat baru dan pendekatan yang berbeda, yang akhirnya membawa perubahan signifikan bagi sepak bola Indonesia.
Pengalaman di Korea Selatan, termasuk insiden telur busuk, mungkin telah memberikan pelajaran berharga bagi Shin Tae-yong tentang ketahanan dan pentingnya menghadapi kritik dengan kepala tegak. Ini juga menunjukkan bahwa dalam sepak bola, seperti dalam kehidupan, kegagalan bisa menjadi batu loncatan untuk kesuksesan di masa depan. Dengan Timnas Indonesia, Shin Tae-yong telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, dedikasi, dan strategi yang tepat, ia mampu mengatasi tantangan dan membawa tim ke tingkat prestasi yang lebih tinggi.
Kebanggaan Kawasan
Kemenangan Timnas Indonesia U-23 di Piala Asia U-23 tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Indonesia, tetapi juga telah mendapat apresiasi luas dari kawasan ASEAN dan Asia. Penyuka sepak bola di kawasan ini merasa bangga dan mendukung perjuangan Garuda Muda U-23. Khususnya dari Malaysia, reaksi pengamat bola dan netizen menunjukkan dukungan dan kegembiraan atas hasil yang diraih Timnas Indonesia U-23.
Thailand, yang sebelumnya telah mencapai level serupa, juga ikut bangga dengan pencapaian Indonesia. Ini menunjukkan solidaritas dan semangat persaudaraan di antara negara-negara di kawasan ASEAN, di mana prestasi satu negara dirayakan bersama sebagai kemajuan untuk seluruh kawasan.
Keunikan Timnas Garuda muda U23
Timnas Garuda Muda U23 Indonesia memang memiliki keunikan tersendiri dengan adanya campuran pemain yang tumbuh di Indonesia dan pemain keturunan yang lahir serta berkembang di negara lain, seperti Belanda. Kebijakan kewarganegaraan Indonesia yang berdasarkan garis keturunan memungkinkan talenta sepak bola dari seluruh dunia yang memiliki darah Indonesia untuk mendapatkan kewarganegaraan dan berkesempatan membela Timnas Indonesia. Ini memberikan keuntungan tersendiri bagi pengembangan sepak bola nasional.
Pemain seperti Marselino Ferdinan dan Pratama Arhan, yang bermain di Eropa dan Korea, adalah contoh nyata dari strategi ini. Mereka telah mendapatkan pengalaman dan pelatihan di beberapa negara Eropa, yang merupakan bagian dari program pengembangan yang diprakarsai oleh pelatih Shin Tae-yong.
Wajah pemain keturunan terlihat jelas sangat berbeda dan sudah seperti orang eropa alias bule. Namun kalau kita perhatikan ciri khas rambut hitam dan ujung mata lancip masih terlihat. Dan yang tidak kalah penting, sifat ramah orang Indonesia juga masih mengalir dari prilaku mereka. Sementara wajah mereka yang full keturunan Indonesia, terlihat jelas dari kulit sawomatang dan hidung yang tidak begitu mancung, he..he...
Dengan pendekatan ini, Timnas Indonesia U-23 tidak hanya menguatkan skuad dengan talenta lokal tetapi juga menambah keberagaman dan pengalaman internasional yang dapat meningkatkan kualitas permainan dan persaingan di kancah internasional.
Penutup
Terlepas dari hasil akhir, pertandingan ini merupakan bukti nyata perjuangan dan tekad Garuda Muda untuk meraih kejayaan di kancah internasional. Semangat dan kegigihan mereka patut diapresiasi dan menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
Lebih dari sekadar pertandingan sepak bola, momen ini menjadi pengingat bahwa dengan kerja keras, dedikasi, dan sportivitas, kita mampu mencapai hal-hal yang luar biasa. Garuda Muda telah menunjukkan kepada kita bahwa mimpi dan cita-cita dapat diraih dengan kerja keras dan semangat yang pantang menyerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H