Sepertinya Jokowi berharap bahwa, dengan menjadi Cawapres Prabowo, Gibran dapat melanjutkan proyek-proyek strategis yang telah ia luncurkan, seperti pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan digitalisasi ekonomi.
Prabowo menyadari bahwa Jokowi masih memiliki popularitas dan pengaruh yang besar di kalangan rakyat. Dengan memasangkan diri dengan Gibran, Prabowo berharap dapat merangkul basis pemilih Jokowi yang loyal dan moderat. Prabowo juga ingin menunjukkan sikap rekonsiliasi dan kerjasama dengan Jokowi, yang merupakan lawan politiknya di dua pilpres sebelumnya.
Prabowo berpikir bahwa dengan mendapat restu dari Jokowi, ia akan lebih mudah menghadapi tantangan dan hambatan dalam pilpres, baik dari pihak lawan maupun dari aparat negara. Hitung-hitungan Prabowo ternyata tidak salah, karena berdasarkan lembaga Quick Count dan Real Count si Rekap KPU, memenangkan 02 sebagai peraih suara terbanyak dari tiga Paslon Capres dan Cawapres dengan angka signifikan, yaitu di angka sekitar 58%.
Namun, keputusan Prabowo ini menimbulkan risiko dan tantangan tersendiri.Prabowo juga harus menghadapi kemarahan dan kekecewaan Megawati dan PDIP, yang merasa dikhianati oleh Jokowi dan Gibran. Prabowo juga harus membuktikan bahwa Gibran bukan sekadar boneka politik Jokowi, tetapi memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai untuk menjadi cawapres.
Jokowi dan Megawati: Dari Guru Menjadi Lawan
Salah satu partai politik yang tidak setuju dengan rencana Jokowi untuk mendukung Prabowo dan Gibran adalah PDIP, partai politik yang mengusung Jokowi dalam dua kali Pilpres. PDIP dan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, menentang rencana Jokowi dengan alasan bahwa Prabowo dan Gibran tidak layak menjadi capres-cawapres, karena Prabowo memiliki catatan buruk dalam hak asasi manusia, dan Gibran belum memiliki pengalaman dan prestasi yang memadai.
PDIP dan Megawati lebih memilih untuk mengusung kader-kader mereka sendiri sebagai capres-cawapres, yaitu Ganjar Pranowo dan memasangkan dengan Mahfud MD . Ganjar adalah gubernur Jawa Tengah yang terpilih dua kali, dan merupakan salah satu kader PDIP yang paling populer dan berprestasi. Mahfud adalah mantan ketua MK dan menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan, dan merupakan salah satu tokoh nasional yang dihormati dan disegani.
Hubungan Jokowi dengan PDIP dan Megawati dikabarkan mengalami keretakan akibat perbedaan pandangan dan kepentingan politik tersebut. Jokowi dan Megawati pernah berseteru dalam beberapa kesempatan, seperti saat Megawati menyindir Jokowi dan Prabowo dalam pidatonya, dan menuding adanya manipulasi hukum dalam proses gugatan di MK. Jokowi dan Megawati juga pernah berselisih dalam hal penunjukan menteri-menteri dari PDIP, seperti menteri dalam negeri dan menteri sosial.
Jokowi dan Mahkamah Konstitusi
Salah satu lembaga negara yang berperan penting dalam rencana politik Jokowi adalah MK, lembaga tertinggi negara yang memiliki fungsi mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, serta melantik presiden dan wakil presiden. MK juga memiliki fungsi menguji konstitusionalitas undang-undang, termasuk undang-undang pemilu, dan menyelesaikan sengketa hasil pemilu.
Jokowi dikabarkan memiliki pengaruh atau campur tangan dalam proses seleksi dan pengambilan keputusan MK, melalui pernikahan adik perempuannya dengan ketua MK, Anwar Usman. Anwar menikah dengan Idayati, adik perempuan Jokowi, pada tahun 2022, sekitar dua tahun setelah istri Anwar meninggal dunia. Pernikahan tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk wapres Ma'ruf Amin, menhan Prabowo Subianto, dan gubernur Jateng Ganjar Pranowo.