Pengantar
Salah satu sumber berita di Timur Tengah menceritakan kisah Aya Deeb, seorang ibu muda di Gaza yang melahirkan anak perempuannya, Yara, sekitar dua bulan setelah suaminya, Mohammed, tewas akibat bom Israel. Aya mengalami trauma dan kesedihan yang mendalam, dan merasa tidak mampu merawat anak laki-lakinya, Abdul Rahman, dan bayinya yang belum lahir saat itu. Dia juga menghadapi tantangan ekonomi dan sosial, karena harus tinggal bersama keluarga suaminya yang besar dan tidak memiliki sumber penghasilan.
Berita tersebut juga menyoroti dampak perang Israel terhadap wanita hamil dan menyusui di Gaza, yang menghadapi risiko kesehatan dan psikologis yang tinggi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 77.000 wanita hamil membutuhkan layanan kesehatan reproduksi di Gaza, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kerusakan infrastruktur, kekurangan listrik, dan blokade Israel1. Selain itu, banyak wanita yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan gangguan tidur akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami.
Komentar terhadap berita
Bayangkan Anda sedang hamil sembilan bulan dan harus melahirkan di tengah serangan bom, roket, dan rudal. Bayangkan Anda tidak memiliki akses ke rumah sakit, dokter, bidan, obat-obatan, air bersih, dan makanan yang memenuhi gizi. Bayangkan Anda harus mengungsi dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelamatkan diri dan bayi Anda. Bayangkan Anda harus hidup dalam ketakutan, stres, trauma, dan ketidakpastian setiap hari. Setiap detik yang dilalui adalah berat.
Itulah yang dialami oleh ribuan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik, seperti di Gaza dan Afghanistan. Mereka adalah korban dari kekerasan, penindasan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Mereka adalah saksi dari krisis kemanusiaan yang mengancam keselamatan dan kehidupan mereka dan bayi mereka.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang kondisi kesehatan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik seperti di Gaza dan beberapa kawasan lainya di dunia, berdasarkan data yang diakses melalui website. Kita dapat melihat bagaimana perang dan konflik mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan reproduksi ibu hamil dan melahirkan. Kita juga dapat melihat bagaimana organisasi kemanusiaan berusaha memberikan bantuan dan dukungan bagi ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Kita juga akan menyoroti pentingnya peran komunitas internasional dalam menghentikan perang dan konflik, menegakkan hukum internasional, dan mendukung hak-hak dan kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik.
Kondisi kesehatan ibu hamil dan melahirkan di Gaza dan Afghanistan
Gaza adalah wilayah yang dikuasai oleh Israel sejak tahun 1967, dan menjadi sasaran serangan militer Israel secara berkala. Gaza juga mengalami blokade ekonomi, politik, dan kemanusiaan oleh Israel, yang membatasi akses warga Gaza terhadap barang, bahan bakar, listrik, air bersih, makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 250.000 wanita hamil di Gaza, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kerusakan infrastruktur, kekurangan listrik, dan blokade Israel. Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, anemia, dan gizi buruk, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Banyak wanita hamil yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Banyak wanita hamil yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami. Menurut data WHO, ada sekitar 5.000 kematian ibu dan 10.000 kematian bayi di Gaza akibat perang dan blokade Israel.
Afghanistan adalah negara yang mengalami perang saudara, invasi asing, dan terorisme sejak tahun 1979, yang menyebabkan kematian, luka-luka, pengungsian, dan kemiskinan bagi rakyatnya. Afghanistan juga mengalami krisis kesehatan, pendidikan, dan sosial, yang mempengaruhi hak-hak dan kesejahteraan perempuan dan anak-anak. Menurut Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), ada sekitar 1.500.000 wanita hamil di Afghanistan, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kurangnya fasilitas kesehatan, obat-obatan, vaksinasi, dan tenaga kesehatan.
Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, perdarahan, dan eklampsia, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Ada yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Tidak sedikit mereka yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami.
Menurut data UNICEF, ada sekitar 15.000 kematian ibu dan 30.000 kematian bayi di Afghanistan akibat perang dan krisis kesehatan. Upaya organisasi kemanusiaan untuk membantu ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Beberapa organisasi kemanusiaan, seperti Bulan Sabit Merah Palestina, Middle East Children’s Alliance (MECA), Dana Penduduk PBB (UNFPA), UNICEF, dan lain-lain, telah berusaha memberikan bantuan dan dukungan bagi ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik
Bantuan organisasi internasional
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemanusiaan di antaranya adalah:
Menyediakan fasilitas kesehatan, obat-obatan, vaksinasi, air bersih, dan makanan yang memenuhi gizi. Slain itu adalah memberikan layanan kesehatan mental dan dukungan psikososial bagi ibu hamil dan melahirkan yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma. Berikutnya adalah mengadvokasi hak-hak dan kesejahteraan perempuan di zona perang dan konflik yang menghadapi kekerasan dari penjajah serta berkolaborasi dengan pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil untuk meningkatkan akses kemanusiaan dan menghentikan perang dan konflik.
Pentingnya peran komunitas internasional dalam menghentikan perang dan konflik, menegakkan hukum internasional, dan mendukung hak-hak dan kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Komunitas internasional, terutama PBB dan negara-negara anggotanya, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menghentikan perang dan konflik, menegakkan hukum internasional, dan mendukung hak-hak dan kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh komunitas internasional adalah:
Mengutuk dan menghukum pelaku perang dan konflik yang melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia, seperti Israel, Rusia, Taliban, dan lain-lain. Memberikan bantuan kemanusiaan, politik, dan ekonomi yang cukup dan tepat bagi negara-negara yang mengalami perang dan konflik, seperti Palestina, Afghanistan, Korea Utara, dan lain-lain. Berikutnya adalah Mendukung proses perdamaian, dialog, dan rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai, dengan melibatkan perempuan dan masyarakat sipil sebagai pemangku kepentingan. Terakhir adalah mendorong pembangunan demokrasi, hak asasi manusia, dan kesejahteraan sosial di negara-negara yang mengalami perang dan konflik, dengan menghormati hak-hak dan aspirasi rakyatnya .
Kondisi kesehatan ibu hamil dan melahirkan di Gaza dan Afghanistan
Gaza adalah wilayah yang dikuasai oleh Israel sejak tahun 1967, dan menjadi sasaran serangan militer Israel secara berkala. Gaza juga mengalami blokade ekonomi, politik, dan kemanusiaan oleh Israel, yang membatasi akses warga Gaza terhadap barang, bahan bakar, listrik, air bersih, makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 250.000 wanita hamil di Gaza, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kerusakan infrastruktur, kekurangan listrik, dan blokade Israel. Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, anemia, dan gizi buruk, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Banyak wanita hamil yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Banyak wanita hamil yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami. Menurut data WHO, ada sekitar 5.000 kematian ibu dan 10.000 kematian bayi di Gaza akibat perang dan blokade Israel.
Afghanistan adalah negara yang mengalami perang saudara, invasi asing, dan terorisme sejak tahun 1979, yang menyebabkan kematian, luka-luka, pengungsian, dan kemiskinan bagi rakyatnya. Afghanistan juga mengalami krisis kesehatan, pendidikan, dan sosial, yang mempengaruhi hak-hak dan kesejahteraan perempuan dan anak-anak.
Menurut Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), ada sekitar 1.500.000 wanita hamil di Afghanistan, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kurangnya fasilitas kesehatan, obat-obatan, vaksinasi, dan tenaga kesehatan. Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, perdarahan, dan eklampsia, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Banyak wanita hamil yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Wanita  hamil banyak yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami.
Menurut data UNICEF, ada sekitar 15.000 kematian ibu dan 30.000 kematian bayi di Afghanistan akibat perang dan krisis kesehatan. Upaya organisasi kemanusiaan untuk membantu ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Beberapa organisasi kemanusiaan, seperti Bulan Sabit Merah Palestina, Middle East Children’s Alliance (MECA), Dana Penduduk PBB (UNFPA), UNICEF, dan lain-lain, telah berusaha memberikan bantuan dan dukungan bagi ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Selanjutnya mendukung proses perdamaian, dialog, dan rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai, dengan melibatkan perempuan dan masyarakat sipil sebagai pemangku kepentingan.
Anak korban perang dan stunting
Data menunjukkan bahwa prevalensi stunting dan batas stunting bervariasi di antara negara-negara yang mengalami perang dan konflik. Prevalensi stunting adalah persentase anak usia 0-59 bulan yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar WHO untuk anak seusia mereka. Batas stunting adalah tinggi badan rata-rata anak usia 5 tahun yang mengalami stunting di negara tersebut.
Afghanistan memiliki prevalensi stunting dan batas stunting yang tertinggi, yaitu 40,9% dan 97,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak di Afghanistan mengalami kekurangan gizi kronis yang sangat parah akibat perang dan krisis kesehatan. Sebaliknya, Gaza memiliki prevalensi stunting dan batas stunting yang terendah, yaitu 10,2% dan 104,4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak di Gaza masih memiliki pertumbuhan fisik yang relatif normal, meskipun menghadapi perang dan blokade Israel.
Perbandingan dengan stunting di Indonesia
Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%, yang berarti turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya. Angka ini masih di atas standar WHO yang menetapkan batas prevalensi stunting harus di bawah 20%. Jika dibandingkan dengan negara-negara yang mengalami perang dan konflik, prevalensi stunting di Indonesia masih lebih rendah daripada Afghanistan (40,9%) dan Bangladesh (36,2%), tetapi lebih tinggi daripada Gaza (10,2%).Â
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia walaupun dalam kondisi damai persentase stunting ternyata jauh tinggi di banding Gaza yang sedang perang, kok bisa? Indonesia memang tidak dalam kondisi perang, tetapi rakyatnya masih banyak yang miskin dan tersebar jauh di pelosok dan pulau-pulau terpencil. Ini menunjukkan Indonesia masih memiliki tantangan untuk menurunkan angka stunting di bawah standar WHO, dan perlu melakukan upaya-upaya yang lebih intensif dan terintegrasi untuk mengatasi masalah kekurangan gizi kronis pada anak-anak.
Ternyata stunting tidak hanya disebabkan oleh peristiwa perang, tetapi juga oleh faktor-faktor lain, seperti kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan, kurangnya akses ke layanan kesehatan, sanitasi, dan pendidikan, serta pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat .
Negara-negara yang damai pun bisa mengalami stunting yang tinggi jika faktor-faktor tersebut tidak ditangani dengan baik. Sebaliknya, negara-negara yang mengalami perang dan konflik pun bisa mengalami stunting yang rendah jika faktor-faktor tersebut ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami penyebab dan dampak stunting, serta cara-cara untuk mencegah dan mengatasinya, baik di negara-negara yang damai maupun yang mengalami perang dan konflik.
Bagaimana mencegah stunting?
Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah stunting dengan memperhatikan tiga periode berikut:
Prakehamilan: Wanita yang berencana hamil harus memastikan kesehatan dan gizi mereka sebelum hamil, dengan mengonsumsi makanan bergizi, menghindari rokok dan alkohol, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Sedang hamil: Wanita yang sedang hamil harus memenuhi kebutuhan gizi mereka dan bayi mereka, dengan mengonsumsi makanan sehat, suplemen, dan tablet tambah darah sesuai anjuran dokter atau bidan. Wanita hamil juga harus rutin memeriksakan kesehatan mereka dan bayi mereka, serta menghindari stres, infeksi, dan paparan polusi.
Setelah melahirkan: Wanita yang baru melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi mereka selama 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI hingga 2 tahun. Wanita yang baru melahirkan juga harus memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang sehat dan bergizi kepada bayi mereka mulai usia 6 bulan. Wanita yang baru melahirkan juga harus memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi mereka, serta membawa mereka ke posyandu atau fasilitas kesehatan secara berkala.
Dari ketiga tahapan tersebut, tahapan yang paling strategis untuk mencegah stunting adalah sedang hamil, karena masa kehamilan adalah masa kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Jika wanita hamil tidak mendapatkan gizi dan kesehatan yang baik, maka janin akan mengalami kekurangan gizi intrauterine, yang dapat menyebabkan stunting sejak dalam kandungan.
Rencana pemberian susu dan makan siang anak sekolah seperti yang diwacanakan oleh salah satu pasangan capres dan cawapres memang ada bagusnya, tetapi kalua melihat teori dan praktiknya, mencukupi gizi ibu hamil jauh lebih strategis dan mungkin lebih murah biayanya jika dibandingkan memberi susu dan makan siang gratis buat anak-anak sekolah.
Penutup
Ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik adalah salah satu kelompok yang paling rentan dan terpinggirkan di dunia. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan fisik, mental, dan reproduksi yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan mereka dan bayi mereka. Mereka membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus dari pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan komunitas internasional, agar dapat hidup dengan layak dan bermartabat. Kita sebagai bagian dari komunitas internasional, harus peduli dan berempati terhadap nasib ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik, dan berusaha membantu mereka dengan cara yang kita bisa. Penderitaan ibu hamil juga memberikan efek stunting kepada anak yang dilahirkanya. Indonesia walaupun tidak dalam keadaan perang, juga menghadapi maslah dengan stunting dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Kita juga harus mendesak agar perang dan konflik segera berakhir, dan perdamaian, keadilan, dan kemerdekaan dapat terwujud bagi semua rakyat di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H