Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Derita Ibu di Zona Konflik Gaza dan Hubungannya dengan Stunting

19 Januari 2024   19:45 Diperbarui: 19 Januari 2024   20:17 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%, yang berarti turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya. Angka ini masih di atas standar WHO yang menetapkan batas prevalensi stunting harus di bawah 20%. Jika dibandingkan dengan negara-negara yang mengalami perang dan konflik, prevalensi stunting di Indonesia masih lebih rendah daripada Afghanistan (40,9%) dan Bangladesh (36,2%), tetapi lebih tinggi daripada Gaza (10,2%). 

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia walaupun dalam kondisi damai persentase stunting ternyata jauh tinggi di banding Gaza yang sedang perang, kok bisa? Indonesia memang tidak dalam kondisi perang, tetapi rakyatnya masih banyak yang miskin dan tersebar jauh di pelosok dan pulau-pulau terpencil. Ini menunjukkan Indonesia masih memiliki tantangan untuk menurunkan angka stunting di bawah standar WHO, dan perlu melakukan upaya-upaya yang lebih intensif dan terintegrasi untuk mengatasi masalah kekurangan gizi kronis pada anak-anak.

Ternyata stunting tidak hanya disebabkan oleh peristiwa perang, tetapi juga oleh faktor-faktor lain, seperti kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan, kurangnya akses ke layanan kesehatan, sanitasi, dan pendidikan, serta pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat .

Negara-negara yang damai pun bisa mengalami stunting yang tinggi jika faktor-faktor tersebut tidak ditangani dengan baik. Sebaliknya, negara-negara yang mengalami perang dan konflik pun bisa mengalami stunting yang rendah jika faktor-faktor tersebut ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami penyebab dan dampak stunting, serta cara-cara untuk mencegah dan mengatasinya, baik di negara-negara yang damai maupun yang mengalami perang dan konflik.

Bagaimana mencegah stunting?

Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah stunting dengan memperhatikan tiga periode berikut:

Prakehamilan: Wanita yang berencana hamil harus memastikan kesehatan dan gizi mereka sebelum hamil, dengan mengonsumsi makanan bergizi, menghindari rokok dan alkohol, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

Sedang hamil: Wanita yang sedang hamil harus memenuhi kebutuhan gizi mereka dan bayi mereka, dengan mengonsumsi makanan sehat, suplemen, dan tablet tambah darah sesuai anjuran dokter atau bidan. Wanita hamil juga harus rutin memeriksakan kesehatan mereka dan bayi mereka, serta menghindari stres, infeksi, dan paparan polusi.

Setelah melahirkan: Wanita yang baru melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi mereka selama 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI hingga 2 tahun. Wanita yang baru melahirkan juga harus memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yang sehat dan bergizi kepada bayi mereka mulai usia 6 bulan. Wanita yang baru melahirkan juga harus memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi mereka, serta membawa mereka ke posyandu atau fasilitas kesehatan secara berkala.

Dari ketiga tahapan tersebut, tahapan yang paling strategis untuk mencegah stunting adalah sedang hamil, karena masa kehamilan adalah masa kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Jika wanita hamil tidak mendapatkan gizi dan kesehatan yang baik, maka janin akan mengalami kekurangan gizi intrauterine, yang dapat menyebabkan stunting sejak dalam kandungan.

Rencana pemberian susu dan makan siang anak sekolah seperti yang diwacanakan oleh salah satu pasangan capres dan cawapres memang ada bagusnya, tetapi kalua melihat teori dan praktiknya, mencukupi gizi ibu hamil jauh lebih strategis dan mungkin lebih murah biayanya jika dibandingkan memberi susu dan makan siang gratis buat anak-anak sekolah.

Penutup

Ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik adalah salah satu kelompok yang paling rentan dan terpinggirkan di dunia. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan fisik, mental, dan reproduksi yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan mereka dan bayi mereka. Mereka membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus dari pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan komunitas internasional, agar dapat hidup dengan layak dan bermartabat. Kita sebagai bagian dari komunitas internasional, harus peduli dan berempati terhadap nasib ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik, dan berusaha membantu mereka dengan cara yang kita bisa. Penderitaan ibu hamil juga memberikan efek stunting kepada anak yang dilahirkanya. Indonesia walaupun tidak dalam keadaan perang, juga menghadapi maslah dengan stunting dan perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Kita juga harus mendesak agar perang dan konflik segera berakhir, dan perdamaian, keadilan, dan kemerdekaan dapat terwujud bagi semua rakyat di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun