- Memperkuat lembaga-lembaga demokrasi yang independen dan profesional. Lembaga-lembaga demokrasi, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus lebih independen dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsi mereka. Mereka harus lebih tegas dan adil dalam menegakkan aturan dan hukum yang berkaitan dengan pemilu, serta lebih transparan dan akuntabel dalam melaporkan hasil dan proses pemilu.
- Membangun budaya politik yang demokratis dan inklusif. Pemimpin dan pemilih harus lebih menghargai dan menghormati perbedaan dan keragaman yang ada di masyarakat. Mereka harus lebih terbuka dan toleran dalam berdialog dan berinteraksi dengan pihak yang berbeda pandangan dan kepentingan. Mereka harus lebih mengedepankan musyawarah dan konsensus dalam menyelesaikan masalah dan konflik yang muncul. Mereka harus lebih mengutamakan kepentingan publik dan nasional daripada kepentingan pribadi dan kelompok.
Pelajaran dari pemilih Jokowi dan Prabowo
Selain faktor-faktor di atas, kekecewaan pemilih di Indonesia juga dipengaruhi oleh kiprah dua tokoh politik utama sejak 10 tahun terakhir, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi), yang telah bersaing dalam dua kali pemilu presiden, yaitu pada tahun 2014 dan 2019. Keduanya memiliki pro dan kontra di mata pemilih, terutama terkait dengan harapan pemilih dan sikap setelah pemilu.Â
Narasi Pro dan kontra Prabowo
Prabowo adalah mantan komandan jenderal Kopassus dan mantan menantu Presiden Soeharto. Dia adalah ketua umum Partai Gerindra dan pendiri Koalisi Indonesia Adil Makmur, yang terdiri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Berkarya, dan Partai Demokrat. Dia pernah menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2009, dan calon presiden pada tahun 2014 dan 2019, dengan berpasangan dengan Hatta Rajasa dan Sandiaga Uno.Â
 - Narasi Pro Prabowo: Prabowo memiliki pengalaman militer yang luas dan dianggap sebagai sosok yang tegas, disiplin, dan berwibawa.Prabowo memiliki visi nasionalis dan berani mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan nasional, terutama dalam bidang ekonomi dan pertahanan. Prabowo memiliki dukungan yang kuat dari basis pemilih Islam, terutama dari ormas-ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni 212, yang menganggap Prabowo sebagai pemimpin yang pro-Islam dan anti-penistaan agama.
  - Narasi Kontra Prabowo: Berdasarkan cerita pendukung dan pelaku gerakan reformasi 1998. Prabowo memiliki catatan buruk dalam hak asasi manusia, terutama terkait dengan peristiwa penculikan aktivis dan peristiwa kerusuhan di Timor Timur pada tahun 1999. Prabowo memiliki sikap yang inkonsisten dan pragmatis dalam berpolitik, terutama terkait dengan sikapnya terhadap Jokowi. Prabowo pernah menolak hasil pemilu 2014 dan 2019 dengan mengklaim adanya kecurangan, tetapi kemudian menerima jabatan sebagai menteri pertahanan di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Namun sekarang terkesan Prabowo adalah pendukug setia Jokowi.
Narasi Pro dan Kontra Jokowi
Joko Widodo alias Jokowi adalah mantan pengusaha mebel dan mantan wali kota Surakarta. Dia adalah presiden pertama yang berasal dari PDI-P dan bukan dari kalangan politik atau militer elite. Dia terpilih sebagai presiden pada tahun 2014 dan 2019, dengan berpasangan dengan Jusuf Kalla dan Ma'ruf Amin. Sebelumnya, dia adalah gubernur DKI Jakarta sejak 2012 hingga 2014, dengan Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur. Pro dan kontra Jokowi antara lain:
- Narasi Pro, Jokowi memiliki latar belakang sipil dan pengalaman pemerintahan yang terkesan dekat dengan rakyat, terutama melalui program-program blusukan dan partisipatif. Jokowi memiliki visi pembangunan dan reformasi yang progresif dan inklusif, terutama dalam bidang infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pemberantasan korupsi. Jokowi memiliki dukungan yang kuat dari basis pemilih nasionalis, terutama dari ormas-ormas nasionalis seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, yang menganggap Jokowi sebagai pemimpin yang toleran dan pluralis.
- Narasi Kontra, Jokowi memiliki catatan buruk dalam penegakan hak asasi manusia, terutama terkait dengan pelaksanaan hukuman mati, penindakan terhadap aktivis dan kelompok minoritas, dan penanganan konflik di Papua. Jokowi memiliki sikap yang lemah dan kompromis dalam berpolitik, terutama terkait dengan sikapnya terhadap partai-partai koalisi dan oposisi. Jokowi juga diduga terpengaruh oleh kelompok-kelompok kepentingan, seperti oligarki, militer, dan agama. Jokowi memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan lembaga-lembaga negara lainnya, seperti DPR, MK, dan KPK. Jokowi juga sering menghadapi kritik dan protes dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari pro dan kontra Prabowo dan Jokowi, kita dapat melihat bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna dan tidak ada pemilih yang puas. Setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangan, serta tantangan dan peluang. Setiap pemilih memiliki harapan dan kekecewaan, serta hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kita harus lebih bijak dan rasional dalam menilai dan memilih pemimpin, serta lebih kritis dan konstruktif dalam mendukung dan mengawasi pemimpin.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang mengandalkan partisipasi dan kontribusi rakyat. Oleh karena itu, pemilih memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan arah dan masa depan demokrasi di Indonesia. Pemilih yang cerdas dan rasional adalah aset bagi demokrasi dan kemajuan bangsa. Pemilih yang kecewa dan apatis adalah ancaman bagi demokrasi dan kemunduran bangsa. Mari kita jadikan pemilu sebagai sarana untuk memperbaiki dan memperkuat demokrasi di Indonesia, bukan sebagai sarana untuk merusak dan melemahkan demokrasi di Indonesia.