Mohon tunggu...
Aulia Manaf
Aulia Manaf Mohon Tunggu... -

Terlahir di Pasuruan. Seorang pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Rindu Naomi

17 Agustus 2016   21:08 Diperbarui: 17 Agustus 2016   21:45 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Aulia Manaf

Biarkan uap kopi panas meruap ke ruangan ini, mencari rindu yang masih tersisa. Secangkir rindu buat seseorang yang terlukis dalam kopi hitam ini. Naomi tersenyum . Dia menuntaskan kopi hitamnya dicangkir biru senja itu.       

    Membuat Warung “PiTruk” (Kopi TubRruk) sebenarnya bukan cita-cita Naomi. Tapi semata-mata hanya untuk bertemu seseorang yang suka kopi tubruk. Lelaki yang membuat Naomi merasa nyaman seharian. Sudah setahun ini Naomi membuka warung di rumahnya, tentu dengan seijin ibu-yang bersyukur semakin lama semakin ramai saja Warkop itu. Mungkin karena Naomi sangat ramah melayani pembeli dan gorengannya yang selalu panas cocok di lidah pelanggannya. Gurih dan renyah selalu.

            Apa yang dilihat orang lain, kesan pertama bertemu Naomi adalah selalu ceria, ramah, dan sabar. Tapi beda ketika warung kopi tubruk itu sudah tutup sekitar jam sembilan malam. Raut Naomi akan berubah menjadi keruh, berkerut dan diam. “Aku kangen Mas Setya, Bu”, jawaban itu yang selalu dilontarkan Naomi ketika ibunya bertanya. Perempuan setengah tua itu hanya bisa mengambil nafas panjang. Dia hanya bisa mengelus rambut anak perempuannya.

            Ada satu keyakinan Naomi, dengan social media, membuat fanpage di Facebook, akan membuat seseorang datang ke warungnya. Ya, Naomi telah membuat halaman suka di Facebook dengan nama Kopi Tubruk Happiness. Yup, dengan harapan kopi tubruk yang secangkir itu, akan membuat peminumnya selalu diliputi kebahagiaan dan semangat hidup. Itu filosofinya menurut Naomi. Seseorang yang ditunggu itu adalah Setya. Lelaki yang merupakn sudara kembarnya. Sosok penghobi kopi tubruk sejak kecil. Dulu, dia pernah kena step saat usia setahun, membuat ibu sering menyuruh Setya minum kopi, yang katanya bisa mengusir step (kejang karena panas tinggi). Kopi murahan yang diseruput Setya seminggu atau dua bulan sekali itu, sukses membuat Setya tidak step lagi, tapi malah ketagihan! Setiap mau ujian sekolah, dia selalu minta kopi dengan alasna supaya nggak ngantuk saat belajar.

                                                                        *****

            Saat SD, kita hidup bersama di sebuah rumah mungil sederhana, dengan seorang ayah yang PNS guru SD, sedangkan ibu hanya menjadi ibu rumahan biasa. Kadang juga menerima pesanan kue untuk tetangga yang punya hajat. Bikin donat, pastel atau apem untuk selamatan. Sampai musibah itu datang.

Punya anak kembar tidak selalu menyenangkan. Semua serba dobel. Segala kebutuhan harus disiapkan dua. Tak jarang, buku-buku sekolah pun hanya beli salah satu saja bergantian. Si Naomi dibelikan yang buku cetak asli , sedangkan Setya harus menerima buku fotokopian saja. Supaya menghemat pengeluaran keluarga.

            Kata-kata selentingan tetangga , berhembus juga ke telinga orangtuaku. Bukan ayah dan ibu tidak pernah mendengar, tapi semua diabaikan. “Anak laki dan perempuan yang kembar itu, adalah ibarat pengantin. Dia harus dijodohkan”. Satu kalimat yang sederhana, tapi bikin telinga merah membara. Terlebih kami mendengar dengan kuping sendiri. Ketika kami berkumpul dan mendengar ada tetangga yang bicara lumayan keras di teras rumah. “Dipisah saja mereka, Jeng. Nanti kalau sudah waktunya mereka harus dipertemukan, dijodohkan”. Agak berbisik mulut kurang ajar itu di telinga Ibu. Perempuan itu hanya bisa mendengus kesal. Kepalaku juga seperti ditampar rasanya. Mitos yang menyakitkan. Itulah yang kita rasakan. Padahal banyak yang tahu kalau itu incest, kan? Dilarang agama dan tidak baik untuk kesehatan.

Naomi dan Setya kini punya perasaan sama yang bergemuruh. Ada rasa benci dan menyesal mengapa dilahirkan kembar dengan jenis kelamin yang berbeda. Dan apakah mereka harus menikah nanti? Apa akibatnya kalau tidak menikah? Perasaan anak-anak memang sukar di tebak, apalagi anak kembar. Namun ibu dengan sabar memberikan wejangan, bahwa kata-kata orang-orang itu tidak usah dipikirkan dan ditanggapi. Yang penting belajar saja. Nanti malah menganggu prestasi belajar saja.

                                                            *****

            Sampai musibah itu datang. Saking seringnya Ayah mendengar kata-kata mitos yang tidak bertanggung jawab itu, Ayah sampai sakit. Dan akhirnya meninggal saat Naomi dan Setya kelas 6 SD. Masa-masa yang sulit bagi kami bertiga. Ibu harus bisa menambah penghasilan keluarga , dan tidak hanya mengandalkan pensiun ayah. Ibu semakin serius menjalankan usaha bikin kue. Menjual ke pasar dan dititipkan di warung-warung terdekat.

            “Bagaimana pendapatmu tentang anggapan orang-orang itu, Mi?”, tanya ibu suatu sore di ruang makan keluarga. “Anggapan apa, Bu?”, Naomi bertanya balik mengerutkan dahi dengan pura-pura. “Anggapan mitos itu, Bu?, tanya Setya. Ibu malah mengambil nafas panjang. Seolah melepas penat dan beban berat. “Bu, hari gini nggak usah percaya mitos. Semua di dunia ini sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa”. Ibu hanya bisa mengangguk lemah.

                                                           

                                                              *****

            Setelah lulus SMP, kebimbangan ibu semakin dalam. Seperti sebuah badai di siang bolong, Ibu mengatakan bahwa tidak mampu untuk menyekolahkan kami berdua secara bersama. Maksudnya ibu hanya mempu menyekolahkan salah satu dari kami. Naomi dan Setya hanya bisa sesenggukan. Air mata mereka menglir deras. Mereka menyadari masuk sekolah begitu banyak biaya yang harus dikeluarkan . Dulu masuk SMA Negeri itu berbiaya paling murah. Tapi sekarang kebalikannya, masuk sekolah negeri biayanya paling mahal. Karena menjual gengsi dan prestise.

            Bersyukur jalan keluar itu selalu ada . Pak Dhe Fadli, Kakak Ibu ,yang berada di Surabaya, mau menyekolahkan Setya. Antara sedih dan gembira, Setya menerima ajakan itu, dengan syarat Setya harus membantu menjaga toko Pak Dhe sore hari setelah pulang sekolah.

                                                           

                                                                     *****

            Tiga tahun bagi Naomi , adalah waktu yang lama berpisah dari belahan jiwanya. Meskipun setahun sekali mereka berjumpa saat lebaran tiba. Dan saat lulus SMA, adalah saat mendebarkan bagi Naomi. Perasaan bergemuruh kembali melanda Naomi. Dia mendapat kabar bahwa Setya  sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta di bagian gudang.

            Setahun sudah Naomi bekerja membantu ibu membuat kue pesanan. Namun perasaan ingin bertemu Setya tak kunjung terlunasi. Ingin rasanya kembali merajut kenangan bersama. Mancing bareng, mbolang ke sawah nenek mancari rebung atau pisang yang masak. Atau bermain kelereng bersama seperti waktu SD. Tiba-tiba tak terasa pipi Naomi membasah.”Apa yang kau pikirkan, Mi? Setya lagi?”, ibu seolah hafal membaca perasaan Naomi. Naomi hanya diam , dan akhirnya mengangguk. Ibu ditubruknya dan memeluk erat. Suara tangisan itu semakin keras. Punggung Naomi dielus Ibu dengan hangat.

                                                            *****

            Sampai suatu hari, ide Naomi membuat warung kopi dilontarkan pada Ibu. Perempuan itu hanya mengangguk tersenyum. Ada secercah kelegaan melihat raut wajah Naomi yang mulai cerah, meski terlihat bekas sembab air mata. “Ini hanya salah satu cara untuk bertemu Setya”.

            Di tempat yang berbeda, Setya menyempatkan diri membuka akun Facebooknya. Tidak sengaja browsing google dengan kata Kopi Tubruk . Ada kata-kata happiness yang juga menggelitik pikirannya. Setelah di klik halaman Kopi  Tubruk Happiness, dia langsung klik suka. Dia penasaran dengan foto-foto yang terpampang di sana. Cangkir-cangkir kopi dengan tampilan menarik dan rasa-rasa minuman yang cokelat kehitaman itu. Kenangan kopi tubruk langsung menghantam otaknya. Kenangan indah bersama keluarga kembali menghentak seperti musik menggelegar yang terdengar di sebuah konser. Hatinya berdegup kencang, membawanya ingin pulang. Pertanyaan-pertanyaan untuk Fanpage itu mengoyak rasa ingin tahunya. Dimana alamat warung kopi ini? Siapa pemiliknya? Setya memberikan pesan cia inbox, menanyakan alamat lengkapnya. Jawaban yang terpampang di layar monitor membuat matanya melotot dan megerutkan darhi. Jalan kartini nomor empat? Oh My God!

            Pulang kerja besok, Setya bertekad untuk mampir ke Kopi Tubruk Happiness. Berharap secangkir kopi itu membuat hatinya lebih bahagia. Jalan Kartini adalah jalan kenangan yang terindah bagi hidupnya. Dia terkaget-kaget melihat rumahnya yang telah dirombak menjadi warung kopi .

“Mas Setya?”, mata Naomi melebar tak percaya. Mulutnya menganga melihat sosok ganteng di hadapannya. “Benar ini mas Setya?”, tanya Naomi mengulangi.

 “Iya, kenapa kaget? Kamu lupa sama aku?”, Setya menubruk Naomi dengan penuh  rindu. Ibu keluar dari ruang belakang dengan takjub menyaksikan pemandangan yang mengharukan.

 “Kalau tahu kamu ganteng begini sekarang, aku mau banget dijodohkan sama kamu”, bisik Naomi ke telinga Setya yang masih memeluknya.

”Jangan ngomong begitu. Jangan-jangan kita akan jodoh, suatu saat”. Naomi tersenyum, segera mengusap air matanya.

 “Aku tahu, suatu saat pasti kamu akan datang. Karena kopi tubruk, kan?”. Setya mengangguk, “Karena hanya kamu yang mengerti kalau aku suka sama kopi tubruk. Jurusmu memang hebat!”, Setya memberikan ibu jarinya pada Naomi.

            Mereka, seharian tak pernah lepas dari senyum. Senyum tulus di tengah keluarga yang lama mereka simpan dalam-dalam. Diam-diam mereka berdua berkata dalam hati dalam waktu yang bersamaan. Mereka saling pandang , “Saudaraku, aku tahu kamu bukan jodohku. Karena kita satu ibu. Tapi kamu adalah salah satu orang yang membuat aku bisa sebahagian ini”. Dan ibu pun tahu bahwa empat mata bening itu, sudah berkomunikasi lewat hati.  

                                                           

                                                                                                                  *****selesai*****

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun