Sampai suatu hari, ide Naomi membuat warung kopi dilontarkan pada Ibu. Perempuan itu hanya mengangguk tersenyum. Ada secercah kelegaan melihat raut wajah Naomi yang mulai cerah, meski terlihat bekas sembab air mata. “Ini hanya salah satu cara untuk bertemu Setya”.
Di tempat yang berbeda, Setya menyempatkan diri membuka akun Facebooknya. Tidak sengaja browsing google dengan kata Kopi Tubruk . Ada kata-kata happiness yang juga menggelitik pikirannya. Setelah di klik halaman Kopi Tubruk Happiness, dia langsung klik suka. Dia penasaran dengan foto-foto yang terpampang di sana. Cangkir-cangkir kopi dengan tampilan menarik dan rasa-rasa minuman yang cokelat kehitaman itu. Kenangan kopi tubruk langsung menghantam otaknya. Kenangan indah bersama keluarga kembali menghentak seperti musik menggelegar yang terdengar di sebuah konser. Hatinya berdegup kencang, membawanya ingin pulang. Pertanyaan-pertanyaan untuk Fanpage itu mengoyak rasa ingin tahunya. Dimana alamat warung kopi ini? Siapa pemiliknya? Setya memberikan pesan cia inbox, menanyakan alamat lengkapnya. Jawaban yang terpampang di layar monitor membuat matanya melotot dan megerutkan darhi. Jalan kartini nomor empat? Oh My God!
Pulang kerja besok, Setya bertekad untuk mampir ke Kopi Tubruk Happiness. Berharap secangkir kopi itu membuat hatinya lebih bahagia. Jalan Kartini adalah jalan kenangan yang terindah bagi hidupnya. Dia terkaget-kaget melihat rumahnya yang telah dirombak menjadi warung kopi .
“Mas Setya?”, mata Naomi melebar tak percaya. Mulutnya menganga melihat sosok ganteng di hadapannya. “Benar ini mas Setya?”, tanya Naomi mengulangi.
“Iya, kenapa kaget? Kamu lupa sama aku?”, Setya menubruk Naomi dengan penuh rindu. Ibu keluar dari ruang belakang dengan takjub menyaksikan pemandangan yang mengharukan.
“Kalau tahu kamu ganteng begini sekarang, aku mau banget dijodohkan sama kamu”, bisik Naomi ke telinga Setya yang masih memeluknya.
”Jangan ngomong begitu. Jangan-jangan kita akan jodoh, suatu saat”. Naomi tersenyum, segera mengusap air matanya.
“Aku tahu, suatu saat pasti kamu akan datang. Karena kopi tubruk, kan?”. Setya mengangguk, “Karena hanya kamu yang mengerti kalau aku suka sama kopi tubruk. Jurusmu memang hebat!”, Setya memberikan ibu jarinya pada Naomi.
Mereka, seharian tak pernah lepas dari senyum. Senyum tulus di tengah keluarga yang lama mereka simpan dalam-dalam. Diam-diam mereka berdua berkata dalam hati dalam waktu yang bersamaan. Mereka saling pandang , “Saudaraku, aku tahu kamu bukan jodohku. Karena kita satu ibu. Tapi kamu adalah salah satu orang yang membuat aku bisa sebahagian ini”. Dan ibu pun tahu bahwa empat mata bening itu, sudah berkomunikasi lewat hati.
*****selesai*****