Para ulama menjadikan dalil ijma' sebagai hujjah yang bersifat qath'i. Tentunya selama hal itu memang nyata terbukti sebagai ijma' dalam arti yang sebenarnya. Sebab kita tahu ada hal-hal yang sering diklaim sebagai sebuah ijma', namun ternyata masih diperselisihkan keijma'annya.
QiyasÂ
 Secara bahasa qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain, misalnya yang berarti "saya mengukur baju dengan hasta" Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, sekalipun redaksinya berbeda tetapi mengandunng pengertian yang sama. Yaitu menciptakan atau menyalurkan atau menarik suatu garis hukum yang baru dari garis hukum yang lama dengan maksud memakaiakan garis hukum yang baru itu kepada suatu keadaan, karena garis hukum yang baru itu ada persamaanya dari garis hukum yang lama.
Rukun qiyas
Rukun adalah unsur-unsur pokok yang harus terpenuhi demi keabsahan atau kesempurnaan suatu hal, dengan kata lain rukun adalah elemen urgen yang dengannya suatu perkara menjadi sempurna.[1] Dalam segala hal, rukun merupakan elemen terpenting karena rukun memegang peranan sebagai penentu sah atau tidaknya; legal atau tidaknya sesuatu. Termasuk dalam hal ini, qiyas juga memiliki rukun-rukun yang harus terpenuhi. Jika rukun-rukun tersebut tidak dapat terpenuhi maka secara otomatis qiyas juga tidak dapat diterapkan. Rukun qiyas terdiri atas empat unsur berikut:
1. Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat meng-qiyas-kan. Ini berdasarkan pengertian ashl menurut fuqaha. Ashl itu disebut juga maqis alaih (yang dijadikan tempat mengqiyas-kan), mahmul alaih (tempat membandingkan), atau musyabbah bih (tempat menyerupakan).
 2. Far'u (cabang) yaitu peristiwa yang tidak ada nash-nya Far'u itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. la disebut juga maqis (yang dianalogikan) dan musyahbah (yang diserupakan).Â
Baca juga: Penerapan Kaidah Ushuliyah dan Kaidah Fiqhiyah Mengenai Riba
3. Far'u yaitu sesuatu yang tidak ada ketentuan nassnya, artinya, kasus yang ada tidak diketahui hukumnya secara pasti. Al-SyafiI dalam hal ini mengatakan bahwa faru itu adalah suatu kasus yang tidak disebutkan hukumnya secara tegas dan di-qiyas-kan kepada hukum aslnya
4. Hukum Ashl, yaitu hukum yang dipergunakan qiyas untuk memperluas hukum dari asl ke faru. menurut al-SyafiI, hukum di sini adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, baik secara tegas, maupun manawi. Ini berarti, hukumnya harus berdasarkan Alquran dan Hadis, harus dapat dicerna akal tentang tujuannya, dan hukum yang ditetapkan bukan masalah rukhshah dan khusus.
Kehujjahan Qiyas.