"Patrik, ambil minyak tanah di cerigen. Bapa mau pasang lampu gas," panggil ayahnya dari ruang tengah, sambil membersihkan kaca dan, mengecek spuer lampu gas.
Bergegas Patrik menuju dapur, melihat cerigen dan botol yang mungkin terisi minyak tanah. Bunyi tabung-tabung itu hampa. Tak ada isi. Semua habis. "Ancor sudah. Gelaplah malam ini," hatinya mengira.
Patrik jongkok di dekat ayah, memperhatikan ayahnya yang membenarkanlampu gas. Katanya dengan hormat, "Papa, minyak tanah habis."
"Aduh, kau ini. Selalu saja lupa. Berkali-kali papa omong; Patrik, kau  harus cek minyak tanah. Kalau habis, minta uang di mama untuk beli," pinta ayahnya.
"Gelaplah kita malam ini. Kalau begitu, pasang lampu pelita. Cepat," lanjut ayah memerintah.
Setelah lida-lida api pelita berkobar di tengah gulitanya rumah, ruang dan isinya pun dilihat. Cahaya suram itu cukup untuk menghalau malam tanpa purnama. Desa belum tersentuh PLN.
Hanya 2 orang guru SD yang memiliki penerangan listrik, gunakan generator. Itu pun jam menyalanya tidak setiap malam. Jika tidak ada solar, mesin penggerak akan puas dengan tidurnya.
Jika menyala, 2 rumah itu akan tampak berbeda dengan rumah-rumah lainnya. Saat itu, Patrik biasanya pergi menonton tv, atau jika tidak diizinkan, ia pasti mengendap-endap keluar rumah saat yang lain tidur.
Sinetron kesukaannya adalah Raden Kian Santang. Pendekar cilik yang memiliki kekuatan super dan kamampuan bela diri yang tinggi, yang mampu terbang, meleset dengan cepat, juga kaki dan tangan terisi jurus.
Saat bermain dengan teman-teman saat sore atau di sekolah, ia selalu memperagakan aksi-aksi Kian Santang,menembakkan jurus-jurus dari tangannya. Dengan mulut yang mengeluarkan bunyi-bunyi tembakan kekuatan jurus.
Mungkin kelak ia bisa menjadi seperti Kian Santang. Ia melawan segala kejahatan yang merusak kemapanan kerajaan. Apapun jalan pahit yang ditempuh, perjuangan itu tidak akan pupus.