"Saya jatuh ma. Saya jatuh. Cukup. Cukuuuup, telingan saya sakit," mohonnya.
Mama pun mencuci luka, mengeringkan, lalu menggosok dengan minyak kelapa murni. Sambil mengoles dengan minyak, mama menasihati.
"Pet, hati-hati kalau jalan. Mata itu harus mendahului kaki. Perhatikan sekitar jika hendak berlangkah, ya."
Patrik meringis dan menahan perih lukanya. Â Â Â Â Melihat Patrik sedang diolesi minyak, opa Nadus mengajarinya.
"Itulah kebiasaanmu, kamu sering jalan sambil menghayal. Khayalanmu sering buat kau lupa lihat jalan. Mulai sekarang opa tidak akan bercerita lagi." Â Â Â Â
"ah opa, janganlah begitu. Kan opa pernah bilang, kisah-kisah adalah cara menasihati biar anak-anak taat dan berlaku baik. Ini tidak adil."
Opa Nadus kernyitkaan dahi, terkejut. Cucunya merekam maksud cerita-ceritanya. Cucunya ternyata sadar dengan intensi cerita-ceritanya. Dalam pikiran Patrik, cerita tentang tikus putih masih hilir mudik bergaung. Patrik mereka-reka kelanjutan cerita tikus putih.
"opa, bagaimana kelanjutan cerita tikus putih. Mengapa bulu putih dan helai-helai lembutnya rontok dan muncul bercak-bercak hitam? Apa tikus itu berbuat salah?"
Anak ini semakin kritis saja. Selalu tanyakan hal-hal di luar perkiraan. Akan jadi apakah anak ini nanti? Lelah juga meladeni pertanyaan dan permintaannya. Siasat kebohongan tidak pernah memuaskan rasa ingin tahunya. Selalu saja, jawaban yang diberikan berjumpa jalan buntu.
"Baiklah. Cerita Tikus berbulu putih masih panjang. Akan kita dilanjutkan," jawab opa membatalkan pernyataannya.
***