APLIKASI KAIDAH FIQHIYAH AL YAQINU LA YUZALU BI SYAK DALAM FATWA DSN MUIÂ
a). PendahuluanÂ
 Kaidah fiqhiyah adalah prinsip-prinsip atau aturan umum yang digunakan untuk menafsirkan hukum syariat Islam dari sumber-sumbernya seperti Al-Quran, hadis, ijma' (kesepakatan para ulama), dan qiyas (analogi). Kemudian, Anda dapat menggambarkan peran kaidah fiqhiyah dalam memahami hukum-hukum Islam secara lebih komprehensif dan memberikan contoh bagaimana kaidah-kaidah tersebut digunakan dalam menetapkan hukum-hukum spesifik dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari.
b). Penjelasan tentang kaidahÂ
Kaidah ini Memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam, baik yang berhubungan dengan fiqh maupun lainnya, bahkan sebagian ulama' menyatakan bahwa kaedah ini mencakup tiga perempat masalah fiqh atau mungkin malah lebih. Imam nawawi berkata "Kaedah ini adalah adalah sebuah kaedah pokok yang mencakup semua permasalahan,dan tidak keluar darinya kecuali beberapa masalah saja." .Bahwa banyak dari permasalahan-permasalahan yang memakai kaidah ini sebagai solusi daari masalahnya.
 Al-Yaqin menurut kebahasaan berarti peng dan tidak ada keraguan didalamnya, sedangkan Asy-Syakk bisa diartikan sesuatuyang membingungkan. Menurut Imam Abu Al-Baqa' Al-Yaqin adalah "pengetahuan yang besifat tetap dan pasti dan dibenarkan oleh hati dengan menyebutkan sebab-sebab tertentu dan tidak menerima sesuatu yang tidak bersifat pasti".
C). Penerapan dalam fatwaÂ
Jual beli mas secara tidak tunaiÂ
 "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya." Kaidah fiqih ini di gunakan oleh Fatwa DSN MUI tentang jual beli emas secara tidak tunai dan kaidah fiqih ini termasuk dalam furu' dari kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak.Â
 Fatwa DSN MUI tentang Jual beli secara tidak tunai menetapkan bahwa hukum dari jual beli secara tidak tunai ini, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hokum nya boleh (mubah, ja'iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi. Baik batasan dan ketentuan jual belie mas secara tidak tunai adalah sebagai berikut ;
1. Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanja-ngan waktu setelah jatuh tempo.
2. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).
3. Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan
 Alasan ulama yang mengataka bahwa jual belie mas secaa tidak tunai menurut dalil adalahÂ
a. Bahwa emas dan perak adalah barang (sil'ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat pembayaran, uang).
b. Manusia sangat membutuhkan untuk melakukan jual beli emas. Apabila tidak diperbolehkan jual beli emas secara anggsuran, maka rusaklah kemaslahatan manusia dan mereka akan mengalami kesulitan.
 Berdasarkan hal-hal di atas, maka pendapat yang rajah dalam pandangan saya dan pendapat yang saya fatwakan adalah boleh jual beli emas dengan angsuran, karena emas adalah barang, bukan harga (uang), untuk memudahkan urusan manusia dan menghilangkan kesulitan mereka.
Akad mudhorobahÂ
 "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya." Kaidah fiqih ini di gunakan oleh Fatwa DSN MUI tentang Akad mudhorobah dan kaidah fiqih ini termasuk dalam furu' dari kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak.
 Akad mudharabah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah dipahami dan dimengerti serta diterima para pihak. Akad mudharabah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perseiisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melallui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
KafalahÂ
 "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya." Kaidah fiqih ini di gunakan oleh Fatwa DSN MUI tentang kafalah dan kaidah fiqih ini termasuk dalam furu' dari kaidah Al yaqinu la yuzalu bisyak.
 Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban dari pihak kedua atau yang ditanggung (makful anhu) terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan apabila pihak yang ditanggung cedera janji atau wanprestasi dimana pemberi jaminan bertanggung-jawab atas pembayaran kembali suatu hutang menjadi jaminanÂ
 Demikian opini saya tentang aplikasi kaidah fiqihiyah al yaqinu layuzalu bi syak dalam fatwa dsn mui kurang lebih nya mohon maaf dan terimakasihÂ
 Â
Aufaa qonita_42201022_AS22A_QOWAIDH FIQHIYAH
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H