Sebagai lelaki dan berpredikat suami, pekerjaan dapur istri haruslah juga mesti dimengerti, meski tak harus menguasainya. Maka, apa jadinya jika ada cabai, terasi, garam, dan bahan bumbu lainnya menganggur, sementara sang istri sedang tergeletak sakit? Sambal istimewa jawabnya.
***
Bukan sok sibuk atau terlalu mementingkan pekerjaan. Ada banyak hal yang kadang dimengerti oleh pasangan kita, namun kadang dengan sengaja merasa masa bodo dengan yang sedang kita lakukan.
“Mas, beliin krupuk di warung sebelah dong?” Sementara pikiranmu sedang memikirkan crosstabulasi excell yang penuh dengan angka-angka.
Kurangnya penghargaan terhadap peran istri? Saya kira bukan. Saya sih membacanya karena kurangnya basa-basi, sinonim dari kata rayuan dan bunga-bunga janji.
Maka, ladeni sajalah permintaan sederhana istrimu saat kau mampu memenuhinya. Sesibuk apapun itu, meski pantat sedang enak-enaknya kau tahankan di kursi empukmu.
Predikat suami, yang dalam bahasa agama berperan sebagai imam haruslah mengerti apa maunya makmum. Tapi, apa jadinya jika sang makmum terlalu berisik sementara Imam lagi asyik dengan bacaan fatihahnya. Jawabnya, sabar, sabar dan sabar. Jika tak sabar, ibadah sang Imam bisa berantakan. Batal semua shalatnya.
Pekerjaan dapur bagi saya bukanlah hal asing. Sebagai mantan anak yatim, saya dididik oleh ibu agar bisa mandiri. Baik melakukan pekerjaan rumah, hingga pekerjaan tambahan lainnya, diantaranya memasak makanan kesukaan.
Itu dulu.
Sekarang?
Saat sudah menjadi seorang bapak dari tiga anak-anak, saya sudah terbiasa hidup nyaman. Bangun pagi, kopi hangat sudah tersedia. Pulang kerja, makan malam masih hangat tersaji. Sangat nikmat.