Hal tersebut juga dirasakan oleh tokoh pertama yang membawa ajaran Sunda Wiwitan Madrais di Jawa Barat yakni Sadewa Alibasa Koesoema Widajayadiningrat atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Madrais. Pada masa penjajah Belanda masyarakat Cigugur, Kuningan Jawa Barat terhasut sehingga Pangeran Madrais mendapat penilaian buruk dimata mereka karena dinilai memiliki ajaran yang sesat.
Seiring berjalan waktu para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan Madrais yang di Kampung Pasir merasa bahagaia setelah pemerintah membuat peraturan bahwa setiap aliran kepercayaan boleh mencantumkan data diri pada Kartu Tanda Penduduk dan Akta Keluarga sesuai apa yang mereka percayai.
"Bagja pamerentah parantos ngarti, lain ukur samet dilindungi tapi leres-leres. Kapungkur mah akte kelahiran sesah, kumargi anjeunna anu meryogikeun. Pan bade didamel itu ieu upamana kedah aya eta, naha ku anjenna beut teu dikalurkeun atuh? Nya mereun anjeunna berpikir lebih jembar ayeuna (Bahagia pemerintah sudah mengerti, bukan hanya sampai dilindungi tetapi benar-benar. Dulu akta kelahiran susah, soalnya mereka yang membutuhkan. Kan mau kerja ini itu misalnya harus pakai itu, kenapa sama mereka tidak dikeluarkan? Ya mungkin mereka berpikir lebah luas sekarang)," Ungkap Abah Sutisna sambil tersenyum lepas
Keputusan pemerintah juga disyukuri oleh para penghayat Sunda Wiwitan Madrais yang di Kampung pasir karena mereka tidak mau mencantumkan agama lain di Kartu Tanda Penduduk. Hal tersebut dilakukan karena mereka merasa tidak mau ingkar atas kepercayaan yang telah dimiliki sekaligus tidak mau merugikan agama lain jika ada sebagian orang dari mereka berbuat yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah dan adat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H