Mohon tunggu...
Audrey VerrenZefanie
Audrey VerrenZefanie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menggambar, art and craft, musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesia

19 Oktober 2022   18:29 Diperbarui: 19 Oktober 2022   18:33 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN DI INDONESIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Diskriminasi gender, terutama yang ditujukan pada perempuan, seringkali terjadi di Indonesia. Masalah diskriminasi terhadap perempuan ini sudah terjadi sejak dahulu di Indonesia, dimana adanya budaya patriarki di masyarakat. Patriarki adalah sebuah sistem sosial, dimana laki-laki dianggap lebih dominan / superior daripada perempuan dalam hal otoritas, partisipasi sosial dan politik, dan sebagainya. Sedangkan perempuan kemudian lebih dianggap sebagai gender yang minoritas / inferior dibanding laki-laki.

Masyarakat Indonesia sudah memiliki pola pikir yang cenderung memisahkan peran dari perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya laki-laki memiliki tugas dan peran sebagai pemimpin, pencari nafkah, kepala keluarga, dan sebagainya.  Sedangkan perempuan lebih berperan di dalam rumah, melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik, menjalankan rutinitas rumah tangga seperti memasak, mencuci dan sebagainya. Sehingga muncul stigma perempuan tidak bisa menjadi pemimpin atau pencari nafkah yang lebih kompeten daripada laki-laki.

 

1.2PEMAPARAN MASALAH

Masalah yang timbul di jaman sekarang terkait dengan diskriminasi gender adalah salah satunya diskriminasi terhadap perempuan di dunia pekerjaan atau industri. Diskriminasi yang terjadi adalah berupa diskriminasi gaji / upah, diskriminasi peran dalam pekerjaan, hingga diskriminasi jabatan struktural.

Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020 menunjukkan bahwa perempuan menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Walaupun sama-sama mengantongi ijazah sarjana, rata-rata perempuan mengantongi gaji sebesar Rp3,7 juta, sementara laki-laki bisa mencapai Rp5,4 juta. Di level pemegang ijazah SMA, perempuan rata-rata berpenghasilan Rp2,1 juta, sedangkan laki-laki rata-rata berpenghasilan Rp3 juta.

Salah satu temuan Sakernas 2019 menunjukkan hanya ada 30,63 persen perempuan yang menduduki jabatan manajer, sementara laki-laki mencapai lebih dari dua kali lipatnya yaitu 69,37 persen.

Dilansir dari katadata.com, fakta yang terjadi salah satunya dialami oleh Plt Direktur People & Culture Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia, Lucia Karina. Lucia mengatakan, dirinya pernah mengalami bekerja di perusahaan yang membedakan upah antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, struktur sosial perusahaan membatasi jenjang karir perempuan untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi.

"Perempuan sering dikatakan tidak bisa berpikir logis dan banyak menggunakan intuisi, sehingga tidak bisa berada di posisi strategis" ujarnya.

 

1.3TEORI

Konsep umum mengenai rasisme dan diskriminasi adalah mentalitas (pandangan), karakteristik masyarakat tentang identitas primer yang diopresi (diserang) sebagai hierarki kelompok sosial. Dimana identitas primer ini sendiri merupakan sesuatu yang bersifat genetis dan pada dasarnya tidak dapat diubah.

Rasisme dan diskriminasi adalah dua hal yang saling berkaitan, dimana diskriminasi muncul terlebih dahulu dalam bentuk cara berpikir atau pola pikir. Kemudian aksi dari pola pikir tersebut merupakan perbuatan rasisme, yaitu sikap yang mengganggu eksistensi ras/agama/gender/kelompok tertentu, menstereotipkan kelompok-kelompok tertentu yang dianggap kurang.

BAB 2

PEMBAHASAN

Diskriminasi terhadap gender (dalam konteks ini adalah perempuan), merupakan pandangan, pola pikir seseorang atau masyarakat dimana perempuan secara hierarki sosial ditempatkan dibawah laki-laki. Dalam teori, diketahui bahwa gender merupakan identitas primer, dimana kita dilahirkan dengan identitas tersebut, sudah merupakan sesuatu yang bersifat genetis. Seharusnya identitas primer tersebut diterima di masyarakat sebagai sesuatu yang sebagaimana adanya. Namun, pada kenyataannya, identitas primer berupa gender ini kemudian diopresi dalam bentuk diskriminasi atau pemberian perlakuan yang berbeda, terutama terhadap kaum perempuan.

Diskriminasi terhadap perempuan juga tidak terlepas dari budaya patriarki yang memang sudah ada dan dilakukan sejak jaman dahulu di masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri juga sejak dahulu sudah diberlakukan pembedaan status sosial dan peran antara perempuan dan laki-laki di masyarakat. Laki-laki cenderung berperan sebagai pencari nafkah, kemudian memegang status sosial atau hierarki yang lebih tinggi daripada perempuan, dan dipercaya sebagai pemimpin. Laki-laki cenderung memiliki partisipasi yang dominan dalam sosial dan politik di suatu masyarakat. Sedangkan perempuan cenderung memiliki peran domestik yang lebih tertutup dari interaksi dengan masyarakat, seperti mencuci, memasak, menyapu dan sebagainya. Peran perempuan tersebut cenderung atau kurang atau tidak memiliki partisipasi secara langsung di masyarakat. Hal inilah juga yang kemudian berpengaruh hingga sekarang dalam dunia profesi atau pekerjaan di masyarakat Indonesia.

Salah satu diskriminasi terhadap perempuan adalah diskriminasi di bidang profesi, pekerjaan atau industri. Dimana seringkali perempuan dianggap lebih kurang kompeten dalam pekerjaannya, dalam kepemimpinan, atau memiliki daya saing yang lebih rendah dibanding laki-laki. Sehingga kemudian anggapan-anggapan tersebut memunculkan perilaku diskriminatif berupa diskriminasi gaji / upah, diskriminasi peran dalam pekerjaan, hingga diskriminasi jabatan struktural.

Dari data yang didapat, perempuan menerima upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Ini menunjukkan bahwa terjadi perlakuan yang berbeda antara pemberian gaji / upah terhadap perempuan dan laki-laki. Seharusnya, ada kesetaraan antara pemberian gaji / upah bagi perempuan dan laki-laki, yang dimana juga harus disesuaikan dengan kompetensi setiap pekerja, namun tanpa terpengaruh dengan stereotip bahwa perempuan memiliki kompetensi yang lebih rendah dibandung laki-laki.

Kemudian, 30,63 persen perempuan yang menduduki jabatan manajer, sementara laki-laki mencapai lebih dari dua kali lipatnya yaitu 69,37 persen. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam jabatan di pekerjaan. Perempuan seharusnya bisa mendapatkan peran atau kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam pekerjaan. Seharusnya baik pekerja perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama mulai dari proses seleksi, penempatan posisi dalam pekerjaan, pembagian porsi kerja, dan juga kesempatan dalam perolehan jabatan, pangkat ataupun status hierarki lainnya dalam pekerjaan tersebut. Semua ini tentunya harus dilakukan dengan adil dan objektif antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan kompetensi yang dimiliki masing-masing individu tanpa membedakan berdasarkan gender.

Menurut Lucia Karina, beliau mengatakan fakta yang membenarkan data-data di atas. Dimana ada perusahaan tempat beliau bekerja yang membedakan upah antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, ada struktur sosial perusahaan yang membatasi jenjang karir perempuan untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi. "Perempuan sering dikatakan tidak bisa berpikir logis dan banyak menggunakan intuisi, sehingga tidak bisa berada di posisi strategis." Pemikiran seperti itulah yang menjadi salah satu contoh dari pola pikir yang diskriminatif terhadap perempuan dalam bidang pekerjaan yang terjadi di masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang profesi atau industri benar-benar terjadi di masyarakat Indonesia.

Padahal, menjadi seorang perempuan adalah suatu identitas primer yang seharusnya tidak dipermasalahkan oleh orang lain. Namun sayangnya, masih terjadi permasalahan berupa diskriminasi gender terutama terhadap perempuan di masyarakat Indonesia hingga sekarang. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender, banyaknya stereotip yang ada di masyarakat yang membatasi peran dan partisipasi kaum perempuan di masyarakat ditambah budaya patriarki yang masih ada di masyarakat Indonesia saat ini kemudian di jaman modern sekarang menjadi sebuah masalah yaitu diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Karena jaman sekarang ini perempuan sudah banyak yang terjun ke dunia profesi dan industri, tidak seperti dulu dimana laki-laki yang berperan mencari nafkah, maka kesempatan yang sama, kesetaraan gaji / upah, peran, porsi, jenis pekerjaan hingga jabatan struktural antara perempuan dan laki-laki dalam dunia pekerjaan saat ini sangat dibutuhkan. Di jaman ini, banyak kondisi yang menuntut dan memungkinkan kaum perempuan untuk juga berpartisipasi dalam masyarakat dalam bidang profesi, sehingga dibutuhkan juga lingkungan kerja yang bebas dari diskriminasi terhadap perempuan, lingkungan kerja yang objektif sesuai dengan kompetensi dan potensi yang dimiliki dilihat dari masing-masing individu, bukan dilihat berdasarkan gendernya.

BAB 3

KESIMPULAN

Jadi, dapat disimpulkan bahwa di Indonesia saat ini masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang profesi dan industri. Diskriminasi yang terjadi berupa diskriminasi upah / gaji, dimana perempuan mendapatkan gaji / upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki, diskriminasi peran dan porsi dalam pekerjaan, serta diskriminasi pangkat / jabatan struktural dalam perusahaan atau dalam , dimana kurangnya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh jabatan.

Gender yang seharusnya menjadi identitas primer yang seharusnya bukan menjadi urusan orang lain, yang seharusnya diterima saja oleh orang lain, kemudian diserang oleh orang / pihak lain dalam bentuk diskriminasi gender, sehingga menimbulkan dampak yang negatif bagi korbannya, yaitu kaum perempuan. Banyaknya pola pikir dan stereotip yang menganggap bahwa perempuan adalah kaum yang kurang kompeten dibanding laki-laki, kaum yang seharusnya hanya mengerjakan tugas domestik, tidak dapat memimpin, dan stereotip lainnya ini kemudian berkembang dalam masyarakat kita, dan menjadi "batasan" bagi perempuan di Indonesia untuk berkarir.

Seharusnya, di jaman modern ini objektifitas terhadap kompetensi dan potensi yang dimiliki lebih penting dan harus lebih diutamakan dibanding berdasarkan gender. Di jaman sekarang seharusnya perempuan dan laki-laki sudah memiliki kesetaraan dalam berkarir dan berkarya dalam profesinya. Budaya patriarki dan stereotip-stereotip kuno yang diskriminatif terhadap perempuan seharusnya sudah tidak lagi berlaku di masyarakat modern jaman sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun